Awas baper! 🤣
"Beneran?" tanya Naira memastikan ucapanku. Aku menganggukkan kepala.
"Tadi kenapa ndak makan, jadi laper 'kan," balasnya lagi. Aku terkekeh pelan, lalu mengusap rambutnya pelan.
"Yang tadi 'kan Mas belum laper, sekarang baru laper," ucapku membela diri.
Naira beranjak dari duduknya, lalu mengambil jilbab instannya, dan memakainya. "Kemana?" tanyaku.
Naira mengerutkan keningnya. "Tadi katanya njenengan laper, saya buatkan makanan lah, Gus. Kan tadi makanannya sudah habis," jawabnya
"Mas ikut," ucapku sembari beranjak dari duduknya. Naira pun begitu, ia berjalan keluar. Sedangkan aku mengikutinya.
Setelah sampai dapur. Aku duduk di kursi meja makan, sedangkan Naira membuka kulkas, melihat isinya. Ia menoleh ke arahku. "Gus, saya masak nasi goreng aja ya, bahan makanan sudah pada habis. Gak papa 'kan ya?" tanyanya.
Aku menghampirinya. "Ya, masak sesukamu. Mas akan memakannya," ucapku pelan. Ia langsung berbalik, berkutat dengan alat-alat dapur. Aku masih setia di belakangnya.
"Gus tunggu aja di meja makan," ucapnya sembari mengupas bawang.
"Nduk," panggilku. Ia masih tak mengalihkan pandangannya, tapi menyahutnya, meskipun dengan deheman saja.
"Di panggil mbok yo ngadep karo seng manggil," ucapku menggerutu. Ia langsung berbalik menghadapku.
"Nggeh wonten nopo?" ucapnya sembari tersenyum, yang menurutu di paksakan.
"Ndak ikhlas banget senyumnya," balasku sedikit ketus.
"Ada apa, Gus?" tanya Naira lagi. Mengabaikan ucapanku barusan.
"Jangan manggil Gus. Panggil Mas bisa?!" ucapku tegas. Sudah tak tahan aku jika ia terus memanggilku Gus.
"Nggeh, nanti kalau ndak lupa," jawabnya diiringi kekehan.
Aku menaikkan satu alisku. "Kalau lupa, Mas hukum ya," ucapku menantang.
"Dih ... kok gitu? Ndak bisa lah," sahut Naira sembari melanjutkan acara masaknya. "Hukumannya apa?" tanyanya yang masih sibuk dengan masakannya.
Aku berjalan mendekatinya. Menumpukan daguku di bahunya lalu berbisik, "Cium."
Aku melihat saat Naira langsung melebarkan matanya saat mendengar bisikanku tadi. "Kok hukumannya itu," protesnya.
"Ya terserah Mas dong. Bukankah itu hukuman yang manis?" ucapku menggoda sembari menaik turunkan kedua alisku.
"Manis apaan?" balas Naira lagi.
Aku langsung mengecup singkat pipinya dan aku langsung berlalu menjauh darinya. Duduk di salah satu meja makan.
"Guuuuuuuuuuss," pekiknya lumayan keras. Yang kuharap Abi dan Ummi tidak terganggu tidurnya. Apalagi Saka sama Davi yang terbangun.
"Kamu masih ingat 'kan hukuman tadi," ucapku dengsn kekehan. Seketika ia langsung kembali fokus ke makanannya.
Aku beranjak masuk ke kamar untuk mengambil ponselku tanpa sepengetahuan Naira. Setelah itu aku kembali duduk di tempat yang sama tadi.
Aku menatap punggung Naira yang sedang fokus memasak. Aku kepikiran untuk memfotonya, sangat kebetulan sekali sebab aku hanya memiliki fotonya satu saja. Selesai mengambil fotonya, kini aku beralih pada aplikasi berlogo hijau itu.
Lalu memposting fotonya, dengan caption 'Dear' di tambah emoticon love di akhirnya. Setelah itu aku meletakkan ponsel di atas meja makan. Sangat pas ketika Naira juga baru selesai memasak untukku. Lalu menghidangkan sepiring nasi goreng di hadapanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Imamku
RomanceSpritual-Romance Seperti sudah biasa, jika seorang anak kyai di jodohkan dengan pilihan orang tuanya. Kisah ini menceritakan tentang perjodohan antara Gus Aidar Farid Asyraf dengan Ning Naira Sazia Akyra. Pernikahan yang tak diinginkan oleh sang me...