bagian 10

4.5K 438 17
                                    

🌾Selamat membaca


Rafdan memutuskan untuk keluar dari kamarnya karena merasa lapar. Gelap, itulah yang pertama kali Rafdan lihat saat menginjakkan kedua kakinya ditepi pintu kamarnya. Dengan segera ia mencari saklar lampu lalu menyalakannya. Suasana yang dingin disertai suara guruh yang masih terdengar membuat aura rumah besar itu tiba-tiba sedikit mencekam.

Tak menunggu lama, Rafdan melangkahkan kakinya ke lantai bawah namun ia baru sadar Bintang tak keluar kamar dari tadi pagi. Dengan terpaksa Rafdan memasuki kamar adiknya itu. Sama dengan keadaan diluar tadi, gelap. Karena saklar lampu kamar Bintang ada disamping pintu, Rafdan mematikkannya dengan cepat.

Klik...

"Bintang?"

Rafdan melihat Bintang yang sedang berselimut tebal diatas kasurnya dengan badan yang membelakanginya. Rafdan yang ingin taupun mendekat namun ringisan itu seketika terdengar saat anak itu menggeliat tak nyaman disana.

"Bintang?" Panggilnya sekali lagi kepada adiknya itu. Karena tak ada sautan, Rafdan perlahan membalikkan badan ringkih itu dan mendapati Bintang yang bermandikan peluh diiringi ringisan.

Uhuk

Uhuk

"Bintang heh! Lo kenapa?!" Tanya Rafdan dengan sedikit berteriak. Namun tetap saja, Bintang tak menjawabnya. Tangan Rafdan dengan cepat menghapus peluh yang membasahi rambut dan kening Bintang. Ia membuka pelan selimut tebal yang menutupi badan Bintang dengan niat untuk membuat tidur anak itu kembali nyaman namun alangkah terkejutnya ketika melihat kaki Adiknya itu yang sudah membengkak dan dihiasi kebiruan disekelilingnya.

"I-ini kenapa?! Bintang!! Anjinglah" Rafdan yang melihat itupun mencoba berlari secepat mungkin kekamarnya lalu menelpon Agra untuk meminta tolong. Disaat seperti ini hanya dialah yang bisa diharapkan.


//

📞Agra bgst

Berdering...

"Halo, Dan! Tumben telpon pagi-pagi gini." Ujar Agra saat mengangkat telepon dari temannya itu.

"Gra, bisa ke rumah gua ngga?" Tanya Rafdan dengan deruan nafas yang dapat Agra dengar dari sambungan telepon tersebut.

"Eh anjir, lo kenapa?" Anak itu malah bertanya balik.

"Sumpah Gra nanya-nya nanti dulu. Cepetan!" Agrapun mematikan sambungan telepon tersebut dan langsung bersiap untuk kem rumah Rafdan.

//

Setelah menelpon Agra, Rafdan memutuskan untuk kembali ke kamar adiknya. Ia kemudian duduk ditepi ranjang Bintang lalu kembali menyibakkan rambut adiknya itu yang menutupi matanya. Rafdan menatap Bintang dengan sedikit sendu, ia memikirkan kondisi Bintang yang akhir-akhir ini sering sakit karena ulahnya.

Tak lama, suara ketokan pintu terdengar dari lantai bawah. Rafdan yang yakin itu Agrapun berjalan dengan cepat ke lantai 1 rumahnya lalu membukakan pintu besar tersebut.

"Masuk Gra!" Ujarnya yang langsung diangguki oleh temannya itu. Agrapun masuk mengikuti jalan Rafdan yang mengarah ke kamar Bintang. Namun ketika Rafdan hendak membuka pintu kamar Bintang, Agra sudah lebih dulu menarik tangannya.

"Lo nyakitin Bintang lagi?" Tanya Agra seakan mengintrogasi Rafdan saat itu. Rafdan yang melihat itupun menghela nafasnya. "Nanti gua ceritain." Jawabnya dengan tenang lalu kembali membuka pintu kamar Bintang dengan perlahan, Agrapun menyusul dari belakang.

B I N T A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang