17|| Usaha Tian atau kehendak-Nya yang menang?

364 32 10
                                    

"Tekanan darahnya menurun dok!" seruan dari seorang suster mampu memecah konsentrasi Tian. Semua dokter yang terlibat ikut panik karna kondisi Ungu yang tiba-tiba menurun drastis.

"Tambahkan lagi kantung darahnya!" perintah dokter anesti. Seorang suster langsung sigap keluar ruangan untuk menambah stock kantung darah. Dokter wanita itu pun melihat kearah Tian yang tiba-tiba berhenti.

"Dokter Tian anda harus fokus, yang di sebelah sini biar saya yang urus " ujar dokter Rista yang menangani anesti. Tian menatap Rista dan mengangguk.

Walau Tian sudah lama menjadi dokter dan sudah mendapatkan banyak penghargaan karna keterampilannya di meja operasi, kalian jangan salah sangka jika ia tidak gemetaran sekarang. Ia harus mempertaruhkan nyawa orang yang akhir-akhir ini ternyata sudah mencuri hatinya. Jika Tian perempuan mungkin sekarang ia sudah menangis melihat kondisi sang pacar.

Tanpa yang lain sadari air mata di sudut mata Tian jatuh ketika pisau pertama menyayat tubuh kekasihnya.

Jika di dalam para dokter termasuk Tian yang mencoba tenang demi menyelamatkan pasien. Berbeda lagi di luar ruangan operasi, terdengar kegaduhan dari suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Dian terengah-engah menormalkan pernafasannya akibat berlari dari luar hingga tiba di dalam. Kabar mengejutkan yang ia dapatkan ketika sedang menikmati film kesukaannya mampu membuat Dian menangis histeris, untung saja orang yang mengabarinya bisa menenangkannya.

"Yu, ini ruangannya?" tanya Dian pada Ayu yang berdiri di sampingnya.

Ayu hanya bisa mengangguk. Bisa di lihat jika mata mereka berdua sembab akibat menangis.

"Ungu akan baik-baik aja kan Yu? dia gak akan ninggalin kita kan?" seketika tangis Dian kembali pecah. Ayu dengan sigap langsung memeluk Dian sahabatnya.

"Ungu akan baik-baik aja Di, lo jangan ngomong kayak gitu. Ada dokter Tian yang sedang berusaha membawa Ungu kita kembali." Ujar Ayu sambil memeluk Dian. Mereka saling menguatkan. Ayu sempat melihat nama Tian yang tertera di samping pintu operasi sebagai menanggung jawab dalam melanjalankan operasi itu.

Entah Ayu harus bersyukur atau apa, ketika kejadian naas itu terjadi, ia sempat telponan dengan Ungu, karna gadis itu kembali terlambat untuk masuk kerja. Baru saja suara serak Ungu yang menjawabnya, ia harus di kejutkan dengan suara teriakan dan benturan yang sangat keras. Disaat telpon masih tersambung, Ayu dapat mendengar teriakan-teriakan orang yang meminta tolong. Dan di sambut dengan suara orang lain yang menjawab pertanyaanya saat itu.

Ayu menghapus air mata yang kembali menetes di ujung matanya. Pura-pura tegar dalam kondisi seperti ini memang sulit baginya, namun Ayu memang harus melakukannya karna dia adalah kakak bagi Dian dan Ungu.

Masih dengan posisi yang sama, Ayu dapat mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa tengah berlari menuju kearahnya.
Spontan Ayu dan Dian membalikan badan mereka, ketika mendengar suara seseorang yang bertanya dengan khawatir.

"Bagaimana keadaan Ungu." Tanya seseorang.

Dian dan Ayu menggeleng bersama. "Kami juga baru datang tante." Ucap Ayu pada wanita paruh baya yang terlihat sangat khawatir.

Wanita itu langsung terduduk lemas di kursi yang ada di sampingnya.

"Tante!"

"Ungu baik-baik aja kan Yon?" tanya Ratih dengan pelan.

"Tian pasti berhasil tante." Balas Dion menenangkan.

_____

Para dokter dan suster satu persatu menghembuskan nafas lega. Sepuluh jam berada di ruang operasi dengan perasaan tegang dan was-was mampu membuat tulang-tulang mereka minta diistirahatkan. namun, itu tidak berlaku untuk Tian. Pria itu masih memandang lekat pada gadis yang masih menutup mata di depannya dengan perasaan lega walau belum seutuhnya.

"Biar saya yang melanjutkan dokter" Tian mengangguk pada seorang dokter yang menjadi asistennya selama melakukan operasi tadi.

Ia lantas melangkah keluar dengan melepaskan satu persatu pakaian operasi yang ia kenakan. Sekarang tujuannya adalah menjelaskan kondisi Ungu pada kerabatnya.

"Tian! " Tian yang di panggil langsung kaget ketika sang ibu memanggilnya.

"Mama? "

"Bagaimana kondisi Ungu Yan? dia baik-baik saja kan? Operasinya lancarkan? " Ratih langsung berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati sang putra. Dian dan Ayu yang berada di belakang Ratih juga ikut mendengarkan.

Tian menghebuskan nafas lelah, pria itu langsung memeluk sang ibu untuk mencari kekuatan. Ratih yang tau putranya tidak baik-baik saja, ikut membalas pelukannya dan menenangkannya.

"Dia masih mau bertahan ma, dia masih mau melihat Ian lagi. " Ucapnya lirih.

Ratih seketika menghembuskan nafas lega. Jujur ia juga takut terjadi sesuatu yang buruk pada Ungu padahal dia sangat menyukai gadis itu.

Ayu dan Dian juga ikut merasakan lega. Mereka berdua langsung berpelukan dan meneteskan air mata haru. Mereka berucap syukur karna Ungu masih ada bersama mereka.

Tidak lama berankar yang di tiduri Ungu keluar dari ruang operasi, mereka yang melihat itu langsung mengikutinya menuju ruang inap VVIP sesuai permintaan Ratih.

****

Dian dan Ayu silih berganti menjaga Ungu. Tidak satu hari pun mereka lewatkan untuk melihat kondisi Ungu yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Terhitung sudah enam hari Ungu terbaring koma pasca operasi yang di lakukan Tian. Dan gadis itu masih setia menutup mata.

"Udah dong tidurnya, lo harus bangun kalau lo gak bangun-bangun juga, gue jadi bingung buat cari alasan lain lagi untuk emak yang ada di kampung. Ngu gue kangen, bangun ya? Gak ada lagi yang berantakin kamar gue, gak ada lagi temen nge drakor, gak ada temen yang kayak elo. " Dian menghapus air matanya. Sejak kedatangannya beberapa menit yang lalu, ia langsung mengajak Ungu bicara agar gadis itu mersepon. Setidaknya itu yang di katakan Dokter Tian.

"Lo tau nggak? pak dokter frustasi banget tiap memeriksa lo, " Dian menghapus air matanya dan kembali bicara. "Dia bilang kondisi lo udah mulai berangsur membaik, tapi kenapa lo tetap gak mau membuka mata? lo gak sayang gue? lo gak sayang tante Ratih yang selalu nyempatin buat jaga calon mantunya ini? lo juga gak sayang dokter Tian?" Ungu masih setia dengan kebisuannya.

"Dia yang paling terpukul Ngu? dia paling merasa bersalah ngeliat lo? Dan gue... " Dian kembali menangis, ia menggenggam tangan dingin Ungu yang bebas dari selang infus dan kembali berucap walau tersedat-sedat.

"Gue..gue yang paling merindukan lo. " ucapnya dengan sesegukan.

Dian mencoba meredakan tangisnya ketika ia mendengar suara pintu ruang inap Ungu terbuka. Seseorang melangkah masuk dan berdiri tepat di samping Dian dengan pandangan lurus kearah gadis yang sedang tertidur.

"Dia pasti bangun, " ujar orang itu.

Dian mengangguk percaya, walau ia sebenarnya sangat menunggu waktu itu tiba.

"Pulanglah, biar saya yang menjaganya. "

Dian berdiri dari duduknya dan memandang orang tersebut dengan sopan "Saya titip Ungu pak" pamitnya.

Setelah Dian menghilang di balik pintu, Tian mengambil tempat duduk yang tadi di duduki gadis itu. Ia memandang lekat Ungu dengan segala rasa bersalah yang ada.

_____

Tbc...

UNGU [fall in love]ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang