"Dia mencintaiku tanpa sepatah kata, aku mencintainya, dengan satu kata yang tak pernah patah."
"Ruby kayaknya susah buat melepaskan dia, Kak."
Ruby tersenyum kecut. Merutuki hatinya yang kepayahan untuk memilih melepaskan cowok itu. Dia terlampau berat, bahkan untuk membayangkan berpisah dengan Varden untuk beberapa waktu, apa lagi selamanya.
"Maafin gue, Ruby. Gue salah karena nggak tau kalo kejadiannya bakal jadi gini, harusnya gue nggak dukung hubungan lo sama dia dari awal."
Ruby menggeleng pelan, binar matanya meredup. "Kak Ken sama sekali nggak salah. Ini semua udah jadi keputusan Ruby."
Ruby yang membuat pilihan, maka dia harus menanggung dampaknya. Meskipun dia juga sangat lelah, Ruby tak akan menyesal karena telah melabuhkan hatinya ke Varden, karena nyatanya gadis yang mempunyai jambul unik itu begitu menikmati setiap momen kebersamaan mereka berdua entah sejak kapan.
Sejak awal mulanya, Ruby memang tak menebak bagaimana akhirnya dari pertemuan tak menyenangkan keduanya. Pernah tebersit di benak kalau seandainya dia tak lalai dalam mengendarai sepedanya, mungkinkah tiada alasan ganti rugi yang membuatnya terjebak pada pesona memabukkan Varden?
Apa mungkin kalau tak pernah ada insiden mengerikan itu, mereka berdua tetap akan dipertemukan? Ataukah malah sebaliknya? Varden Aleron adalah sosok dengan segala hal terselubung di dalamnya, Ruby tak memaksa Varden terbuka—menceritakan masa lalunya. Dia bukanlah gadis yang kehendaknya harus serba dituruti. Bukan.
Ruby hanya ingin dimengerti tentang bagaimana usahanya menjaga dan mempertahankan rasa yang memang harusnya tak pernah ada, lalu dengan semudah membalikkan telapak tangan, Varden menghancurkannya.
Harusnya dia melenyapkan rasa yang terus tumbuh, bukannya justru memupuknya sampai sebesar ini. Benar kata pepatah, cinta dapat membuat orang yang dasarnya pintar menjadi bodoh dalam kurun waktu sekejap, dan Ruby Jewelicca adalah salah satu korbannya.
"Ruby, sadarlah. Lo itu baik, cantik, dan penyayang. Masih banyak cowok-cowok yang mau sama lo yang nyaris memenuhi kriteria idaman mereka. Tinggalin dia, By." Kenanga mengguncang badan yang hanya mencapai seratus lima puluh delapan sentimeter tersebut. Ruby mengerjap dengan genangan bulir hangat di pelupuk matanya yang indah.
Ruby menggelengkan kepala berulang kali sembari terisak tertahan, menggumamkan kata jika dia tidak bisa melakukannya.
"Tolong tinggalin dia, bukan demi gue. Tapi buat diri lo sendiri. Air kata lo terlalu berharga buat cowok brengsek kayak dia, Ruby." Dia menangis tersedu-sedu di bahu Kenanga, ketika gadis yang lebih tua dua tahun di atasnya membisikkan kalimat itu yang langsung menghantam ulu hatinya.
Iya, benar. Teramat benar, tetapi mengapa bisa serumit ini untuk mengikuti ucapan Kenanga, rasa nyaman yang diperolehnya oleh waktu yang dihabiskan Ruby bersama Varden? Ruby dibuat hancur, seakan lumpuh di genggaman seorang lelaki yang labil.
"Kak, tolong bantu Ruby buat move on." Kenanga melepaskan pelukannya, dia menyisihkan anak rambut Ruby ke belakang telinga lalu tersenyum paksa.
"Maaf. Gue nggak bisa bantu, yang bisa mengubah hati lo cuman orang baru atau orang yang lo liat di cermin. Lo tau, kan, siapa?"
Ruby membisu, mencoba mengangguk. Dia peka kalau Kenanga sendiri memiliki masalah. Kurang etis untuk memaksa gadis itu membantu, padahal dia belum melakukan apa-apa untuk membalas kebaikan Kenanga selama tinggal di sini.
Mata coklat Ruby membola tatkala satu nama terlintas di pikiran. Hal itu membuat senyumnya merekah cerah, walau tak sepenuhnya.
"Iya, Ruby udah tau siapa orangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald Eyes ✓
Teen Fiction°Budayakan vote dan follow° Writer by @HaifaKamila & @mdyunitaa #JewelHighSchoolSeries1 (15+) *** Takdir merenggut segalanya sejak Ruby menginjak usia 15 tahun. Sewaktu menemukan profesi yang cocok, tidak terima saat toko tempat Ruby bekerja memecat...