"Sial sial sial!" Aku merutuk berkali-kali sembari menendang tiang listrik tak berdosa yang ku temui di jalan.
Aku kembali melangkah dengan kedua tangan yang penuh dengan kantung belanjaan. Daun bawang mencuat berdesakkan dengan sekotak susu dan telur.
"Dasar tua bangka tidak berguna! Beruntung aku mau merawatnya setelah ia pingsan di kedai! Sekarang malah mengusirku dari rumah sakit dan memintaku mengurus kedai sendirian?!" Aku masih mengoceh hingga sampai di lantai dua. Langkah kakiku terhenti mendapati seseorang yang duduk meringkuk di depan pintu apartemenku dengan sebuah ransel tergeletak di sisinya.
"Menyingkir dari sini! Kau mengganggu jalanku," Tanpa pikir panjang aku menendangnya berharap ia segera pergi namun ia bergeming beberapa saat hingga suara serak terdengar, "Baka!"
"Eh, Setengah-setengah sialan? Apa yang kau lakukan di depan pintuku?!" Aku memilih berjongkok, meletakkan kantung belanjaan dan melambai di depan wajah yang ia sembunyikan di dalam lutut yang ia peluk sedari-tadi.
"Woi!" Seruku lagi. Ia mengangkat kepalanya hingga Setengah wajahnya terlihat. Sedikit samar karena tudung hoodie yang menutupi dan gelapnya malam namun aku masih bisa melihat rambutnya yang hampir mencapai maniknya basah oleh peluh serta luka memar di area mata kanannya.
Aku menghela napas berat, "Biar kutebak. Kau berkelahi dengan seorang alpha atau- Woi!" Aku terkejut bukan main ketika menerima pelukan tiba-tiba Todoroki. Tubuhnya bergetar hebat seolah baru saja melihat hantu. Aroma manis menguar namun ada aroma lain yang membekas di tubuhnya. Tiga aroma alpa yang berbeda. Dalam hitungan detik aku mengetahui apa yang terjadi.
Ada perasaan marah yang menghinggapi. Seolah, barang berharga milikku barusaja di rusak, tanpa sadar aku mengeluarkan gigi taring dan melepas feromonku.
"Tolong aku," cicitnya sembari menghirup aromaku dalam-dalam. Ia ingin menangis. Aku tahu itu namun dia masih setengah-setengah sialan yang aku kenal. Harga dirinya sebagai laki-laki terlampau tinggi hingga menangis di depan orang lain merupakan aib baginya.
"Jangan sentuh aku, kau bau!" Segera kulepaskan pelukannya, meraih belanjaanku kemudian membuka pintu apartemenku, "Kau boleh menginap kalau mau, tapi maaf tempat tinggalku-"
"Sempit dan bau. Begitu 'kan?" Potongnya dengan senyum tipis. Sangat tipis. Aku yang mendengarnya kontan menggeram namun segera menghela napas panjang. Ini bukan saat yang tepat untuk berkelahi. Aku memilih mengabaikannya dan masuk dengan Todoroki yang mengekoriku.
"Kau bisa mandi sekarang sekarang sementara aku akan membuatkanmu makan malam," Ujarku sembari menata bahan makanan di lemari pendingin. Ia terdiam beberapa saat, "Tidak perlu. Aku tidak lapar-"
Kruukkkk~
"Ku anggap itu sebagai jawaban 'iya'", Todoroki menekan perutnya yang berbunyi nyaring. Tentu saja ia lapar. Meladeni tiga alpha saat heat pasti menguras banyak tenaganya dan aku sangat kesal begitu menyadarinya tanpa bertanya padanya. Sangat kesal hingga sebutir telur dalam genggamanku hampir pecah.
***
"Senpai, aku sudah selesai, kau lambat!" Seru Todoroki dengan nada malas. Ia tengah duduk bersilah sembari menyandarkan setengah wajahnya di atas meja makan.
"Ambil sendiri makananmu. Kau pikir aku pembantumu hah?!" Teriakku dari dapur. Tak ada jawaban. Ku pikir dia ketiduran.
"Woi, bangun!" Todoroki mengangkat kepalanya saat merasakan seseorang menendang pinggangnya, "Jangan menjadikan pengorbananku sia-sia!" Sambungku sembari meletakkan semangkuk ramen di atas meja kemudian duduk berhadapan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scum
FanficSejak kapan, segalanya terasa begitu manis layaknya setoples manisan yang tak pernah kosong. Terus bertambah dan bertambah, hingga rasa manis itu berubah menjadi pahit. Ini kah yang di sebut cinta, atau sekedar hasrat untuk saling memenuhi? Jangan p...