bagian 16

3.4K 367 26
                                    


🌾Selamat membaca

1 minggu selanjutnya...

Hari ini adalah hari penentuan nilai seluruh siswa dan siswi di sekolah penuh murid berprestasi tersebut. Semua murid sudah di kumpulkan di dalam kelas masing-masing. Termasuk Bintang, anak itu sudah merasakan hawa tak sedap. Takut bila nilainya nanti tak memenuhi kemauan sang kakak.

"Baik anak-anak, sebelum kita bagikan hasil laporan nilai kalian ibu mau menyampaikan terima kasih. Dan selamat bagi juara di semester 1 ini." Ujar wali kelas Bintang dengan lantang yang semakin membuat jantungnya berdisko.

"Duh, kalo nilai gua turun gimana ya? Bisa tamat riwayat hidup gua." Ujar Bintang dalam hati.

"Kita mulai ya, untuk juara 3 semester ini jatuh kepada Adinda Namira dengan rata-rata 97,03. Silakan maju ke depan." Nama pertama sudah disebutkan dan jelas bukan namanya. Hal itu membuat Bintang semakin takut saja dengan hal terburuk yang ia dapat.

"Untuk juara kedua jatuh kepada ananda Bintang Adelio Aarav dengan rata-rata 97,89. Bintang, silakan maju ke depan." Dan hal yang ia takuti itu nyata terjadi. Peringkatnya turun ke ranking 2. Mungkin bagi sebagian orang itu hal biasa, tapi tidak untuknya. Bintang dalam masalah besar sekarang.

"Dan untuk juara pertama jatuh kepada Andrian dengan rata-rata 98,02. Silakan maju Andrian." Semua nama sudah disebutkan, Bu Rani selaku wali kelas saat itupun mulai membagikan bingkisan kepada muridnya tersebut yang mendapat perolehan nilai tertinggi.

Setelah pembagian bingkisan serta laporan nilainya, Bintang memutuskan untuk menunggu kakaknya yang belum kelihatan batang hidungnya itu di sekitaran halaman depan sekolah. Jam baru menunjukkan pukul 10 pagi, mungkin kakaknya masih sibuk.

"Udah selesai?" Bintang menoleh ke arah suara tersebut.

"Udah." Bintang menyauti perkataan pada Rafdan yang sudah berada disampingnya. Tanpa menunggu lama lagi, Rafdan memberi helm milik Bintang ke sang adik lalu menancapkan gasnya untuk segera pulang ke rumah.



//

Seharian Bintang tak keluar dari kamarnya. Ia hanya takut bila kakaknya nanti mengetahui penurunan nilai yang ia lakukan. Tapi ketokan pintu sudah membuat pendiriannya untuk berdiam diri dikamar membuyar. Rafdan sudah lebih dulu memanggilnya untuk keluar.

"Bintang!" Teriak Rafdan dari luar kamarnya.

"Mampus." Umpatnya dalam hati. Kini langkahnya mengarah ke pintu dan perlahan membukanya. Sosok Rafdanlah yang menyambut Bintang saat itu.

"K-kenapa sih?" Tanya Bintang seakan tak terjadi apa-apa. Rafdan yang saat itu diam mulai masuk ke kamar Bintang tanpa bertanya kepada sang adik. Dengan sigap Bintangpun mengikuti langkah kakaknya itu.

Dan yang benar saja, Rafdan mengambil laporan nilainya yang tak sengaja terletak diatas kasur empuknya. Rafdan lantas membukanya dan membaca buku berukuran cukup besar itu dengan seksama. Sedangkan Bintang, lelaki itu kini tengah mewanti-wanti. Takut kakaknya akan bertingkah gila lagi.

"Kenapa nilai lo turun?" Pertanyaan itu seketika membuat lamunan Bintang pecah. Ia berusaha untuk tak terlihat gugup walau tatapan tajam Rafdan yang kini ia hadapi. "G-gua ng-ngga tau." Jawabnya dengan ragu.

"JAWAB! NGGA MUNGKIN LO NGGA TAU KENAPA NILAI LO JADI GINI!" Bentakan itu sukses membuat Bintang memejamkan matanya karena kaget. Ia lalu menghela nafas, "Yaudahlah. Turun satu angka doang kok." Jawabnya tanpa rasa ragu.

B I N T A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang