🌾Selamat membaca
Bintang membuka matanya setelah seharian mata jernihnya itu tak kunjung terbuka. Matanya meneliti sudut ruangan yang kini ia tempati. Namun seketika dahinya berkerut melihat ruangan yang tengah ia tempati sekarang. Bukannya terakhir kali ia ditinggalkan Rafdan di tengah hutan? Ia segera mendudukkan badannya lalu ia sandarkan punggung yang masih terasa nyeri itu disandaran kasur milik kakaknya tersebut.
Pikirannya tentu belum terlalu jernih. Apalagi setelah perlakuan Rafdan yang mendadak menggila kemarin membuat psikisnya kembali terguncang. Jelas Bintang trauma akan hal itu. Merasakan sentakan hebat dari kaki Rafdan, dan pukulan yang bertubi-tubi jelas membuatnya ragu untuk dekat dengan kakaknya saat ini. Tapi bukan Bintang namanya bila ia menyerah begitu saja.
Ceklek...
Seorang lelaki perlahan masuk dengan segelas teh hangat ditangan kirinya. Ia juga tampak tersenyum tipis pada Bintang yang masih menatap orang didepannya tersebut. Laki-laki itu mulai mendekat ke arahnya dan memberinya segelas teh hangat yang ia bawa itu.
"Minum! Gua tau perut lo ngga enak." Ujarnya seraya memberi tehnya kepada Bintang. Bintangpun tak bisa menolak, walau sebenarnya ia tak terlalu suka teh. "Makasih kak." Jawabnya lalu dengan sukarela meminum minuman pemberian laki-laki yang ada didepannya tersebut.
"Udah diobatin belum luka lo?" Tanya nya dengan sedikit menyentuh luka yang ada diwajah Bintang secara pelan. Bintangpun hanya bisa menggelengkan kepalanya pertanda lukanya jelas belum diobati. Lelaki itu lantas berdiri dan mengambil kotak obat yang kebetulan ada diatas meja belajar Bintang.
"Gua ngga nyangka Rafdan ngelakuin ini. Sorry gua ganggu privasi lo, tapi sebenarnya lo ada masalah apa sih sama dia sampe bikin lo begini?" Tanya Lelaki itu seraya mengobati luka diwajah Bintang. Saat pertanyaan itu dilontarkan, Bintang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia belum siap menceritakan masalah selama ini pada sosok yang ada didepannya itu.
"Maaf kak Agra, gua bukannya ngga mau cerita. Gua cuma takut kak Rafdan marah lagi karena gua terlalu deket sama lo." Dapat Agra dengar tekanan dari setiap kata yang Bintang ucapkan. Ujaran Bintang barusan sukses membuat Agra bingung.
"Maksudnya? Dia ngga ngebolehin lo deket sama gua? Sumpah gua ngga ngerti masalahnya gimana?" Pertanyaan itu membuat Bintang tersenyum pedih. Terlalu sakit mengingat saat kakaknya melarang Bintang untuk tak ikut campur dengan kehidupannya, termasuk Melarang Bintang untuk dekat dengan orang yang Rafdan kenal.
"Kak Rafdan slalu ngelarang gua buat deket sama orang yang dia kenal termasuk lo, kak. Lo terlalu penting di hidup dia sampai dia takut lo pergi karena gua." Ujar Bintang dengan lirih. Jawaban itu sontak membuat Agra menggelengkan kepalanya. Sesepele itu hingga Rafdan bisa memukul adiknya seperti ini. Itulah yang ada dipikiran Agra kini.
"Istirahat aja! Biar gua yang bicara sama Rafdan." Ujar Agra sambil berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kamar. "Ngga usah! Biar gua aja yang nyelesain masalah ini sama kak Rafdan sendiri. Lo ngga perlu ikut campur kak." Bintang membuat langkahnya terhenti. Benar juga, ini masalah Bintang dan Rafdan. Sedangkan ia bukan siapa-siapa disini. Ada baiknya ia tak ikut campur dengan urusan mereka berdua.
"Hah, yaudah. Kalo gitu gua balik dulu ya? Kalo Rafdan ngelakuin yang ngga-ngga lagi, tinggal telpon gua. Nomornya udah ada dihandphone lo kok." Bintangpun tersenyum mendengar apa yang Agra ucapkan, Bintang menganggukkan kepalanya lalu membiarkan Agra berlalu.
Kini Bintang kembali sendiri, dari tadi ia belum menemui kakaknya. Karena penasaran, Bintangpun berusaha duduk dengan perlahan walau perutnya masih terasa nyeri. Belum lagi dadanya yang terasa terhimpit oleh sesuatu. Setelah berhasil duduk ia mencoba berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Ceklek...
Masih dengan keadaan yang sama, yaitu sepi. Ia melihat ke samping kirinya, tepatnya kamar Rafdan yang tampak tertutup rapat. Ia mencoba melangkahkan kakinya mendekat ke arah sana tapi suara pecahan kaca dari arah bawah lebih dulu membuat Bintang mengalihkan pandangannya ke arah lantai bawah rumahnya itu. "Kak Rafdan di dapur kali ya?" Tanya-nya seorang diri. Dengan langkah pelannya, Bintang turun ke bawah dengan memegang sisi tangga.
Dan yang benar saja, Rafdan tengah duduk dimeja makan sambil mengacak rambutnya. Bintang juga melihat pecahan kaca yang berserakan dilantai. Perlahan Bintang mendekat walau rasa takut itu masih menghantui pikirannya kini.
"Kak." Panggilnya dengan suara khas milik Bintang, Rafdan yang mendengar itupun menoleh ke arah Bintang yang tersenyum tipis padanya. "Ngapain lo turun?!" Tanya Rafdan dengan dingin. Bintang yakin kakaknya masih marah karena ucapannya kemarin.
"G-g-gua haus, iya gua haus." Jawab Bintang bohong. Ia lalu mendekat ke meja makan tempat kakaknya duduk lalu menuangkan air digelas kaca yang sudah ada diatas meja. "Gelasnya kok pecah?" Tanya Bintang yang sedang berusaha mencairkan suasana saat itu. Tapi diluar dugaan, suara Rafdan semakin terdengar dingin.
"Ngga usah banyak tanya! Balik lo ke kamar!" Perintahnya itu langsung diangguki oleh Bintang. Tak ada pilihan lain, ia hanya bisa mematuhi perkataan kakaknya itu sekarang, kalau tidak keadaan ini akan semakin runyam.
//
⏰06.40
Alarm berbunyi menandakan hari sudah pagi. Bintang membuka lalu mengerjapkan matanya lucu sambil melihat sekelilingnya. Yap, ia masih berada di kamar Rafdan. Perlahan ia bangkit lalu mendapati sang kakak tengah tertidur disofa memang sudah ada dikamar tersebut. Bintang menatap Rafdan penuh dengan hangat berharap Rafdan bisa berubah dan kembali menerimanya.
Tak mau berlama-lama, Bintang segera membawa langkahnya yang masih tertatih-tatih itu ke kamar mandi guna membasuh mukanya. Tak lupa ia juga mengganti bajunya dengan kaos lain. Saat keluar kamar mandi, ia juga tak lupa membangunkan sang kakak.
"Kak! Udah pagi." Ujarnya sambil mengguncang tangan kanan Rafdan. Rafdan yang merasa terpanggilpun mulai membuka matanya dan melihat Bintang sudah ada disampingnya. "Apaan!" Jawab Rafdan dengan nada kesalnya karena merasa tidurnya terganggu karena Bintang.
"Udah pagi. Ngga baik molor mulu." Jawab Bintang lalu berlalu begitu saja dari sana. Rafdan memperhatikan Bintang yang semakin menjauh tersebut dengan tatapan anehnya.
Bukan maksud Bintang untuk meninggalkan Rafdan begitu saja. Namun mengingat semalam kakaknya pasti belum makan membuatnya berniat membuatkan sarapan untuk Rafdan. Setelah melihat stok makanan didalam kulkas, Bintang memutuskan untuk membuat sandwich saja pagi ini. Ia buka plastik pembungkus roti lalu mengeluarkan dua potong roti tawar itu dan menatanya diatas piring kaca yang sudah ia siapkan. Tak lupa ia juga memasak telur dengan setengah matang.
Setelah berkutat dengan alat dapur, Bintang memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Hawa pagi ini cukup dingin, dapat ia lihat embun yang menghias langit pagi itu.
"Hah, sejuk banget." Ujarnya sambil menghirup udara nansegar itu.
"Ngapain lo?" Tiba-tiba Rafdan datang dari arah belakang yang berhasil membuat jantung Bintang hampir keluar saat itu.
"Ngga ada, udah lama aja ngga liat embun kaya gini." Jawab Bintang sambil tersenyum manis pada Rafdan yang masih menatapnya dingin. Namun senyumnya itu luntur saat Rafdan berjalan menjauh dari Bintang.
"Mau kemana?" Tanya Bintang dengan sedikit berteriak. Langkah kaki Rafdan terhenti lalu membalikkan badannya ke belakang tepatnya ke arah Bintang.
"Jalan." Jawab Rafdan seadanya. Namun hal itu kembali membuat senyum manis Bintang yang hilang tadi kembali.
"Ikut!" Bintangpun berlari ke arah Rafdan yang sudah pergi meninggalkannya terlebih dahulu.
[TBC]
Akhirnya up juga, rindu yaampum ama kalian wkwk😅
Oke, makasih yaa yang udh nunggu, vote sama komen juga. Sayang kalianlah pokoknya😘😚
MAKASIH BANYAAAAK💜✨
KAMU SEDANG MEMBACA
B I N T A N G
Teen Fiction"Gua udah berusaha dekat sama lo, tapi kayaknya kehadiran gua dari awal ngga lo terima, kak?" ... 'JAUH' mungkin Kata itu yang dapat mendeskripsikan Bintang dan Rafdan saat ini. Memiliki Dua kepribadian yang berbeda membuat jalan mereka tak searah...