16|| Jangan ambil dia Tuhan!

304 44 13
                                    

Tian langsung mendorong Bianca yang ada di depannya. Matanya terbelalak melihat siapa yang tengah berdiri di depan pintu ruangannya dengan pandangan kecewa. Ia langsung menghampiri Ungu untuk menjelaskan semuanya. Berharap jika gadisnya tidak salah paham. Tapi Ungu langsung menepisnya. Ungu menggelengkan kepala dan menatap Tian terluka.

"Sebenarnya aku itu apa bagi kamu mas?!" Ungu bertanya dengan suara lirih.


"Andira,,"

"Stop sebut nama ku dengan panggilan itu! kalau memang aku hanya pelampiasan bagi kamu, bilang dari awal mas, biar aku siap dengan situasi seperti ini" Ungu mencoba menetralkan suaranya yang bergetar, mencoba tegar di depan Tian. Matanya tidak sengaja melihat Bianca yang tengah berdiri tepat di belakang sana. Wanita binal itu juga tengah menatap dirinya seolah mengejek, membuat Ungu merasa muak berada disana.

"Andira, saya bisa jelaskan." Tian mencoba kembali berbicara kepada Ungu. Melihat tetapan terluka gadis itu benar-benar membuat dia merasa seperti di tusuk ribuan pisau. Tian juga mersakan sakit melihatnya. Entah kenapa ia tidak ingin melihat gadis itu terluka.

Ungu tidak ingin mendengar apapun lagi, ia langsung pergi meninggalkan tempat itu dengan sebagian hatinya yang tersisa. Berada disana dan mendengar semua, Ungu rasa akan percuma. Bagaimana mesranya mereka berciuman dan berpelukan membuat Ungu benar-benar sadar jika kebohongan Tian yang lalu benar. Bahwa di hatinya memang tidak ada tempat untuk Ungu.

Sesampainya di luar rumah sakit, Ungu langsung memasuki sebuah taksi yang sedang menurunkan penumpang. Dengan air mata yang mengalir tanpa ia sadari, Ungu menyuruh sopir taksi itu agar menjalankan mobilnya meninggalkan semua yang terjadi termasuk Tian.
Ungu rasa sudah cukup ia menjadi wanita bodoh dan berpura-pura tidak terjadi apa.

Pertama kali jatuh cinta, namun sakitnya sungguh menyesakkan dada. Apa begini yang dialami orang-orang yang sedang terluka karna cinta?

Ungu berharap rasa sakit yang tengah ia rasakan bisa hilang secepatnya, kalau bisa ia berharap Tuhan dapat menghapus semua yang menyakitkan ini termasuk Tian sekalipun. Dan tanpa Ungu sadari Tuhan mengabulkan doanya dengan cara yang menyakitkan pula.

***
Melihat Ungu yang tiba-tiba berlari meninggalakanya, Tian lantas langsung mengejarnya. Tapi langkahnya tertahan karna cekalan tangan seseorang yang memegangnya.

"Bas, kamu mau kemana?!" Bianca langsung menahan lengan Tian yang akan meninggalkannya.

Tian yang melihat itu pun merasa muak, segala hal yang terjadi karna ulah wanita ini. Ia pun langsung mengehempaskan tangan yang mejijikkan itu dari lenganya.

"Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi Bianca. Jangan kamu pikir karna aku baik kamu bisa menemui ku sepuasmu, dan sekarang lihat apa yang kamu lakukan? jika terjadi sesuatu pada Andira, aku tidak akan pernah melepaskanmu! " kecamnya. Setelah mengucapkan kata-kata dingin barusan, Tian langsung meninggalkannya. Berharap sang kekasih belum pergi jauh.

Bianca hanya bisa mematung mendengar kata mengancam dari Tian, selama ini dia tidak pernah berbicara sedingin itu padanya, Tian selalu bersikap ramah padanya bahkan setelah ia menjadi tunangan Alex sekalipun. Dan kini hanya karna gadis kampung, Tian mampu berbicara sekasar itu padanya dan mengancamnya juga. Semua berantakan setelah kehadiran gadis kampung itu, rencana yang ia susun-susun untuk kembali pada Tian pun berantakan. Bianca mengepalkan tangannya dengan marah.

Tian terlambat, gadisnya tidak terlihat dimana pun. Tian mengedarkan pandannya ke sekitar berharap melihat Ungu yang tengah masuk ke dalam taksi atau menaiki kendaraan apapun. Namun terlambat dia pergi tanpa mendengar apapun darinya. Tian mencoba menghubungi ponsel Ungu tapi tidak satupun yang di angkat. Sekali lagi ia menyakiti orang yang tidak bersalah, dan Tian tidak siap jika Ungu pergi meninggalkanya.

"Angkat Andira!,," Tian mengacak rambut frustasi, panggilannya tidak kunjung dapat balasan, Tian memilih langsung menyusul Ungu. Entah kenapa firasatnya tidak enak.

Sekali lagi langkah Tian di hentikan seseorang. Pria yang tengah memakai jas dokter itu langsung berbalik dengan kesal.

"Dokter,,, huh,,huh,,," panggil seorang suster dengan nafas terengah-engah sehabis berlari.

"Apa! cepat saya tidak punya banyak waktu." Desak Tian tidak sabar.

"Anu dokter,," suster itu menormalkan nafas terengah-engahnya dan kembali berbicara.
"Terjadi kecelakaan beruntun dok, para dokter yang lain sudah bersiap-siap di depan dan dokter juga di minta untuk hadir." Ucap suster itu dengan gagap karna di tatap tajam oleh dokter tampan yang ada di depannya ini.

Tian menghembuskan nafas pelan, setelah mengirimi pesan pada seseorang, ia melangkah kembali memasuki rumah sakit di ikuti oleh suster tersebut.

"Bacakan rincianya." Ujar Tian.

Suter itu pun mengangguk "korban 20 orang, 18 dewasa dan 2 anak-anak. 1 orang meninggal dunia 3 orang kristis dan selebihnya luka ringan." Beritahu suster itu dengan profesional. Tian mengangguk mengerti. Ia melangkah dengan pasti di ikuti oleh suster tepat di belakangnya.

Mereka bergabung bersam dokter dan suster di depan pintu rumah sakit untuk menunggu ambulance.
Mobil pertama datang dan langsung ditangani oleh rekan Tian sesama dokter bedah dan begitupun ambulance kedua. Tepat pada ambulance ketiga Tian yang mengampiri dan bertanggung jawab dengan salah satu pasien kritis. Setelah brankar di turunkan, Tian dapat melihat siapa yang akan ia selamatkan. Detik itu juga dunia Tian seolah berhenti, ia mematung tidak percaya, siapa yang terbaring di atas sana dengan tubuh berlumuran darah. Tian merasa Tuhan tengah menegurnya, tapi haruskah dengan cara seperti ini?
firasatnya benar dan ia terlambat.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ia punya, Tian menarik berankar itu dengan cepat menuju ruang operasi. Matanya tidak dapat berpaling dari wajah penuh darah Ungu. Baru beberapa menit yang lalu Tian melihat wajah itu dengan ekpresi terluka dan sekarang wajah itu tidak menunjukan ekpsresi apapun hanya wajah dengan darah yang terus mengalir.

"jangan ambil dia Tuhan! jika ingin menghukum ku, cukup aku saja jangan orang yang ku cintai." Batin Tian dengan air mata yang menetes di sudut matanya. Bolehkah ia mengatakan telah mencintai gadis ceria ini, dan Tian tidak akan menapiknya. Kebersamaan yang telah mereka lalui selama ini mampu membuat ia dapat melupakan seseorang yang ia pikir tidak dapat melupakannya. Dengan senyum dan tawa cerianya mampu membuat seorang Bastian Pramudya bertekuk lutut padanya.

Brankar yang sedang di tiduri Ungu memasuki ruang operasi. Lampu ruangan itu berubah merah, dan kita tidak akan tau berapa lama lampu itu akan berubah hijau nantinya.

Didalam sana memang Tian yang berusaha namun kembali lagi hanya Tuhan yang berkuasa. Bisa jadi Tuhan lebih menyayangi Ungu dan meninggalkan Tian dengan perasaan bodohnya.

_____

TBC,,,

UNGU [fall in love]ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang