bagian 20

3.6K 375 47
                                    


🌾Selamat membaca

"Papa?"

Pria yang disebut Bintang dengan sebutan papa itu lalu mendekat. Bintang tak mengerti apa tujuan dan maksud kedatangannya. Setelah mamanya yang muncul secara tiba-tiba, sekarang papanya.

"Gimana keadaan kamu, Bintang?" Pertanyaan itu seolah sampah yang keluar dari mulut ayahnya. Bintang mengalihkan pandangannya ke lain arah. Terlalu muak dengan semua yang telah ayahnya lakukan dimasa lalu.

"Ngapain sih papa kesini?" Tanya Bintang dengan aura dingin yang mendadak keluar darinya. Sang ayah kemudian semakin mendekat tapi Bintang kembali mengintrupsikan agar ia tak mendekat.

"Ngga usah dekat-dekat! Kalau memang papa kesini cuma karena hal yang ngga penting papa pulang aja." Ujar Bintang yang masih kekeh tak ingin menatap ayahnya yang sedang tersenyum aneh ke arahnya.

"Kamu berubah ya sekarang. Ayo dong, ini papa lho. Ngga kangen?" Ujar ayahnya yang semakin membuat Bintang tak nyaman. Tak lama langkah kaki yang tadi terhenti kini kembali mendekat ke Bintang. "Jangan ngedekat gua bilang!" Kata kasar yang seharusnya tak ia ujarkan pada orang tuanya itu seketika keluar dari mulut Bintang.

Tapi perkataan itu seakan tak diperdulikan oleh ayahnya, pria itu tetap saja mendekat hingga menarik tangan Bintang kasar. Tapi untunglah kekuatan Bintang cukup kuat sehingga ia tak sampai terjatuh ke lantai.

"Apa-apaan sih pa?! Lepasin!" Ujar Bintang seraya melepaskan tangannya yang ditarik oleh ayahnya itu.

Brak...

"Lepasin adik gua!" Suara dobrakan pintu itu membuat pergerakan Pria angkuh yang sibuk menarik tangan bintang tadi terhenti. Sosok Rafdan sudah lebih dulu mengusik kegiatannya tadi.

"Rafdan? Yatuhan, udah banyak berubah ya kamu, nak." Rafdan seakan ini muntah mendengarnya. Nak, sejak kapan kata itu ia letakkan diakhir kalimat seperti sekarang?

"Jauh-jauh papa dari adik aku!" Rafdan mendekat ke sang ayah dan mendorongnya menjauh dari Bintang yang tampak sudah sangat ketakutan itu. Bintang juga tampak bersembunyi dibelakang punggung Rafdan. Meminta perlindungn dari sang kakak tepatnya.

"Astaga Rafdan. Berani ya kamu dorong papa?!" Amarah itu tiba-tiba mengkoar dari wajah Pria paruh baya di hadapan Rafdan sekarang. Namun seakan gentar Rafdan kemudian mendekat, "Papa aja berani ninggalin kita. Masa aku ngedorong papa aja ngga berani?" Tertampar dengan perkataan itu, ayahnyapun terdiam.

"Kalian berdua benar-benar udah banyak berubah. Papa harap kamu cepat sembuh ya, Bintang. Papa permisi dulu, ada pekerjaan yang harus papa selesaikan."

"Ngga peduli juga." Gumam Bintang.

Tak lama ayahnya itupun pergi. Ntah mungkin karena ucapan Rafdan yang terlalu menusuk atau apapun, ntahlah. Rafdan menghela nafas sejenak, lalu beralih ke Bintang yang yang dari tadi terdiam.

"Lo ngga diapa-apainkan sama papa?" Tanya Rafdan seraya memperhatikan sekujur badan Bintang. Adiknya tampak menggeleng. Tapi Rafdan mengerti, ketakutan yang dialami Bintang saat ini. "Ngga usah takut, denger?" Ujar Rafdan. Bintangpun mengangguk sambil tersenyum ke arah kakaknya.




//

Karena keadaan Bintang yang terus membaik, dokterpun akhirnya memperbolehkannya pulang dengan syarat menjaga makanannya serta tak terlalu memforsir badannya untuk melakukan pekerjaan yang berat dulu.

Setelah sampai dirumah, Bintang langsung mengunci diri di kamar. Sikapnya tiba-tiba berubah setelah bertemu dengan sang ayah. Rafdan yang sadar akan hal itu hanya bisa diam. Membiarkan ini semua berlalu dengan sendirinya.

Tok

Tok

Tok

"Bintang! Buka dulu!" Ujar Rafdan dari luar kamar sang adik. Namun tak ada sautan dari dalam.

"Bintang!" Teriakan itu sukses membuat seseorang yang ada di dalam kamar itu akhirnya membuka pintu. Dan hal yang pertama Rafdan tangkap adalah wajah Bintang yang begitu tampak kusut.

"Apa?" Pertanyaan singkat itu menjadi bukti bahwa sang adik tengah tak baik-baik saja. "Lo masih mikirin kejadian tadi?" Tanya Rafdan.

"Engga." Jawabnya tanpa menatap Rafdan.

"Hah, yaudah. Makanan udah gua siapin dibawah. Lo mau makan dikamar apa di dapur?" Tanya Rafdan seraya memperhatikan Bintang yang masih setia terdiam itu. "Di dapur aja. Yok!" Bintang menarik tangan kakaknya menuju lantai bawah dengan spontan.

Sedangkan Rafdan, lelaki itu tak bergeming sedikitpun. Ia membiarkan badannya dibawa sang adik tanpa perlawanan. Ditariknya kursi yang ada di meja makan itu lalu duduk disana. Tanpa Bintang sadari, bahwa sang kakak kini tengah memperhatikannya.

"Lo kalau ada masalah cerita ke gua. Gua ngga mau -"

"Ngga ada masalah apa-apa kak, gua cuma lagi ngga mood ngapa-ngapain aja." Ucapan Rafdan sudah terpotong lebih dulu oleh Bintang. Rafdan yang sudah menyerah akan hal itupun mengangguk lalu mulai menyuap nasi yang sedari tadi sudah tersaji dipiringnya.

Setelah makan...

Mereka berdua tak langsung ke kamar, melainkan mendudukkan dirinya di sofa depan televisi yang menyala itu. Belum ada yang bersuara sama sekali. Bintang beberapa kali menatap Rafdan singkat, canggung rasanya bila seperti ini.

"Kak?" Panggilnya pada Rafdan yang tengah sibuk menonton acara televisi yang sedang tayang tersebut.

"Hmm."

"Menurut lo, papa kenapa ya datang mendadak kemaren?" Pertanyaan itu sontak membuat pikiran Rafdan yang tadinya fokus ke TV kini beralih ke pertanyaan sang adik.

"Ngga usah bahas yang udah lalu. Paling papa cuma mau tau tentang lo doang." Jawab Rafdan dengan raut dan nada datar khasnya. Bintang melamun sejenak, mencoba mengingat ketika sang ayah menarik paksa tangannya serta raut wajah yang sama sekali tak pernah Ia lihat.

"Lo belum minum obatkan?" Pertanyaan itu tak langsung adiknya jawab. Tatapan Bintang masih terfokus ke depan. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang adik, Rafdan lantas memukul lengan Bintang. Hal itu sukses membuat anak itu sedikit kaget.

"Kenapa sih kak?"

"Ambil obat lo terus minum sekarang!" Tampak keseriusan dari wajah Rafdan saat mengucapkan hal itu. "Gua belum mau tidur, Ntar aja." Jawab Bintang dengan santai.

"Ngga ada ntar-ntaran."

"Bentar lagi." Jawab Bintang kembali.

"Gua bilang ambil!" Bentakan itu seketika keluar dari mulut Rafdan. Terlalu lelah hari ini untuk menghadapi sikap Bintang.

"Lo kenapa sih? Dari semalam lo marah-marah ngga jelas sama gua." Amarah yang sudah Rafdan tahan sedari tadi tak dapat lagi ia pendam.

"GUA CAPEK ANJI*G! PUAS LO?!" Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi, Rafdan berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat yang sangat tak ingin ia ujarkan terlebih lagi kepada sang adik.

Bintang yang melihat itupun hanya bisa terdiam. Sepertinya keadaan tak pernah senang dengan kedekatan ia dan kakaknya. Terbukti setelah ujaran maaf yang ia layangkan semalam kini tak berarti lagi. Ia usao kasar wajahnya dan membaringkan tubuh ringkih itu disofa rumahnya.

"Kenapa gini terus sih? Dikit-dikit ngamukan." Tanya-nya dalam hati hingga tanpa sadar setetes air mata telah jatuh disudut matanya.





































[TBC]

Maaf banget part ini pendek, insyaallah aku bakal usahain panjang deh😉

Makasih yang udah baca sampai habis, udah vote dan komen jugaa😘

MAKASIH BANYAAAAAK💜💫

B I N T A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang