12. Kasih salam

254 30 2
                                    

Pagi ini, Ashoka bangun cukup pagi, mengejutkan memang untuk seorang Ashoka bangun pagi di hari libur. Ia bersiap untuk memanggil Damara dengan melompati pembatas balkon. Tapi belum sempat melompat, matanya menangkap objek yang membuat ulu hatinya sedikit teriris.

Di bawah sana, sudah ada Rey dan Damara yang dibonceng dengan sepeda. Nafas Ashoka terdengar lemas, ia keduluan. Rey semakin di depan, Ashoka semakin terlupakan.

✨✨✨

Tap tap tap

Sengaja Ashoka berlari melewati dua insan yang sedang duduk berdua di pinggir lapangan, mengawasi mereka berdua. Ashoka mengikuti Damara dan Rey hingga ke lapangan olahraga dekat kompleks. Ashoka menyembunyikan wajahnya dengan Hoodie.

Sedang Damara bercanda ria dengan pacarnya. Ashoka semakin panas melihat itu, apalagi saat ini mereka sedang bergandeng tangan. Hati Ashoka bergejolak tidak terima. Merasa kesal, akhirnya Ashoka memutuskan untuk pulang saja.

“Ashoka!”

Ashoka menoleh ke belakang saat suara yang dikenal memanggilnya, Damara sedang tersenyum padanya, gadis itu menyadari kehadirannya.

“Iya?”

“Ashoka kesini juga?”

Ashoka mengangguk pelan.

“Terus mau ke mana?”

“Pulang.”

“Kok, cepet?”

“Gue udah dua jam di sini,” alibi Ashoka, padahal baru setengah jam yang lalu bersamaan dengan Damara dan Rey.

“Tumben amat.”

“Gatau, males. Pengen beli kerbau.” ujar Ashoka lalu beranjak.

Sedang Damara dan Rey menatap pria itu dengan heran. Ada apa dengan Ashoka?

✨✨✨

“Lah, kok di sini?”

“Males pulang.”

Damara melirik pintu kamar Ashoka di kamar sebelah, jaraknya hanya seupil. Terpeleset saja sudah sampai, masa iya males.

Ashoka berdiri dari baringnya, memeluk Damara yang penuh dengan peluh. Damara membalas pelukan Ashoka, mengelus punggung pria itu.

“Ashoka kenapa?”

Ashoka menggeleng, “Gak pa pa.”

Di rasa Ashoka memeluknya cukup lama, Damara melepaskan pelan tubuh Ashoka.

“Mara mau mandi, lengket.”

“Ikut.”

“Mandi sendiri aja sana!” Damara sedikit mendorong Ashoka.

“Gue bercanda, Iyem!” Ashoka kembali membaringkan tubuhnya di kasur empuk Damara, “serius amat idup, lo!”

“Bercandanya gak lucu, Jupri!”

“Terserah, deh. Mandi sana, lo bau sapi!”

Damara menghentakkan kakinya kesal mendengar ejekan Ashoka, tidak sadar diri pria itu. Padahal dirinya sendiri lebih parah.

“Mending Damara bau sapi, dari pada Ashoka bau kotorannya!” Damara tertawa evil, dan langsung masuk kamar mandi saat Ashoka bersiap memberinya pelajaran.

✨✨✨

Sore harinya, Damara senyum-senyum sendiri di teras rumahnya. Untuk pertama kalinya, Rey akan membawanya ke rumah laki-laki itu. Tentu saja hati Damara sangat berbunga-bunga, sampai-sampai dia lupa jika sang Papa sedang ada di depannya sedang memandikan si bontot. Motor kesayangan Papa.

Suara motor menderu, tiba seorang pria tampan dengan motornya di depan pagar. Rey melambaikan tangan padanya. Damara langsung berlari membukakan pagar, Rey masuk lalu menyalimi tangan Harry, papa Damara.

Rey minta izin pada Harry untuk membawa anak gadisnya.

“Mara pergi dulu Papa, Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Rey dan Damara meluncur, di perjalanan tidak terlalu macet. Mungkin makhluk Tuhan yang biasa memenuhi jalanan sedang istirahat karena memang sedang weekend.

“Di rumah ada siapa?”

“Cuma ada mama,”

Damara mengangguk saja dan tak bersuara.

“Kenapa?”

“Gak pa pa, gak usah takut. Mama gak suka makan orang, kok.” ujar Rey melihat wajah Damara agak risau dari kaca spion.

Damara mencolek pinggang Rey. “Bukan takut, Mara cuma ... ah, gatau deh.” Ia menghela nafas panjang.

Rey terkekeh melihat pacarnya, lalu menghentikan motor tepat di depan pagar sebuah rumah bercat moka. Damara turun, lalu membukakan pagar untuk Rey memasukkan motornya.

Setelah motornya terparkir dengan benar di garasi, Rey menggandeng tangan Damara memasuki rumah.

“Assalamu’alaikum.”

Terdengar jawaban dari dalam rumah, muncul seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik di usianya yang sudah berkepala empat.

“Ini toh pacar Rey yang sering diceritain ke Mama?”

“Mama ....” Rey sedikit tersipu hingga wajahnya sedikit merah.

Intan, mama Rey tertawa melihat wajah malu-malu anaknya. “Lah, kenapa? Kan emang bener, toh?”

“Mamaa ....”

Damara bahkan ikut cekikikan melihat ekspresi Rey, sangat lucu.

Setelah berbincang agak lama dengan tante Intan, Damara belajar masak. Padahal di rumah jarang sekali Damara memegang peralatan dapur, kunyit sama jahe saja kalau Damara tau bedanya itu sudah Alhamdulillah.

Tapi karena calon mertua yang akan mengajarinya, ia begitu sangat antusias. Sekarang saja ia sedang menumis daun bawang dan bumbu-bumbu halusnya.

“Habis itu tuang santannya sampe mendidih ya, Nak.”

“Iya, Te.”

Beberapa menit kemudian, air santan sudah meletup-letup, tanda sudah mendidih.

“Kasih salam, ya.”

Damara mengangguk antusias, ia lalu mendekatkan wajahnya tapi dengan sedikit jarak sambil mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum.”

Tante Intan tertawa melihat tingkah polos pacar anaknya. “Bukan gitu, maksud Tante kasih daun salam.”

Damara yang baru ngeh, langsung malu setengah mati. Mukanya langsung semerah kepiting yang tadi di rebusnya.

“Aduh tantee ... Damara malu banget ....”

 ✨✨✨

Sabtu, 30 Januari 2021

Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang