21|| Pulang

15 5 0
                                    

Tandai typo💜

______

Ungu mengucek matanya sekali lagi, ia memiringkan kepalanya kesamping kearah Tian yang sedang mengemudikan mobilnya memasuki halaman rumah luas yang tidak asing oleh pandangan Ungu.

"Emm, mas ini kok kita kerumah mas sih? " tanyanya pelan.

Tian tidak menjawab, ia lebih memilih keluar dari mobil lalu mengambil barang-barang pacarnya lalu melenggang pergi masuk kedalam rumah tanpa mengehiruakan Ungu yang menatapnya dengan kesal.

"Ck, balik lagi sifat menyebalkannya." Gumamnya sambil mengikuti langkah Tian masuk kedalam rumah.

Setibanya di dalam, Ungu langsung di sambut oleh pelukan hangat dari mama Ratih.

"Ian! Kenapa biarin Andira jalan sendiri sih, kamu gak liat kakinya masih sakit." Benerkan kalau pria itu kembali menyebalkan, melihat Ungu yang berjalan pincang sambil menggunakan tongkat seharusnya ia membantu dirinya, ini malah lebih memilih membawa tas besar itu.

Ungu diam-diam tersenyum mengejek pada Tian. Tian yang melihat berusaha menyembunyikan senyum gelinya.

Ratih yang melihat keterdiaman putranya, hanya bisa menghembuskan nafas gemas. Baru saja tadi siang Tian bicara ingin serius dengan Ungu, dan sekarang anaknya itu kembali bersikap cuek. Sungguh duplikan papanya sekali.

"Udah biarkan saja patung itu disana. Mama sudah siapkan makan malam untuk kamu. Ayok kita makan. " Ratih berlalu dari sana bersama Ungu. Dibelakang mereka Tian mengekori dengan santai.

_______

Biasanya dimeja makan itu hanya di isi dengan keheningan, kini suasana terdengar berisik. Tidak terlalu berisik juga sih, hanya ada tiga kepala, satu pria dan dua wanita. Tapi dengan kehadiran wanita muda itu mampu membuat suasana ramai seketika.

"Hahaha, benarkah Dira? Kamu pernah terpeleset dan nyemplung disawah? "

"Bener ma, dan yang paling parah, kepala Dira yang duluan nyungsep." Jawab Ungu sambil kembali menyuapi nasi kedalam mulutnya. Ingatannya berputar kekejadian beberapa tahun silam, kalau tidak salah itu ketika dia duduk di bangku SMP, dan yang lebih parah dalang di baling kesialannya itu adalah salah satu abangnya.

"Hahaha." Tawa Ratih semakin terdengar. Beruntung nasi dalam mulutnya telah habis jika tidak bisa-bisa wanita paruh baya itu tersedak.

Tian yang menjadi pengamat hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.

"Haha, kamu sama seperti mama waktu muda dulu. " Ratih berusaha menghentikan tawanya yang tersisa.

"Mama dulu juga anak petani daerah kecil di kota Solo. Dan mama bisa membayanginya gimana lucunya kamu. Ah, mama jadi kangen masa-masa dulu. "

"Ayok ceritakan lagi keluarga kamu disana! " ujarnya senang. Ungu tertawa mendengarnya.

Tapi belum sempat Ungu menjawab, ucapan Tian langsung memotong.

"Ma, biarin Dira makan dulu, nanti di lanjutkan obrolan nya." Ratih berdecak karna lupa, tak ayal ia menyuruh kembali Ungu untuk melanjutkan makan.

______

Jam sudah menunjukkan waktu 21.30 WIB. Obrolan yang sempat terhenti dimeja makan tadi kembali berlanjut di ruang santai hingga melupakan waktu yang terlewat.

Ungu yang melihat jam, langsung berujar, "emm ma, Dira pulang ya? Udah hampir tengah malam. "

"Pulang? Siapa yang nyuruh Dira pulang. Emang Tian gak bilang kalau kamu harus nginap disini sampai kamu sembuh? " Ungu yang mendengar itu langsung menatap Tian yang berada di depannya dengan pandangan bertanya.

"Mas Tian gak ada tuh bilang. " ucapnya.

"Saya lupa." Ujar Tian santai.

Ratih berdecak melihat itu. "Kamu akan disini sampai sembuh"

"Tapi Dira gak papa kok ma, kalau di kos aja. Ini juga udah mendingan kok. " jelas Ungu.

"Gak ada, gak ada, kamu tanggung jawab mama. Kamu mau mama bolak balik dari sini ke kosan kamu, mama udah tua loh. " kata Ratih.

Ungu yang mendengarnya pun tidak sampai hati untuk menolak.

"Lagian katanya kamu mau pulang kampungkan? Jadi sampai kamu pulang kamu harus tetap disini. Nanti apa kata orang tua kamu jika anaknya pulang dalam keadaan sakit gitu" Ratih berusaha untuk membujuk Ungu.

"Mama tau dari mana kalau Dira mau pulang? " tanya nya heran, padahal ia belum membicarakan ini pada Tian, jadi tidak mungkinkan jika Ratih tau dari anaknya.

"Dari Dian"

Ah, seharusnya Ungu sadar siapa si lambe yang berada disekitarnya.

"Sebenarnya mama gak ngizinin kamu pulang dulu sampai kondisi kamu benar-benar sehat, tapi mau gimana lagi, mama gak bisa larang kamu untuk ketemu orang tua kamu. Mama juga sadar mama bukan siapa-siapa, seharusnya kamu jadi istri Tian biar mama bisa menahan kamu disini. Tian bawa Dira kekamarnya. "

Ungu mengerjapkan matanya lucu, ia belum sempat merespon semua kata panjang dari mama Ratih, tapi sebuah tangan sudah membantunya meninggalkan ruang santai itu.

"Mama benar seharusnya saya ikat saja kamu dengan status istri biar saya juga bisa larang kamu untuk pulang." Kali ini apalagi lagi. Pria disebelah ini juga ikut-ikutan ngomong ngawur.

"Sekarang masuklah, langsung tidur, jangan begadang, saya hanya bisa mengantar sampai sini, karna kalau saya ikutan masuk bisa jadi mama mengamuk karna cucunya udah di DP duluan. " Ungu hanya bisa diam. Sejak kapan dia sudah berada didepan pintu kamar bercat putih ini. Sial, hanya karna kata istri yang dilontarkan Tian tadi Ungu jadi melamun sepanjang jalan.

Eh, tapi tunggu dulu, apa katanya cucu? di dp? Ungu menatap horor Tian. Gadis itu langsung menyilangkan tangan di dada dan menatap tajam pria itu.

Tian terkekeh melihat respon dari Ungu, ia lalu melangkahkan kaki meninggalkan Ungu yang hanya diam, tapi baru dua langkah pria itu kembali berbalik.
"Akhir minggu ini saya akan ikut kamu untuk pulang kampung. Jangan dibantah." Tanpa menunggu lagi Tian kembali melangkahkan kakinya pergi dari sana. Ia harus menyelesaikan semua pekerjaannya hingga akhir minggu ini, agar bisa mengambil cuti dengan tenang.

*******

Yaampunn mau dong diposisi Ungu gini:)

Masih menunggu untuk kalian menentukan adat apa yang akan di pakai Ungu, adat kampung halamannya atau adat kampung mama mertuanya? 🤭

Siap-siap undangan online segera meluncur 🕊

Lope sekebon💜

UNGU [fall in love]ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang