Jam menunjukkan pukul 11 malam ketika Bakugo membuka pintu rumahnya.
"Tadaima!" Ujarnya malas sembari meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Juga kalau bisa, ia ingin mendinginkan kepalanya yang terasa panas oleh amarah Andou-san. Lelaki tua itu telah mengetahui apa yang Bakugo sembunyikan di apartemennya. Entah ia mengetahuinya dari mana dan yang paling parah Bakugo tidak bisa berbohong saat diinterogasi. Ia justru balik membentak pria paruh baya itu.
"Bukan urusanmu, pak tua! Aku merawat kandang sempit itu dengan baik. Kau juga tidak rugi sama sekali! Akan ku buktikan kalau aku bisa mengatasi setiap masalahku. Tidak akan terjadi apa-apa, aku jamin itu!!"
Kembali pada Bakugo yang telah melepas sepatunya.
Tak ada sahutan dari lawan bicara yang diharapkan. Ia hanya memutar bola mata malas sembari meletakkan bungkusan ke atas meja.
"Aku membawa soba dingin seperti yang kau inginkan. " Bakugo menggeser pintu kamar mencari keberadaan Todoroki yang ternyata nihil. Hari ini, ia memang tidak mendapati batang hidung Todoroki, namun ini terlalu larut bila Todoroki belum pulang ke rumah. Biasanya, ketika Bakugo pulang dari kerjanya, Todoroki tengah duduk manis di meja belajar.
"Woi, Setengah-setengah sialan?!" Suara berat Bakugo memenuhi seisi rumah namun yang ia dapatkan hanyalah keheningan nan menyelimuti hingga terdengar suara pintu yang dibuka dan ditutup tanpa jeda, disusul suara vas bunga yang pecah menggerakkan tungkai kaki Bakugo untuk bergegas menuju pintu masuk. Ia terkejut mendapati Todoroki telah terduduk menyandarkan punggungnya pada pintu.
"Woi- Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?!" Bakugo bertanya dengan khawatir sembari mengguncang bahu Todoroki. Namun, Todoroki hanya diam. "Teme! Katakan, apa yang terjadi? Jelaskan padaku!!" Tanyanya lagi.
Ada kecurigaan terbesit ketika penciumannya menghirup aroma nikotin dari pakaian yang Todoroki kenakan, namun perhatiannya teralihkan oleh Todoroki yang tiba-tiba limbung dan jatuh ke dalam pelukannya.
Kerutan di kening pada wajah Todoroki yang biasanya datar menyiratkan rasa sakit yang teramat sangat. Jemarinya meremas perut bagian bawahnya dan napasnya terengah menahaan perih di bagian bawahnya.
Pipi pucat ditepuk beberapa kali oleh sang alpha yang mengharapkan respon berarti. Ia benar-benar dilanda rasa khawatir terlebih setelah manik merah ruby menangkap cairan merah yang mengalir dari celana pemilik surai dwi warna, merembes di pakaiannya dan membasahi lantai.
"Hei, kau bercanda 'kan?" Pertanyaan retoris Bakugo terlontar. Pertanyaan yang penuh penekanan di setiap kata. Buru-buru ia mengalungkan tangan sang omega ke batang lehernya. Tangannya sendiri memapah punggung Todoroki sementara satu tangan ia letakkan di bawah lipatan kaki Todoroki.
"Bertahanlah sebentar, aku akan membawamu ke rumah sakit," Terangnya sembari mengangkat tubuh Todoroki.
"Bakugo, dingin...," Racau Todoroki lemah, seraya meremas kaos bagian dada Bakugo. Suaranya sangat kecil namun samar Bakugo dapat mendengarnya. Ia menunduk. mengangguk. Membuka pintu dan segera keluar. Tak peduli pada merah darah yang mengotori tangan dan kaos putih polos yang ia pakai.
Sungguh, Bakugo mengadu dalam hati. Andai saja, ia memiliki kendaraan bermesin seperti motor atau mobil, mungkin dalam lima menit adik kelasnya yang menyebalkan itu telah berbaring di atas ranjang rumah sakit, mendapat penanganan dari dokter. Namun, yang ia miliki hanyalah sepasang kaki yang kini dipaksa berlari di tengah gelapnya malam.
Lelah memang, tetapi satu-satunya yang ada di dalam pikirannya adalah bagaimana cara agar Todoroki bisa selamat. Karena kondisinya benar-benar mengkhawatirkan. Keringat dingin mengucur, wajah putihnya pucat bak mayat, denyut nadi melemah, dan kulitnya yang tetap dingin walau berada dalam pelukan hangat Bakugo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scum
FanfictionSejak kapan, segalanya terasa begitu manis layaknya setoples manisan yang tak pernah kosong. Terus bertambah dan bertambah, hingga rasa manis itu berubah menjadi pahit. Ini kah yang di sebut cinta, atau sekedar hasrat untuk saling memenuhi? Jangan p...