Di suatu pagi yang cerah, seorang gadis berparas cantik sedang mengangkat sebaskom pakaian yang sudah di cuci. Weekend ini adalah waktunya Damara mencuci semua seragam sekolahnya, karena mamanya sengaja meliburkan si bibi dan pak taman. Dengan alasan, agar semua penghuni rumah bisa disiplin sendiri.
“Sssstt!”
Mendengar suara bisik-bisik gledek, Damara tetap melanjutkan acara menjemur pakaiannya. Tak menghiraukan orang itu.
“Ssstt! Cewek!” ulang orang itu.
Damara cuek saja, ia masih dongkol pada Ashoka karena kejadian tadi malam. Sebenarnya ia takut, tapi biarlah pria itu merasakan bagaimana kejamnya Damara jika sudah merajuk.
“Ssstt! Damara!” panggil Ashoka lagi, dari atas balkon kamarnya.
Damara yang di panggil tak menghiraukan, ia tetap menjemur pakaian. Tak sedikit pun merespon pria di atas sana.
Kesal karena tak direspon, Ashoka nekat lompat dari atas balkon. Damara yang sedang akan menjemur pakaian dalamnya, terlonjak kaget karena seseorang yang tiba-tiba menimpanya.
“Aduh, Ashoka kenapa pake acara lompat, sih! Pake meleset segala lagi, sakit tau!” keluh Damara karena bokong cantiknya mendarat tak elit di atas rumpun.
“Kok gelap ini?” Ashoka melirik kanan kiri.
Gadis itu kemudian menoleh ke tersangka yang baru saja membuatnya jatuh, matanya langsung membulat. Jika bisa, mungkin bola mata Damara sudah keluar. Bagaimana tidak, bh-nya sekarang sudah bertengger manis di wajah rupawan Ashoka.
Belum sempat Damara mengambil dalamannya itu, sudah keduluan Ashoka. Pria itu menatap dalaman Damara dengan pandangan tercengang, ia menatapnya bergantian dengan sang empu. Damara yang di tatap begitu langsung merebut dalamannya lalu di sembunyikan ke dalam baskom.
“Pake busa?” tanya Ashoka tak tahu malu.
“Ihh, Ashokaa!” Malah Damara yang malu setengah mati di sini, “jauh-jauh sana!”
Ashoka terkekeh, pendaratannya yang tak mulus malah berbuah manis. Karena Damara sudah mau berbicara padanya.
“Sana, Ashoka!” titah Damara.
Ashoka menaikkan sebelah alisnya, membuat Damara tambah greget.
“Sana, ih. Damara mau lanjut jemur.”
Ashoka yang mengerti memasuki rumah Damara, sedang gadis itu kembali dengan kegiatannya. Setelah selesai, Damara menyusul Ashoka yang ternyata sudah berada di kamarnya, dengan santai pria itu membaringkan tubuh di kasur empuk Damara.
“Baru bangun?” tanya gadis itu melihat wajah sahabat sekaligus tetangganya masih terlihat kusut.
“Udahan ngambeknya?” tanya balik Darryl membuat gadis itu mencebik tak suka.
“Awas kakinya!” kata Damara karena kaki panjang Ashoka menjuntai ke lantai, menghalanginya yang akan mengambil ponsel di atas nakas.
Ashoka malah menyusutkan dirinya, sehingga gadis itu tidak ada celah lagi untuk lewat. Sadar jika Ashoka hanya ingin membuatnya kesal, ia membuang nafasnya tak santai. Ditendangnya kaki pria yang sedang berbaring itu sampai-sampai meringis keras, Damara tak peduli, ia lalu mengambil ponselnya dengan tenang.
Saat akan melewati Ashoka, ia melihat pria itu masih meringis, membuat Damara sedikit was-was. Ia pun duduk di tepian kasur, memeriksa kaki pria itu yang baru saja ia tendang.
“Sakit banget, ya? Maafin Mara, Ashoka ....” Damara menatap Ashoka takut-takut, pasalnya ia menendang tulang kering pria itu.
“Enak banget ya nendangnya, minta maaf juga gampang banget.” sindir Ashoka, ia masih memegangi kakinya yang sebenarnya tidak terlalu sakit. Hanya akal-akalannya saja.
“Salah Ashoka juga, kenapa harus halang-halangi jalan Damara coba?”
Ashoka tak menjawab, dan itu membuat Damara mendengus. Gadis itu membantu Ashoka membenarkan baringnya dan memijat pelan kaki pria itu.
Tersenyum culas, Ashoka menatap Damara dengan pandangan penuh kemenangan. Sudah ia duga, Damara tidak akan mendiamkannya lama-lama.
✨✨✨
“Enghh,” lenguh Damara, menggerakkan badannya yang terasa berat.
Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah wajah polos Ashoka yang sedang tertidur di atasnya dengan tangan yang memeluknya. Ia tersenyum, Ashoka sangat tampan. Damara mengutuk para gadis yang tidak jatuh cinta pada sahabatnya ini, pasti cewek itu matanya sudah picek kalau tidak jatuh ke dalam pesona Ashoka.
Tangan Damara terulur untuk membelai lembut surai Ashoka, hingga pria itu terlihat bergerak dengan mata yang mulai terbuka malu-malu.
“Bangun, Damara mau mandi.” ujarnya pada Ashoka yang matanya sudah terbuka.
Tadi mereka kembali tertidur setelah Damara selesai memijat kaki Ashoka. Dan sekarang sudah jam 10, tapi kenapa tak ada yang membangunkan.
Ashoka terduduk, ia masih belum sadar sepenuhnya. Dengan wajah yang kusut, Ashoka berjalan sempoyongan menyusul Damara. Dilihatnya gadis itu sedang menggosok gigi, ia pun berjalan mendekati Damara. Memeluk gadis itu dari belakang.
Damara menatap Ashoka dari cermin besar di hadapannya, ia mengambilkan sikat gigi milik pria itu. Setelah diberi odol, ia serahkan ke si pemilik.
Masih dengan tangan kiri yang memeluk Damara, digunakannya tangan satunya untuk berkumur-kumur sebentar. Setelahnya dagunya disandarkan di pundak gadis itu sambil menyikat gigi dengan mata yang sesekali terkatup.
“Mau sarapan di sini?” tanya Damara saat mereka selesai menggosok gigi.
Ashoka menggeleng, ia berniat mandi dan sarapan di rumahnya saja. Damara berdecak melihat lelaki tampan di hadapannya, ia pun membasuh wajah pria itu sekaligus di gosok pakai sabun. Agar tak terkantuk-kantuk lagi. Ashoka patuh saja, tak menegur.
Merasa wajahnya sudah segar, Ashoka mengecup pipi gadis di hadapannya sekilas. Kemudian berjalan ke arah balkon.
“Ashoka, kan ada pintu! Jangan biasain lompat-lompat, nanti jatuh!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Amicitia
Novela JuvenilAshoka Gauthama dan Damara Irish. Banyak yang berkata mereka cocok, banyak juga yang mengira mereka pacaran. Tapi faktanya, mereka hanya sahabatan, tidak lebih. Kenapa tidak pacaran saja? Ya karena mereka tidak saling jatuh cinta. Orang bilang, mus...