"Bagi bentala, kamu mungkin seorang, tetapi bagi satu orang kamu adalah pusat dunianya."
"Caesar ... kok, nggak bareng sama Varden dan Dilan?" Ruby menatap kedua lelaki tersebut bergantian."Jangan peduliin Caesar. Dia mah suka ghosting kayak doi." Dilan mendekat lantas mengusap surai Ruby yang kini sudah berubah menjadi warna kadru. Mungkin dampak dari Ruby yang sering panas-panasan di bawah terik matahari.
Ruby akhir-akhir ini memang kadang ambruk atau drop karena keimunannya sedang tak stabil mengakibatkan dirinya terkena sanksi beberapa kali karena terlambat datang ke sekolah. Jewel High School terkenal karena peraturannya yang sangat ketat melebihi sekolah lainnya.
Ruby tak akan tenang kalau anggota mereka belum lengkap. Tiba-tiba wajah gadis itu mendung.
Dilan jadi iba melihat wajah Ruby yang mendung, meski raut pucatnya tak kentara. Menurut Dilan, gadis yang ada bersamanya ini sedikit naif, tetapi ada satu hal yang membuatnya ingin terus melindungi Ruby selain latar belakangnya yang yatim piatu.
Yakni rasa kesepian yang hinggap di tubuh mungil ini selalu dapat disembunyikan. Kecerdasan Ruby di setiap pelajaran tak terelakkan, tetapi dia tak pintar bersandiwara dalam perasaannya. Rangkulan Dilan semakin mengerat, Ruby meringis.
"Dilan, pundak Ruby sakit."
"M-maaf, Ruby. Gue nggak bermaksud ...." Dilan gelagapan mendengarnya. Selain faktor panik, cowok itu merasa ada sebuah laser yang seakan langsung membelah tubuhnya membuatnya merinding.
"Nggak apa-apa." Ruby mengulas senyum termanisnya, menenangkan hati Dilan yang sempat dilanda badai gelisah akibat tatapan Varden yang terus tertuju padanya. Cowok itu memilih beranjak dari kursinya.
"Gue, tuh, emang semester."
Ruby mengerling jenaka. "Hah? Semester, kan, nanti tiga bulan lagi. Dilan udah mulai pikun?
"Bukan, Ruby. Ini singkatan dari SElalu MERasa Tersakiti. Dilan, kan, serba salah." Dilan pura-pura menyeka air mata, berakting seperti istri yang dikhianati oleh suami tiada akhlak. Bahkan menirukan salah satu backsound lagu legend sinetronnya.
Ruby yang tak dapat membendung rasa geli berakhir terkekeh, tawanya mengalun merdu.
Raut Varden seketika berubah jadi jijik, lalu melontarkan kata-kata mutiaranya sehingga Dilan yang tak sanggup memilih menyusul Caesar yang katanya tengah menggoda anak IPS 2 yang rumornya cantik dan banyak yang bening.
Berselang semenit, suasana yang awalnya dipenuhi tawa Ruby diambil alih oleh keheningan. Napasnya tercekat frustrasi, sebenarnya dia ingin membuka topik. Akan tetapi, apa mau dikata, bibirnya sukar berbicara jika hanya berduaan saja dengan Varden.
Berbeda dengan Ruby yang menyadari bahwa dirinya telah jatuh hati, Varden menyeruput teh mintnya yang mendingin.
Posisi mereka tetap sama sampai akhirnya Ruby memberanikan diri untuk bertanya, "Ruby mau nanya. Varden udah punya cewek?"
"Kenapa nanya gitu?" Varden balik bertanya dingin.
"Lo mau jawaban jujur atau bohong?"
"Kalo jujur gimana?" Ruby menipiskan senyumnya, tak ayal tercenung saat iris cokelat madunya bertemu iris hijau zamrud milik Varden.
"Gue punya." Detak jantung Ruby saat itu pun seakan terhenti sejenak. Wajah mereka sangat dekat bila tak dibatasi oleh minuman strawberry milkshake milik gadis itu.
"Ruby udah tau, kok." Wajahnya merah padam. Entah karena salah tingkah, terluka, atau dua-duanya.
Air matanya perlahan merembes, Ruby secepat kilat menunduk usai mendorong wajah Varden menjauh. Dia mengusap pipinya kasar. Kedua bahunya terlihat gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald Eyes ✓
Teen Fiction°Budayakan vote dan follow° Writer by @HaifaKamila & @mdyunitaa #JewelHighSchoolSeries1 (15+) *** Takdir merenggut segalanya sejak Ruby menginjak usia 15 tahun. Sewaktu menemukan profesi yang cocok, tidak terima saat toko tempat Ruby bekerja memecat...