Orang bisa tiba-tiba berubah, karena Allah membolak-balikkan hatinya
~Untukmu Imamku~
.
.
.Pintu kamar di ketuk. Membuat mereka berdua menoleh ke pintu. Ekspresi Ning Naira yang masih membelakkan matanya, dan Gus Aidar yang hanya menatap istrinya.
Ning Naira berdiri dan pergi membuka pintu. "Ya?" tanyanya saat pintu sudah terbuka. Dan orang yang membuka pintu adalah salah satu abdi ndalem baru.
"Waktunya sarapan, Ning," ucapnya menundukkan kepalanya. Ning Naira mengangguk tersenyum.
"Kamu yang namanya Mbak Falin bukan?" tanya Ning Naira memastikan. Perempuan itu mendongak sedikit. Lalu mengangguk pelan.
"Nggeh, Ning." Ning Naira yang mendengarnya tersenyum.
"Saya lihat, umur kita tidak beda jauh, 'kan ya Mbak?" Falin yang mendengarnya hanya mengangguk.
"Nggeh, mungkin Ning. Saya 25." Ning Naira sedikit terkejut, ia kira sama dengannya ternyata beda 2 tahun lebih tua.
"Saya permisi, Ning." Falin beranjak pergi. Dan Ning Naira hanya menganggukkan kepalanya. Ning Naira kembali memasuki kamar. Dan mengajak Gus Aidar keluar untuk sarapan.
Saat sudah sampai di meja makan, belum ada Nyai Fatima dan Kyai Ali belum ada di sana. Mereka berdua hanya menunggu. Gus Aidar sesekali mengajak istrinya itu bicara, tapi di abaikan.
"Nduk, jangan diemin gitu lah." Lagi-lagi Gus Aidar tak mendapat sahutan.
"Assalamualaikum," salam seseorang yang baru masuk ke area dapur. Sontak mereka berdua menoleh.
"Davi?" ucap keduanya. Ya, yang baru datang adalah Davi beserta kedua orang tuanya dan tak lupa juga adiknya.
Memang sudah menjadi kebiasaan, Ning Mawar, suami dan juga anak-anaknya akan berkunjung pada hari kamis, jika tidak hari jum'at.
"Hai Bibi, hai Paman," sapa Davi. Mata Davi langsung mengarah ke makanan yang tersedia di meja makan.
"Davi mau makan?" tawar Ning Naira. Davi yang mendapat tawaran itu langsung mengangguk. "Nanti ya, nunggu Mbah."
"Naem ... nem nam," celoteh Naina membuat orang yang ada di ruangan itu sontak tertawa.
"Naina juga mau makan?" ucap Ning Mawar menggoda putrinya itu.
"Ini apa kok rame-rame?" Nyai Fatima datang bersama Kyai Ali. "Oh ada cucuku, pantes rame," lanjut beliau saat melihat kedua cucunya.
"Mari makan," ucap Yai Ali duduk di kursi yang biasa beliau duduki. Semua patuh dan duduk.
"Ya gitu dong. Ummah tuh pengen sarapan bersama sama cucu, menantu dan anak Ummah," ucap Nyai Fatima.
Sebab sebelum-sebelumnya, suami Ning Mawar, tidak ikut sarapan bersama. Makan dari itu, Nyai Fatima meminta pada putri dan menantunya itu, saat berkunjung tidak makan dulu, biar bisa makan bersama.
Selesai sarapan, Ning Naira memberesinya, dan segera mencuci perlengkapan yang kotor lainnya. Sedangkan yang lain sedang berkumpul di ruang keluarga, dengan menonton tivi. Bukan menonton, lebih tepatnya di tonton oleh tivi.
Dengan sofa berbentuk 'L' yang di duduki oleh Yai Ali beserta Nyai Fatima, dan juga Ning Mawar dan suaminya. Sedangkan Gus Aidar dan istrinya duduk lesehan, yang beralaskan karpet bulu. Dengan Naina berada di pangkuan Ning Naira.
Di satu sisi lain, ada orang yang melihat keharmonisan keluarga mereka. Ada senyum yang terukir di bibirnya. 'Bagaimana aku bisa menghancurkam kebahagiaan keluarga yang terlihat harmonis itu, mungkin sudah saatnya aku menyerah. Aku dan kamu, memang tidak di takdirkan berjodoh, Gus.' batinnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Imamku
RomanceSpritual-Romance Seperti sudah biasa, jika seorang anak kyai di jodohkan dengan pilihan orang tuanya. Kisah ini menceritakan tentang perjodohan antara Gus Aidar Farid Asyraf dengan Ning Naira Sazia Akyra. Pernikahan yang tak diinginkan oleh sang me...