'BAB 04'

89 40 91
                                    

"Jangan segalanya dinilai dengan materi, pun dengan penampilan atau fisik seseorang. Itu belum tentu menjamin sifatnya baik atau tidak."

UNTUK kesekian kalinya, suara rintihan keluar dari mulut Ruby. Gadis itu menatap nanar ke arah lutut yang lecet dan mengeluarkan darah. Tapi sekarang, bukan itu masalahnya. Yang Ruby takutkan adalah bagaimana kalau Ruby diminta ganti rugi oleh si pemilik mobil?

Seorang laki-laki turun dari mobil yang ia tabrak. Mengecek keadaan mobil sport hitamnya yang habis berhenti mendadak. Ruby bisa melihat kedua tangan lelaki itu terkepal hingga memutih.

Dari cara berpakaian, sudah jelas laki-laki itu adalah orang berada. Mengapa Ruby merasa, wajah laki-laki itu tampak familiar? Ah, sudahlah! Tidak ada waktu lagi memikirkan hal itu.

Ruby bangun dari duduknya dengan tertatih, seraya mencengkeram setang sepeda kesayangannya. "Maaf."

Laki-laki itu menatap Ruby dengan tatapan menghina sekaligus amarah.
"Kurang ajar! Katarak kali mata lo! Tau harga mobil gue?"

Jantungnya hampir loncat dari tempat karena lelaki itu berteriak tepat di wajah Ruby. "Enggak, mata Ruby nggak katarak!" Gadis itu cepat-cepat menggeleng. Menyangkal hardikan yang baru didengarnya.

"Ganti rugi ngejual ginjal lo gak bakal cukup." Laki-laki itu memang tampan, tetapi sikapnya di luar ekspetasi Ruby.

"Ruby bakal ganti rugi, tapi gak sekarang. Kasih Ruby waktu." Ruby menunduk takut. Tidak berani menatap laki-laki di depannya itu.

"Berapa lama? Tiga tahun? Lima tahun? Mobil gue gak semurahan itu."

Untung saat Ruby masih kecil, Lili mengajarkannya untuk bersabar. Jika tidak, mungkin sekarang Ruby sudah pasti ikut larut dalam nada kemarahan laki-laki itu.

"Daripada nggak ganti sama sekali, kan?"

"Kalo lo jadi pacar gue, mungkin hutang lo cepet lunas." Laki-laki itu menyeringai, membuat bulu kuduk Ruby merinding.

"Tapi—"

"Gue gak butuh persetujuan lo." Laki-laki itu menarik tangan Ruby kasar, "gue anter! Soal sepeda butut itu, nanti gue urus."

Ruby hendak menolak, tapi laki-laki itu kembali memotong perkataannya.

"Mulai sekarang, lo resmi jadi pacar Varden Aleron. Ini bukan pertanyaan, tapi pernyataan!"

•••

Selama lima belas tahun lamanya Ruby hidup di dunia ini, dan mengenal berbagai macam sifat manusia. Baru kali ini Ruby bertemu dengan orang seperti Varden. Laki-laki pemaksa yang tidak suka dibantah, benar-benar menyebalkan!

Mobil sport milik Varden berhenti tepat di depan kos milik Ruby. Gadis itu menoleh ke samping, menunggu Varden angkat bicara.

"Besok lo kerja di rumah gue." Mata Ruby membulat.

"Status pacar di antara lo dan gue itu cuman sekadar ikatan. Ganti rugi yang sebenarnya adalah lo jadi babu gue."

Mau menolak pun, Ruby tidak bisa. Karena yang salah di sini adalah Ruby. Melakukan pembelaan sama saja dengan membesarkan masalah. Maka dari itu, Ruby hanya bisa mengangguk.

•••

Ruby baru saja keluar dari gerbang sekolah saat sudah menyelesaikan pendaftarannya. Menurut daftar pembagian kelas yang tertera di mading, Ruby tidak sekelas dengan Dilan. Karena cowok itu berada di kelas IPS, sedangkan Ruby di kelas IPA.

Percakapan singkat dengan Varden kemarin membuat Ruby ingat kalau sekarang ia harus pergi ke rumah laki-laki itu untuk bekerja. Ruby menarik napas dalam untuk mengurangi rasa gugupnya.

Emerald Eyes ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang