Chapter 14

581 66 7
                                    

Flashback on:

"Terimakasih telah berkunjung," Sepasang kekasih tersenyum ke arahku kemudian berjalan keluar. Sejurus dengan itu lonceng berbunyi pertanda pelanggan lain datang. Aku bersiap, menyambutnya dan mempersilahkannya duduk. Mencatat menu yang dipesan, dan menyerahkannya kepada barista.


Suasana yang tenang. Musik mengalun lembut memenuhi seisi kafe. Sudah satu bulan aku bekerja di tempat ini sebagai seorang pelayan kafe.

"Hei, Shoto, aku sangat-sangat iriii padamu!!" Merasa namaku disebut aku menoleh ke arah pria berkumis yang berjalan beriringan dengan langkahku. Kami baru saja membuang sampah di tempat pembuangan.

"Kau tau, semenjak kau bekerja di sini pelanggan wanita semakin membeludak!"

"Itu tidak ada hubungannya dengan sikap iri yang kau maksud." Timpalku datar. Seperti biasanya.

"Tentu saja ada! Mereka selalu curi-curi pandang melirik ke arahmu! Padahal aku yang tengah melayani mereka. Ah.. dasar tampan!" Ayato menyandarkan sikunya ke bahuku. "Apa-apaan kaos pendek ini. Mentang-mentang memiliki otot trisep."

Aku hanya menghela napas pendek, "Suhu udara semakin panas karena itu aku memakai kaos pendek,"

"Ya,ya, sebentar lagi musim panas yang panjang datang. Ah.. pasti banyak gadis-gadis bohai yang datang. Siapkan baik-baik mata keranjangmu!"

"Aki tidak tertarik dengan itu,"

"Hah kau tidak menyukai wanita?!"

"Aku suka soba dingin," Ayato terdiam tercengang. Mungkin heran lantaran aku membandingkan wanita dengan soba yang hanya nama makanan. Peduli setan!

"Soba? Ah aku mengerti. Itu cocok untuk hidangan musim panas," Ayato setengah berlari mengejarku. Ponselku tiba-tiba berdering. Aku segera mengangkatnya.

"Ayato-san, pergilah dulu. Aku akan menyusul," Pintaku dan untungnya dia mengerti. Tak perlu ada interogasi tidak penting.

"Yo, Shoto-kun," Suara dari seberang sukses mencuri fokusku.

Suara ini.. sudah lama aku tidak mendengarnya. Suara orang yang sangat ku kagumi. Penyelamatku.

Boku no hero...

"Touya-nii?" Tanyaku dengan suara tercekat oleh sesuatu yang tidak bisa ku pahami.

"Aku ingin bicara denganmu,"

Hatiku bersorak ria mendengar keinginan orang di seberang.

Aku juga ingin membicarakan banyak hal denganmu, Nii-san...

Namun, ada luka yang menusuk begitu dalam. Terlalu dalam hingga mampu mencegahku untuk berlama-lama menghabiskan waktu dengnnya.

"Aku sedang sibuk,"

"Ayo lah, sebentar saja. Lihatlah taman yang ada di seberang jalan,"

Aku mengedarkan pandanganku ke arah taman yang ada di seberang jalan. Seorang pria berpakaian hitam nampak duduk di kursi taman. Menyeringai menatapku. Rambut merahnya telah berubah. Hitam legam seperti kehidupannya.

"Aku akan ke sana," Kututup ponselku dan berjalan menuju pria di seberang sana.

"Apa maumu?" Tanyaku penuh selidik. Ia yang semula memainkan ponselnya mendongak.

"Duduklah dulu," aku menuruti ucapannya. Mengambil jarak sejauh mungkin di atas kursi panjang yang mungkin cukup untuk empat pria dewasa.

"Mau satu?" Touya menyodorkan satu batang rokok. "Tidak. Terima kasih," Tolakku seraya menyingkirkan rokok yang ada di depanku.

ScumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang