'BAB 09'

62 33 44
                                    

"Ibarat alkohol, meski lisannya sukses membuat hati orang perih. Akan tetapi, iris dan netra itu mengubahku menjadi mabuk kepayang terhadapnya."

SENANDUNG lagu mengalun merdu di sebuah bilik kamar mandi di kos-kosan bernama White Bird's yang berasal dari bibir indah Ruby bak kelopak mawar yang baru mekar. Gadis itu tampak menikmati lirik yang dinyanyikan.

"Cuci baju, selesai!" Ruby mengusap peluh yang berceceran memenuhi wajah eloknya. Rambut hitam bergelombangnya yang terurai panjang melewati punggung ikut bergoyang seiring gerakannya yang memindahkan baskom berisi pakaian basahnya yang telah dicuci ke baskom yang kering.

Gadis itu dengan semangat mengangkat baskom berisi baju-baju itu ke luar kos-kosan untuk menjemurnya.

Karena kebetulan, cuaca dini hari ini terlihat cerah bila dilihat-lihat. Tentu saja, Ruby tak berharap kalau hari ini akan mendung apalagi hujan. Bisa repot baju-baju itu tidak kering, dia tak ingin mendapat amukan dari si empunya baju.

Tadi malam, deringan ponsel yang tiba-tiba membuatnya yang sedang tidur terbangun. Dia memperoleh nomor asing yang memberikan pesan yang mengandung perintah untuk segera ke apartemen milik orang itu. Awalnya Ruby curiga, tetapi menyimpulkan itu adalah nomor Varden, karena Ruby mengenali tulisan singkat, padat, dan jelas khas seorang Varden Aleron.

"Bayangin aja Ruby disuruh ke apartemennya malam-malam, cuman sendirian pula," gerutu gadis beriris coklat madu itu. Coba katakan padanya, siapa yang tak emosi dibangunkan tengah malam hanya untuk mengambil baju-baju kotor lalu harus cepat-cepat dicuci?

Ruby memiliki waktu tidur satu-dua jam lagi sebelum melaksanakan tugas mencuci baju sang majikan, lalu mengantarnya kembali ke apartemen sebelum masuk sekolah jam tujuh. Dia mendesah frustasi, usai selesai mencuci baju pasti kantong matanya akan berubah menjadi hitam!

Yang benar saja, dia manut-manut diberi tugas merangkap jadi housekeeper dadakan, menyelesaikannya saat mendekati deadline waktu. Tak masalah kalau digaji banyak, tapi ini? Ruby menyerahkan dan mengabdikan dirinya secara suka rela. Menembus ganti rugi sebagai housekeeper di rumah dan pacar settingan di sekolah. Kurang baik apalagi si Ruby?

"Uh, semoga aja Ruby nggak drop kalo jaga rumah sekalian beberes di apartemen Varden abis pulang sekolah sore nanti," gumam Ruby, kemudian meregangkan otot-otot yang tegang setelah menjemur pakaian-pakaian Varden yang berderet rapi menggantung di belakang halaman kos-kosan.

Kenanga yang tak sengaja melihatnya yang lewat depan kamar, pun memanggil nama gadis mungil itu, "Ruby, kemari!"

Ruby tersentak, mengusap dada. Berdeham sejenak dan membalikkan badan. "Kak Ken manggil Ruby?" Kenanga mengangguk ketika gadis itu menunjuk dirinya sendiri. Ruby melangkah mendekat.

"Lo ngapain di luar tadi?"

"O-oh, Ruby habis jemur baju ... cuaca lagi bagus, Kak!" Ruby mengerling polos. Ragu-ragu menjawab pertanyaan Kenanga.

"Subuh-subuh gini?" Ruby mengiyakan. Kenanga mengerutkan dahi, bingung. Bukankah kos-kosan miliknya punya ibu-ibu laundry yang disewa khusus untuk menyucikan baju-baju penghuni di sini yang sudah Kenanga hafal di luar kepala jadwalnya? Ruby terlihat menyembunyikan sesuatu, raut wajahnya mengatakan demikian.

"Masa? Bukannya jadwal nyuci lo itu besok, ya?"

"I-iya, ya, tapi Ruby mau nyuci sekarang aja. Biar gak ribet, lebih cepet." Ruby gelisah diperhatikan oleh Kenanga, gestur tubuhnya mudah terbaca.

"Kalo gue liat sekilas, itu baju cowok yang elo cuciin? Gue ketinggalan apa, nih?"

"E-enggak, kok. Kak Ken salah liat, kali. Itu baju cewek, Kakak. Bukan baju cowok!" Kenanga tersenyum kecil, sepertinya dia mengetahui jawabannya hanya lewat aura tubuh Ruby yang menguar.

Emerald Eyes ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang