“SELAMAT MALAM, PENGHUNI RUMAH!!” teriak seseorang menggelegar di sebuah rumah.
“DI MANA GERANGAN KALIAN BERADA?!”
“TETANGGANYA MAU BERTAMU, NIH!”
Suara gebrakan pintu di lantai dua terdengar jelas, sosok perempuan dengan handuk yang bergulung di kepala keluar dari kamarnya.
“WOY, SANTAI AJA, DONG! SUARANYA JANGAN KAYAK NGAJAK PERANG GITU!!”
Damara melempar handuk basahnya dan tepat mengenai wajah Ashoka. “Mampus!”
Ashoka menyingkirkan handuk bekas kepala Damara dengan kesal. “Lo tambah barbar aja sih lama-lama.”
“Ashoka itu yang barbar, bukannya bertamu baik-baik malah teriak-teriak kayak orang habis dirampok.”
“Gak usah debat! Kalian sama aja!” Harry mendekati Ashoka dan menepuk pundak anak muda itu, “untung telinga om masih sehat ya, buat denger teriakan sangkakala kalian.”
Ashoka menyengir tak berdosa. “Hehe, maaf, Om.”
Sedangkan Damara kembali ke kamarnya, melihat itu Ashoka langsung berlari menyusul Damara sambil menenteng handuk gadis itu. Ia membaringkan tubuhnya di kasur empuk Damara, sedangkan si empu sibuk bersolek.
“Mau ke mana?” tanya Ashoka.
“Gak ke mana-mana,” jawab Damara sambil memoleskan liptint di bibirnya.
“Terus kenapa pake dandan?”
“Emang gak boleh?”
Ashoka mendengus, ia lalu duduk dan menyandar di headboard. Menatapi Damara dari samping.
“Cantik.”
Damara menolehkan kepala dan mengangkat sebelah alisnya. “Baru nyadar?”
Ashoka turun dari kasur dan berdiri di belakang Damara, mengeringkan rambut gadis itu dengan handuk.
“Ngapain sih malem-malem keramas?”
“Mara habis ekskul, gak bisa kalau gak mandi. Lengket.”
Ashoka mengangguk, melanjutkan menyisir rambut Damara. Terdiam cukup lama, ada yang mengganjal di hatinya. Entah dari mana perasaan tak rela itu berasal, tapi sejak kedatangan Rey di kehidupan Damara. Ia menjadi sering was-was.
Perasaan takut terus saja datang, takut akan waktunya dengan Damara menjadi sedikit. Takut jika Damara nantinya tidak duduk dan tertawa bersamanya lagi.
Ashoka menatap pantulan wajah Damara yang sudah di polesi sedikit riasan. Menatap lamat wajah cantik gadis di depannya yang berkedok sahabat itu dengan tulus.
“Gue sayang sama lo, Ra.”
Damara tersenyum dan mengangguk-angguk, merasa dirinya sedang terbang. Namun kata-kata yang keluar dari bibir Ashoka selanjutnya, membuat mood Damara langsung seburuk wajah Darwin.
“Tapi gue lebih sayang sama diri gue sendiri.”
“Jago banget bikin orang terbang, tapi ujung-ujungnya malah disalto.” sindir Damara.
Ashoka menyudahi menyisir rambut Damara, ia pindah ke meja rias lalu duduk di sana.
“Gak pa pa. Dari pada jago bikin orang jatuh cinta, tapi ujung-ujungnya gak tanggung jawab? Jahatan yang mana?”
“Emang siapa sih yang berani bikin Ashoka jatuh cinta terus gak tanggung jawab?” Damara menepuk bahunya, “bilang sama Damara.”
Ashoka terkekeh, jika ada penghargaan manusia paling tidak peka, pasti trofinya sudah jatuh pada gadis di depannya ini. Sebisa mungkin Ashoka bersikap biasa saja.
Ia mengacak rambut Damara yang sudah ia sisir rapi. “Tidur sana, gue mau pulang.”
“Ashokaa. Gak usah sok ngerapihin kalo akhirnya di acak lagi.” sebal Damara melihat rambutnya kembali berantakan.
“Suka-suka gue.”
Damara mendengus, menyisir kembali rambutnya. Saat melihat Ashoka sudah ada di balkon dan bersiap untuk lompat, ia memanggil pria itu.
“Apa?” tanya Ashoka menoleh kembali ke belakang.
“Ini masih jam delapan.”
“Terus?”
Damara menggeleng. “Ashoka gak mau di sini dulu?”
Sedikit aneh saja, biasanya Ashoka akan betah berlama-lama di kamarnya bahkan sampai ketiduran. Tapi hari ini dan beberapa hari kemarin, Ashoka lebih cepat pulang, dan bahkan tidak setiap hari lagi melompati pagar balkon untuk bertemu dengannya.
“Gak biasanya Ashoka pulang cepet,” ungkap Damara pada akhirnya.
Ashoka melepaskan pegangannya di sisi balkon, ia kembali masuk ke dalam menghampiri Damara yang juga sedang menghadap padanya.
Diamatinya dengan seksama gadis itu, lalu menoel dagu Damara.
“Lo kangen gue?”
“Geer!”
Mendengar jawaban Damara, Ashoka terkekeh. Ia malah memeluk gadis itu erat, seakan ia akan kehilangan Damara jika dia melepas pelukannya.
“Gue sayang sama lo, Ra.”
Damara mengangguk dan membalas pelukan Ashoka. “Tapi boong, Ashoka sayangnya cuma sama diri sendiri, kan?”
“Enggak. Gue beneran sayang sama lo.” Pria itu menggeleng.
Ashoka memeluk Damara semakin erat, sampai gadis itu merasa kesusahan untuk bergerak.
“Gue cinta sama lo.” Ashoka menghela nafas sedikit berat, “bukan rasa cinta sahabat ke sahabatnya.”
“Terus?”
“Gue ada rasa sama lo, segimana rasa cowok ke ceweknya. Boleh, kan?”
Baik Ashoka maupun Damara terdiam sejenak, sama-sama mencerna apa yang baru saja keluar dari bibir Ashoka. Tapi tak lama, Damara kembali bersuara untuk menanggapi. Kata-kata yang kembali mematahkan Ashoka.
“Sekarang Mara ada Rey. Ashoka juga ngomong jangan muter-muter, kebanyakan bercanda juga gak baik.”
Ashoka memejamkan matanya, pelukannya masih belum terlepas juga. Kata-kata yang keluar dari bibir Damara, membuat ulu hatinya sedikit nyeri.
“Mara, gue tanya. Kenapa lo selalu anggap gue bercanda saat gue lagi serius?”
“Kan emang lagi bercanda?”
“Gue serius, Damara Irish!!”
✨✨✨
Minggu, 24 Januari 2021
Gimana part jni? tulis komentar kalian di kolom komen yaaa
selamat membaca dan semoga terhibur 🖤ini aku ada trailernya AMICITIA nih, ditonton ya guys

KAMU SEDANG MEMBACA
Amicitia
Teen FictionAshoka Gauthama dan Damara Irish. Banyak yang berkata mereka cocok, banyak juga yang mengira mereka pacaran. Tapi faktanya, mereka hanya sahabatan, tidak lebih. Kenapa tidak pacaran saja? Ya karena mereka tidak saling jatuh cinta. Orang bilang, mus...