🌾Selamat membaca
Agra memutuskan untuk pulang karena hari sudah menjelang tengah malam. Sedangkan Rafdan, lelaki itu tengah asyik mempehatikan setiap inci wajah sang adik yang masih terlelap dengan selimut tebalnya. Ntah mengapa, setiap melihat wajah itu pikiran buruk slalu datang ke otaknya.
"Eungh..." Rafdan yang mendengar itupun bersiaga, takut kaki Bintang yang masih terlihat bengkak itu terlalu banyak bergerak dan semakin terasa nyeri. "Sshhh... Jangan banyak gerak." Bisiknya sambil memperbaiki bantalan kaki Bintang dan selimutnya. Tanpa sadar telapak tangan nan hangat itu tengah Rafdan genggam.
Uhuk
Uhuk
"Kak haus." Ujarnya dengan mata yang masih terpejam. Rafdan yang mendengar itupun langsung mengambil air mineral yang ada diatas nakas Bintang lalu memberinya ke sang adik. "Sini gua bantu." Rafdan membantu Bintang untuk duduk dan bersandar didada bidangnya. Ia lalu menyodorkan air tadi ke mulut sang adik dengan perlahan.
"Lo tidur dikamar gua aja. Dingin kalo disini." Tawar Rafdan pada Bintang yang tak menjawab pertanyaannya sama sekali itu. Adiknya malah diam sambil sesekali memijat kepalanya yang terasa pusing. Rafdanpun menghela nafas, ia segera berdiri dan mengangkat lengan sang adik.
"Ayo ke kamar gua!" Ujarnya dengan lebih dingin. Bintang yang mendegar ucapan kakaknya itupun tak bisa membantah. Ia bisa saja melawan, tapi tidak untuk sekarang. "Ga sanggup jalan." Ujar Bintang pula. Apa yang ia katakan memang benar. Badannya kini sudah serasa remuk. Apa boleh buat, Rafdan akhirnya membalikkan tubuhnya lalu berjongkok membelakangi adiknya itu.
"Naik!" Tegasnya. Hal itu sontak membuat Bintang sedikit tertegun melihat tingkah hangat kakaknya. Ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan, Bintangpun menurut dan mulai menggeser tubuhnya ke sisi kasur lalu perlahan naik ke punggung sang kakak kemudian mengalungkan tangannya dileher Rafdan.
Setelah dirasa sudah, Rafdan mulai berdiri dan melangkah keluar dari kamar Bintang lalu berjalan pelan ke kamarnya. Ia mendudukkan pelan Sang adik dikasur empuk miliknya kemudian menyalakan penghangat ruangan yang tersedia dikamar pribadi miliknya tersebut.
"Eh selagi lo bangun, makan dulu abis itu minum obat." Ujar Rafdan yang tengah menyiapkan obat yang diberikan Dokter Ryan tadi. "Gua hangatin makanan lo dulu. Jangan tidur, denger?!" Perintah Rafdan dengan tegasnya yang langsung diangguki Bintang.
15 menit kemudian...
Rafdan akhirnya tiba dengan bubur hangat ditangannya. Ia letakkan mangkuk tersebut di nakas Bintang lalu mengaduknya secara perlahan. Rafdan juga sesekali memperhatikan Bintang yang terus menatapnya aneh.
"Ngapain sih lo ngeliatin gua gitu?" Ujar Rafdan dengan kesal. Bintangpun terkekeh halus mendengarnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Ngga ada. Ngeliat lo kayak gini gua jadi keinget mama." Jawaban Bintang tersebut sontak membuat Rafdan terdiam dari kegiatannya. Ia menoleh sejenak ke arah Bintang yang sedang tertunduk itu.
"Dulu mama yang suka nyiapin bubur kalo gua lagi sakit kayak gini. Gua inget banget, pas kita berantem disekolah, abis itu gua sakit, Terus mama marah sama lo. Gua coba nenangin mama eh malah digaplok. Mana sakit lagi." Ujar Bintang dengan tatapan sendunya. Mencoba menghalau cairan bening itu keluar dari sudut matanya.
"Ngga usah bahas itu, makan!" Ujar Rafdan yang masih kentara dengan nada dinginnya.
"Sorry ya kak, mama papa pisah gara-gara gua. Sorry udah bikin hidup lo ga tenang selama ini." Tak dapat menghalau air mata yang turun itu, Bintangpun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rafdan yang melihat itupun kembali menghela nafas melihat Bintang seperti sekarang.
"Hidup gua bakal makin ngga tenang kalo ngeliat lo begini." Jawab Rafdan dengan sepenuh hati. Namun Bintang tak bereaksi apapun. Ia masih tampak menutup wajahnya dengan bahu yang juga masih tampak bergetar. Rafdanpun mencoba duduk didepan sang adik dan menatapnya penuh arti.
"Jangan nangis di depan gua. Gua ngga tau cara nenangin lo gimana." Ujar Rafdan seraya melepas tangan Bintang yang berusaha menutupi wajah basahnya itu. Air mata itu terus turun dari pelupuk mata Bintang. "Sorry." Ujarnya lagi.
"Hmm. Udah buruan makan, percuma gua hangatin nih makanan kalo ujung-ujungnya dingin juga." Rafdanpun mengambil bubur tersebut, maniupnya beberapa kali lalu mengarahkan sendok tersebut ke mulut Bintang.
//
Setelah diberi obat, Bintang akhirnya tertidur pulas dikamar Rafdan. Penghangat ruangan dikamar kakaknya itu cukup membuat tidurnya nyaman malam ini. Sedangkan Rafdan, lelaki itu tampak diam disofa kamarnya. Ntah mengapa perkataan adiknya tadi membuat hatinya meringis sedih. Ia memijat pelan pelipisnya.
"Kak!" Suara serak itu tiba-tiba terdengar dari mulut Bintang. Rafdanpun yang terpanggil menoleh ke sang adik. "Kok lo belum tidur?" Tanya Rafdan dengan nada tenangnya.
"Lo tidur disini aja. Ntar badan lo sakit kalo tidur disofa." Ujar Bintang sambil mendudukkan badannya. Rafdan tak menjawab apa yang Bintang ucapkan. Ia masih setia dalam diamnya. "Gua ngga enak kalo lo tidurnya disofa. Buruan sini!" Ucap Bintang dengan nada rengekan yang sangat Rafdan benci itu.
"Iya-iya." Rafdanpun jalan mendekat ke arah ranjang miliknya. Menimbun beberapa bantal lalu tidur disana. Ia tidurkan badannya membelakangi sang adik. Canggung rasanya bila seperti Ini, ia yakin Bintang tengah memperhatikanya sekarang.
"Ngga usah liat-liat! Gua colok juga mata lo ntar." Ujar Rafdan tanpa melihat ke belakang sedikitpun. Namun tak ada sautan sedikitpun dari sang adik. Biasanya Bintang akan menjawab bila ia tengah mengoceh. "Tumben lo diem?" Ujarnya sekali lagi, namun sunyi yang menjawab itu semua.
Karena penasaran ia balikkan badannya dan mendapati Bintang yang sudah tertidur pulas dengan bantal panjang yang ia peluk. Rafdam yang melihat itupun sedikit tersenyum melihat tingkah adiknya ini. Ia kemudian menaikkan selimut Bintang yang turun kemudian menyibakkan rambut Bintang yang menutupi mata.
//
Keesokan paginya, Rafdan memutuskan untuk kembali bersekolah setelah lama libur, Tapi tidak dengan Bintang. Rafdan hampir saja mengamuk karena Bintang yang terus memaksa untuk sekolah.
"Beneran gua ngga boleh sekolah?" Tanya Bintang sambil memperhatikan sang kakak yang tengah memasukkan buku ke dalam tas silver miliknya. "Udah beribu kali gua bilang, ngga usah sekolah. Ngeyel banget anji*g!" Ujar Rafdan tanpa menyaring perkataannya.
"Tapi kalo wali kelas gua marah gimana? Udah -"
"Nanti gua izinin ke wali kelas lo. Gitu amat susah." Jawab Rafdan dengan kesal karena Bintang yang terus memaksa. Bintangpun tak dapat membantah lagi. Kakaknya bisa semakin marah bila ia terus melawan.
Rafdan yang sudah selesai dengan kegiatannya tadipun menyandang tasnya kemudian membuka laci meja belajar miliknya, mengeluarkan obat Bintang kemudian meletakkan beberapa pil obat itu diatas nakasnya.
"Sarapan udah gua siapin dibawah. Dimakan! Jangan didiemin doang. Obatnya juga! Kalo ngga lo minum gua bantai beneran lo. Abis itu jangan kelayapan, lo kalo sakit nyusahin." Ancamnya pada sang adik. Bintang yang mendengar itupun mendengus bosan.
"Iya, siapa juga yang mau kabur. Udah sana berangkat. Ntar telat nyalahin gua lagi." Jawab Bintang dengan santainya.
"Coba aja lo kayak gini terus."
[TBC]
Happy new year semuaaa>o<
Baru sadar, part ini bener-bener khusus momen Bintang ama Rafdan aja. Maaf bgt ya kalo pendek😔😉Makasih bagi yang udah baca, vote dan rela komen juga😚😘
MAKASIH BANYAAAAAK💜💫
KAMU SEDANG MEMBACA
B I N T A N G
Teen Fiction"Gua udah berusaha dekat sama lo, tapi kayaknya kehadiran gua dari awal ngga lo terima, kak?" ... 'JAUH' mungkin Kata itu yang dapat mendeskripsikan Bintang dan Rafdan saat ini. Memiliki Dua kepribadian yang berbeda membuat jalan mereka tak searah...