bagian 18

3.5K 373 44
                                    


🌾Selamat membaca


Pagi ini keadaan Bintang masih sama, suhu badannya belum juga kunjung turun. Rafdan memutuskan untuk membawa adiknya ke rumah sakit terdekat. Pihak keamanan puncak turut membantu Rafdan membopong tubuh Bintang yang tak bertenaga itu untuk turun.

Setelah sampai dibawah, Bintang segera dimasukkan ke mobil Rafdan yang terparkir disana. Agra memutuskan untuk menyetir saja, agar Rafdan bisa menjaga adiknya dibelakang. Perjalanan ke rumah sakit memakan waktu kurang lebih 20 menit.

Sesampainya di rumah sakit...

Bintang langsung dilarikan ke UGD, sedangkan Rafdan dan Agra masih menunggu di luar. Rafdan tak tahu mengapa keadaan Bintang bisa separah ini. Ia memijat pelan keningnya sambil mengusap kasar rambutnya. Agra yang mengerti tentang keadaan Rafdanpun bangkit.

"Lo capekkan? Gua beliin minum ya?" Tanya Agra dihadapan Rafdan yang masih memijat pelipisnya.

"Ngga perlu, gra. Lo duduk aja, lo juga pasti capek." Jawab Rafdan dengan seadanya. Agrapun kembali duduk disamping sahabatnya itu dan membawa maniknya ke arah pintu UGD yang sudah terbuka.

"Gimana? Gimana keadaan adik saya dok?" Rafdan langsung menyerbu dokter yang baru saja keluar dari UGD itu dengan pertanyaan yang beruntun.

"Alhamdulillah, keadaan adik kamu sudah lumayan membaik. Demamnya juga sudah turun." Jawab Dokter tersebut sambil tersenyum ke arah Rafdan. "Jadi ngga ada hal seriuskan, dok?" Tanya Rafdan sekali lagi.

"Tidak, adik kamu sebentar lagi akan kami pindahkan ke ruang rawat. Saya permisi dulu kalau begitu." Rafdan menganggukkan kepalanya sambil menghela nafas penat. Ia kembali duduk di kursi tunggu itu, mengusap wajahnya pelan.

Tak lama brankar Bintang dikeluarkan dari UGD menuju ruang rawatnya. Rafdan lantas berdiri dan menghampiri Bintang yang tampak masih terpejam itu. Agrapun ikut bangkit dari duduknya, mengikuti Rafdan.

"Pasien masih dibius, sebentar lagi sadar kok. Kita langsung bawa ke ruang rawat ya?" Ujar perawat yang ada dihadapan Rafdan dengan ramah. Rafdanpun mengangguk lalu turut mendorong brankar sang adik ke tempat yang perawat itu arahkan.


//


Disinilah ia kini, menatap wajah pucat Bintang dengan lenguhan yang beberapa kali terdengar. Agra sudah lama pulang, mengingat hari yang sudah malam membuat Rafdan tak enak hati bila terus membebani sahabatnya tersebut.

"Eungh..." Mata itu tampak mengerjap.

"Bintang?" Rafdan lantas mendekat setelah melihat pergerakan sang adik. Menyibakkan rambut yang menutupi mata Bintang, hingga mata itu terbuka sepenuhnya.

"Kak..." Panggilnya dengan lirih.

"Kenapa? Lo haus? Mau gua ambilin minum?" Tanya Rafdan dengan cepat.

"Kenapa kesini? Kitakan lagi liburan?" Pertanyaan itu sontak membuat Rafdan mendengus kesal memdengarnya. "Lo ngga tau kemaren malam lo kaya udah mau sakaratul maut. Masih aja mikirin liburan." Jawab Rafdan tanpa menyaring perkataannya itu.

"Gua laper, tapi ngga mau bubur." Pinta Bintang dengan nada lesunya.

"Ya gabisa dong." Jawab Rafdan pula dengan sarkas. Bukan apa-apa, Rafdan hanya tak mau keadaan Bintang semakin menjadi karena makanan yang tak dijaga.

B I N T A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang