bagian 7

4.7K 512 21
                                    

🌾Selamat membaca

Rafdan melajukan motor yang dikendarainya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Nyawa adiknya ada ditangannya sekarang. Anak itu pasti sudah sekarat disana. Ia bahkan tak meninggalkan sebotol air mineralpun untuk Bintang. Benar benar bodoh pikirnya.

Setelah berkendara kurang lebih 10 menit, ia akhirnya sampai ditepi hutan tempat dimana ia menyeret Bintang ke dalam hutan nangelap tersebut. Ia lalu memarkirkan motor kesayangannya ditepi jalan lalu berlari ke dalam hutan tersebut. Gubuk itu sebenarnya tak terlalu jauh dari pinggir jalan. Hanya saja karena tak ada penerangan sedikitpun membuat Rafdan sedikit kesusahan menemukan Gubuk itu.

"Pake acara lupa bawa handphone lagi." Kesalnya saat memasuki hutan tersebut. Tapi hanya kegelapanlah yang menyambutnya di sana. Bahkan ia tak dapat melihat benda yang berada 2 meter dari hadapannya sama sekali.

"Arghhh bangs*t!" Umpatan itu keluar dari mulut Rafdan. Keringat dinginnya sudah mulai bercucuran. Apa ia kembali saja ke rumah Agra untuk meminta pertolongan? Rafdan tampak berpikir sejenak dan memutuskan untuk kembali ke rumah Agra.

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Rafdan lantas berlari menghampiri motornya. Kali ini ia kendarai motor itu dengan kecepatan penuh. Otaknya sudah benar benar kalut.



//

Sesampainya dirumah Agra...

Rafdan membanting pintu besar yang ada didepannya lalu berlari sekencang mungkin ke kamar temannya yang masih terlelap itu. Ia mengambil handphone yang ada di nakas Agra lalu membangunkannya.

"Gra! Agra! Gra tolongin gua!" Ujarnya sambil menggucang kuat tubuh Agra yang masih setia dalam mimpinya itu.
"AGRA!" Dengan suara lantang yang biasa ia gunakan untuk membentak Bintang akhirnya Agra pun bangun walau nyawanya belum terkumpul.

"Apa sih dan? Ganggu aja lo." Jawab Agra sambil mengusap matanya yang tak kunjung ingin terbuka.

"Bantuin gua! Woi Bangun dulu anji*g!" Rafdan yang kesal itu mulai mengeluarkan kata kata kotor dari mulutnya. Agra yang sadar akan hal itupun segera duduk dan bertanya.

"Apaan sih? Masih jam 2 bego." Ujar Agra dengan suara serak khas bangun tidurnya pada Rafdan yang sedang mengacak rambutnya.

"Tolongin gua please!"


//

Mereka berdua kini telah sampai di tempat Rafdan kunjungi tadi. Agra yang merasa anehpun melihat ke selilingnya. Kenapa Rafdan membawanya kemari? Itulah isi pikirannya saat itu.

"Kenapa sih Dan? Lo mau ngapain disini? Mana nih hutan ngeri lagi." Ujar Agra yang masih memperhatikan hutan yang ada didepannya. Rafdan yang mendengar itu tak langsung menjawab pertanyaan Agra, ia lebih dulu meninggalkan temannya itu dan berlari ke dalam hutan itu.

"Woi! Anjir ditinggal gua." Tanpa menunggu lama, Agrapun ikut berlari ke dalam hutan yang gelap itu. Ia hanya mengandalkan senter dari handphonenya saja. Hingga langkahnya terhenti saat melihat Rafdan yang sedang berusaha masuk ke dalam sebuah gubuk yang tak ada penerangan sedikitpun itu, Agra lalu menghampirinya

"Kenapa sih Dan? Sumpah daritadi lo diam aja." Tanya Agra dengan sedikit kesal melihat Rafdan yang tak ada menjawab satu pertanyaan darinya tersebut. "Tolong senterin, Gra!" Ujarnya seraya membuka gembok yang masih tampak terkunci itu.

Brak

Pintu itu terbuka lebar setelah Rafdan membuka gembok berwarna silver itu. Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung berlari ke dalam. Ia mengarahkan senternya ke seluruh ruangan tersebut hingga pandangannya terkunci pada sosok yang ia cari. Laki-laki yang terbujur lemas itu tampak tak bergerak sedikitpun. Rafdan pun berlari ke arah lelaki itu lalu membalik badannya. Sedangkan Agra tampak masih berdiri diluar gubuk itu.

"B-bintang?" Bibirnya mendadak kelu ketika melihat wajah Bintang yang sudah pucat pasi yang kini ada didekapannya itu. "Astaga! Dan, i-itu s-siapa?" Tanya Agra yang melihat seorang lelaki tengah Rafdan dekap dengan erat.

"Rafdan!" Mendadak suara Agra terdengar tinggi saat itu. Rafdan yang saat itu juga tak dapat berpikiran jernih mengacak rambutnya lalu menatap Agra yang masih terlihat kesal dan bingung atas apa yang terjadi ini.

"BINTANG!" Jawaban Rafdan sukses membuat Agra kembali terdiam. Apa yang sebenarnya yang tengah terjadi. Dan mengapa adik temannya itu bisa terkurung disini. Agra lalu mendekat dan ikut duduk disamping Rafdan yang tampak masih mencoba membangunkan Bintang.

"Gua ambil air bentar dimobil." Ujar Agra lalu berlalu dengan cepat ke mobilnya yang ia parkirkan ditepi jalan tersebut. Tak lama iapun kembali lalu memberi air mineral itu ke Bintang. Ia yakin, anak itu pasti dehidrasi. Dapat Agra lihat dari banyaknya keringat yang Bintang.

"Ini gimana? Dibawa ke rumah sakit apa -"

"Bawa ke rumah aja. Anterin gua balik." Potong Rafdan. Agra kembali terdiam melihat sikap Rafdan ini. Ntah mengapa temannya itu tampak tak acuh sesikitpun atas kondisi Bintang. Tapi apa boleh buat, ialah yang akan bertanggung jawab atas semua ini.

"Lo yakin ngga mau bawa Bintang ke rumah sakit? Kalau ada apa-apa gimana?" Agra mencoba meyakinkan Rafdan saat itu. Tapi raut wajah Rafdan menjawab itu semua. "Yaudah lo angkat dia, biar gua bukain pintu mobil." Merekapun mulai bergerak, Rafdan menaikkan sang adik ke punggungnya lalu berlari ke arah mobil Agra.

//

Setelah sampai dirumah, Bintang langsung dibawa ke kamar Rafdan. Baju yang lusuh itu Rafdan ganti dengan baju lain. Namun pergerakannya terhenti saat melihat memar kebiruan di dada Bintang. Ia yakin ini akibat dari tendangan yang ia beri semalam. Tak hanya itu, luka lecetpun memenuhi bagian wajah sang adik.

Tak ingin berlama-lama, Rafdanpun kembali melanjutkan kegiatannya tadi. Setelah dirasa selesai, iapun berjalan keluar kamar dan membiarkan Bintang beristirahat sejenak. Tanpa ia sadari Agra tengah menunggunya didepan kamar pribadinya tersebut.

"Agra?"

"Siapa yang ngalakuin itu ke Bintang? Kok bisa ia sampe kekunci disana? Mana memarnya banyak lagi." Seperti inilah Agra. Anak itu tampak konyol dan slalu bercanda, tapi bila sudah menyangkut nyawa orang yang ia kenal ia tak bisa main-main. Apalagi Bintang, adik teman karibnya itu.

"Ga ada apa-apa." Jawab Rafdan seadanya. Ia enggan memberi tahu hal pribadi ininke Agra. "Ga ada apa-apa gimana? Atau..." Ucapan Agra terhenti. Rafdan yang tau bila Agra mengetahui semua inipun mencoba untuk menjauh dan meninggalkan Agra seorang diri disana.

"Lo mukul dia?"

Deg

Mendadak perasaan Rafdan tak karuan. Detak jantungnya terdengar kencang, sesak itu juga mulai menggerogoti dadanya mendengar tuturan Agra barusan. Rafdan berusaha tenang sebisa mungkin lalu membalikkan badannya menghadap Agra yang masih menatapnya.

"Iya, gua yang mukul dia." Untuk saat ini Rafdan tak bisa mengelak apalagi berbohong karena Agra melihat semua yang ia lakukan tadi. "Ada masalah apa lagi sih?" Agra kembali membuka suara. Jujur Agra sedikit tenang, setidaknya Rafdan mau untuk berkata jujur.

"Ga ada." Jawab Rafdan lalu melenggang pergi meninggalkan Agra yang masih menatapnya aneh. Agrapun hanya bisa menghela nafas. Hal seperti ini sudah sering terjadi, tapi Rafdan tak pernah separah ini memukul Bintang. Bahkan hingga mengunci Bintang ditengah hutan seperti tadi.

"Lo ngga pernah berubah ya, Dan. Disatu sisi lo mau ngelempiasin semuanya ke Bintang. Tapi lo juga takut dia sakit kaya sekarang."


























[TBC]

Yuhuuuu aku kembali hehehe😅 sorry banget ini pendek. Insyaallah next part bakal aku coba panjangin deh. Okeyy?✨

Makasih yang udah baca sampe habis, udah vote dan komen juga💜 jadi semangat deh huhuhu♥

MAKASIH BANYAAAAK💜✨

B I N T A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang