20. Putus demi Ashoka?

155 30 3
                                    

“Ra, gue mau ngomong serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ra, gue mau ngomong serius.”

“Ya udah ngomong aja,” ujar Damara yang sibuk dengan ponselnya.

Ashoka berdecak kesal, gadis itu selalu saja tidak menanggapinya dengan serius. Ashoka sudah jengkel sebenarnya, tapi ia tahan-tahan karena gadis itu adalah Damara. Sahabatnya yang memang tidak pernah menganggap serius dirinya.

“Taruh, hapenya!”

Damara tak menghiraukan instruksi Ashoka, ia masih sibuk membalas pesan teks dari Rey dan tersenyum-senyum sendiri.

“Mara, gue bilang taruh hapenya!” Suara Ashoka naik satu oktaf.

“Ribet banget, sih, Ashoka. Tinggal ngomong juga.” Damara merasa kesal karena Ashoka terkesan membentaknya.

“Hapenya taruh dulu. Tolong, gue cuma mau ngomong bentar sama lo!”

Ting!

“Ya udah, sih, tinggal ngomong aja.” Damara kembali mengecek ponselnya tatkala pesan dari pacarnya masuk.

Ashoka menghela nafas kasar, ia lantas merebut ponsel gadis itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga Damara tidak bisa menggapainya.

Mereka berdua sedang berada di rooftop rumah Ashoka, duduk berdua di sofa yang memang tersedia di sana. Ashoka dan Damara sedang menikmati angin malam, duduk berdua di sofa yang muat empat  sampai lima orang itu. Namun sejak tadi Damara hanya sibuk dengan ponselnya, mengabaikan Ashoka yang terus mengajaknya berbicara.

“Ashoka balikin, nggak!”

“Gak!”

“Ashoka, ih!” Damara terus mengangkat tangannya untuk merebut ponselnya dari Ashoka.

Namun Damara malah terjatuh ke tubuh pria itu, dengan Ashoka yang kini memeluknya.

“Ambil, tuh!” ujar Ashoka setelah memasukkan hape gadis itu ke saku celananya.

Damara terdiam, tidak lagi brutal untuk merebut ponselnya kembali. Melihat Ashoka yang memang terlihat serius, ia tidak lagi seliar tadi.

“Kenapa gak diambil?” Ashoka menaikkan sebelah alisnya.

“Sok serius banget, sih! Mau ngomong apa emang?” tanya Damara kini.

Ashoka menghela dalam nafasnya, menatap mata Damara begitu intens. Kedua tangannya masih memeluk gadis itu, tak ingin melepasnya.

“Dengerin gue,” Ashoka benar-benar terlihat serius, “tolong jangan anggap gue bercanda.”

“Kata orang, persahabatan antara laki-laki sama perempuan, ujian terberatnya adalah perasaan. Lo pernah dengar itu, kan?”

Refleks Damara menganggukkan kepalanya, ia seringkali menjumpai kata-kata itu setiap kali membaca novel remaja.

“Dan bajingannya, itu terjadi sama gue sekarang.” Ashoka mengusap pipi gadis cantik itu, “karena terlanjur nyaman, gue lupa kalo kita cuma sebatas sahabat.”

“Bukan sayang lagi, Ra. Tapi udah cinta. Gue jatuh cinta sama lo.”

Hening sejenak, hingga akhirnya tawa Damara pecah.

“Ashoka bisa-bisanya, ya. Padahal Mara udah serius dengernya.”

“Gue serius Damara!! Gue gak lagi bercanda!!” sergah Ashoka, gadis itu selalu saja tidak menanggapi dengan serius ucapannya.

“Ra, gue serius ....”

Damara terdiam lagi, terdiam cukup lama memerhatikan mimik wajah Ashoka. Namun tak ada ekspresi kebohongan di wajah pria itu.

“Ashoka ....”

“Iya. Iya, gue jatuh cinta sama lo, Damara Irish.”

✨✨✨

“Kenapa sayang?”

Damara menggelengkan kepalanya. “Gak papa. Mara cuma kepikiran sama tugas, pak Bambang ngasihnya banyak banget.”

“Berapa banyak emang?”

“Sebanyak cinta Mara buat Rey.”

Rey terkekeh mendengar gombalan dadakan sang pacar, “Belajar dari mana ngegombal kayak gitu, hm?”

“Kan Rey yang ngajarin.”

Rey merangkul bahu Damara, ia begitu menyayangi gadis di sampingnya itu. Damara mampu membuat hari-harinya berwarna, sudah lama memang Rey memperhatikan gadis itu, namun ia tidak terlalu yakin akan perasaannya hingga ia memberanikan diri untuk mengungkap perasaannya.

Damara memeluk Rey balik senyumnya melengkung saat melihat wajah sang pacar, pria yang sudah menjalin hubungan dengannya lebih dari tiga bulan ini.

Namun matanya bertabrakan dengan Ashoka yang melintasi taman, senyum Damara langsung surut. Mengingat begitu awkward-nya tadi malam saat Ashoka berterus terang padanya.

“Kenapa, Ra?” tanya Rey menyadari perubahan raut wajah pacarnya.

“Hah? Gak pa pa, kok.” Damara kembali tersenyum menanggapi pertanyaan Rey.

Saat kembali menatap di mana tadi Ashoka berdiri, pria itu sudah menghilang. Damara sedikit menghela nafasnya panjang, bimbang akan lontaran Ashoka tadi malam.

“Gue tau ini egois. Ra, lo mau, kan, putusin Rey demi gue?”

✨✨✨

Damara bergerak gelisah dalam duduknya, entah kenapa begitu rikuh bersama Ashoka hari ini. Harusnya ia biasa saja seperti hari kemarin-kemarinnya, tapi tidak bisa, ini terlalu canggung. Sejak tadi ia tidak fokus pada apa yang pak Zainal jelaskan, ia mendengar tapi satu pun tidak ada yang masuk ke dalam otaknya.

Tingkah Damara tidak luput dari pantauan Ashoka, ia sejak tadi memperhatikan Damara dari samping. Mungkin itu yang menjadi alasan Damara begitu canggung.

“Rileks, gue gak bakalan gigit lo.”

Ashoka menatap gadis itu tanpa ekspresi, lalu kembali menatap ke depan. Satu sudut bibir Ashoka terangkat, rasanya sangat ingin menggigit Damara karena saking gemasnya.

✨✨✨

“Dadah, pacar. Hati-hati!”

Damara melambaikan tangannya pada Rey yang sudah melajukan motornya menjauh. Setelah menghilang, Damara membuka pagar dan memasuki pekarangan rumahnya.

“Belum putus?”

“Eh, monyet!” kaget Damara saat kepala Ashoka menyembul di hadapannya.

“Bangke banget lo, mana ada monyet seganteng gue.”

“Ashoka ngapain coba ngagetin Mara?”

“Biasa aja, gak ngagetin gue.”

Damara mendecih, ia kemudian berlalu melewati Ashoka. Mengabaikan pria itu.

“Woy, jawab dulu pertanyaan gue! Kenapa belum putus, hah?!”

“Heh, bantet! Selain gak pekaan ternyata lo juga tuli, ya!”

 ✨✨✨

Minggu, 20 Juni 2021

Hi, i'm back!
ada yang nunggu cerita ini?
kalau ada part ini untuk kalian
selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang