"Kalau begitu, tidak saya izinkan kamu pergi." Ucapan Gus Aidar membuat aku langsung menatapnya tak terima. Apa-apaan ini, tadi malam juga sudah di beri izin.
Gus Aidar tersenyum. Entahlah senyum apa manis apa mengejek. "Kamu pasti tau kan, istri tidak boleh meninggalkan rumah tanpa izin suaminya?"
Aku mengangkat satu alisku. "Bukankah tadi malam sudah di beri izin?"
Gus Aidar terlihat tergagap. "S-saya berubah pikiran."
"Yaudah, nggak jadi pergi," putusku. Dari pada aku melihat suamiku bersedih melihat orang yang di cintainya menikah dengan orang lain 'kan?
Gus Aidar mengangkat bahunya acuh. Ia kembali berjalan ke salah satu bangku di meja makan. Lalu mendudukinya. Aku menggerutu kesal. "Yasudah, ayo," ucapku.
Gus Aidar menatapku. "Katanya nggak jadi pergi?"
"Gus saja bisa berubah pikiran, kenapa saya tidak?" jawabku. Benarkan apa yang ku katakan?
Gus Aidar tersenyum. Iya, senyum seperti meledek yang kulihat. "Oke tunggu, saya mau ganti baju dulu." Gus Aidar langsung beranjak menaiki tangga menuju kamar.
Gus Aidar telah kembali dengan pakaian kemeja berwarna Navy lalu sarung berwarna abu-abu. Aku melihat gamis yang kupakai, gamis berwarna Navy, jilbab berwarna abu-abu. Ah, mungkinkah Gus Aidar sengaja menyamakan pakaiannya denganku?
"Ayo," ajaknya. Aku mengangguk mengikutinya. Aku berjalan di belakangnya, tiba-tiba saja Gus Aidar berhenti. Ia meraih tanganku untuk di genggamnya. Lalu menariknya pelan sampai aku setara dengan ia berdiri. Aku tersenyum tipis.
.
.
.Aku dan Gus Aidar telah sampai di rumah Fiya. Sekarang sudah acara resepsi, aku tak bisa melihat prosesi ijab qobulnya tadi.
Aku memberi selamat pada Fiya dan Raffa. Aku menangkupkan kedua tanganku pada Raffa. Iya, aku kenal dengan Raffa, sebab dia juga temanku. "Terima kasih, Ning," ujarnya saat aku memberi selamat.
Aku membalasnya tersenyum tipis. "Kan sudah aku bilang, jangan panggil Ning lah, Naira saja."
"Oke-oke."
Aku, Raffa dan Fiya tertawa.
"Selamat Fiya, aku do'akan langgeng. Aamiin."
Fiya langsung memelukku. "Aamiin, makasih, Ning-ku."
Sudah tiba saat Gus Aidar berhadapam dengan Fiya. Aku terus memperhatikannya. 'Semoga tak ada kejadian yang membuatku sedih lagi,' batinku.
"Selamat," ucap Gus Aidar.
Fiya mengangguk. "Nggeh, terima kasih Gus."
Gus Aidar langsung meraih tanganku untuk di genggamnya. Di tariknya menuju ke area tempat makanan. "Mau makan apa?" tanya Gus Aidar menatapku.
"Samain aja."
"Sate nggak papa?"
Aku mengangguk.
Aku mendudukkan tubuhku ke kursi kosong, sedangkan Gus Aidar mengambil makanan.
"Woi, Ra!" Suara itu tentu mengejutkanku. Aku menatapnya, siapa yang memanggilku dengan nada seperti itu.
"Ravi?"
"Iya, ini gue. Pa kabar?" Ravi duduk di hadapanku. Hanya terhalang oleh meja bundar.
"Baik."
"Gue denger, lo udah nikah?" ucapnya.
Aku mengangguk. "Iya."
Dia menganggukkan kepala. Entahlah wajahnya sedikit berubah. "Jahat lo!"
![](https://img.wattpad.com/cover/241505001-288-k10189.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Imamku
РомантикаSpritual-Romance Seperti sudah biasa, jika seorang anak kyai di jodohkan dengan pilihan orang tuanya. Kisah ini menceritakan tentang perjodohan antara Gus Aidar Farid Asyraf dengan Ning Naira Sazia Akyra. Pernikahan yang tak diinginkan oleh sang me...