13. Kidding or serious?

342 37 8
                                    

“Saya masih ting-ting, dijamin masih ting-ting. Sama sekali belum berpengalaman ....” Darwin menggoyang pantatnya seaduhai mungkin di depan kamera, diikuti seluruh ajudannya.

“Aseekk!” Darwin berjoget dengan bersemangat.

Dan saat Siska lewat di depannya, Darwin langsung diam dan tersenyum menggoda gadis itu.

“Woy, Siska! Lo tau gak arti bahagia yang sesungguhnya?” Darwin sedikit berteriak pada perempuan yang berambut cepol itu.

“Saat gue gak lihat muka najis lo, di saat itu kebahagiaan sesungguhnya buat gue.” jawab Siska lalu duduk  di tengah-tengah temannya yang sedang duduk ngemper bergabung dengan Damara, Astrid dan juga Farah.

Jawaban Siska membuat teman sekelas tertawa mengejek pada Darwin, sedangkan Darwin memasang wajah kesalnya. Bahkan ia menatap musuh bebuyutannya yang sedang tertawa paling keras diantara yang lain, Damara Irish.

“Ada yang malu, tapi bukan gue.” ejek Denis yang sedang fokus bermain game online, tapi telinganya masih terbuka lebar agar tidak ketinggalan berita dari sekitarnya.

“Ada yang kretek-kretek, tapi bukan ketek.” Sambung Gea, teman kelas yang agak tomboi.

“Ada yang retak, ternyata hatinya Darwin.” lanjut Damara.

“Diem lo pada!” Darwin menggemeretakkan giginya gemas, heran saja kenapa ia selalu menjadi target bullying di kelas.

“Emang menurut lo, kebahagiaan itu gimana?”

Darwin pun tersenyum karena pada akhirnya Siska meresponnya dengan benar.

Ia berdehem sebentar lalu berkata, “Bahagia itu, saat taimu, taiku, dan tai dari anak-anak kita bersatu di dalam kloset yang sama.”

Darwin tersenyum lebar saat melihat semua tercengang terheran-heran. Dalam pikiran Darwin sekarang, mungkin mereka merasa terharu dengan kata-kata mutiara yang baru saja ia keluarkan.

✨✨✨

Ashoka, Feizal dan Irawan baru saja mengerjakan soal matematika di depan kelas. Mereka lalu duduk dengan bangganya setelah merasa pekerjaan mereka sudah sangat benar.

Pak Bambang kemudian berdiri di depan papan tulis untuk memeriksa jawaban mereka, “Baik, jawaban semuanya sangat benar.”

Ashoka, Feizal dan Irawan kemudian tersenyum puas dan songong sesaat setelah pekerjaannya dinyatakan benar, dalam hati merasa sangat pintar.

“Untuk yang merasa masih bodoh bisa berdiri, nanti saya ajari sampai pintar.”

Si Darwin lalu berdiri sehingga menyita perhatian teman sekelas.

“Darwin, kamu merasa masih bodoh?”

“Enggak, Pak.” Darwin menggelengkan kepalanya.

“Terus kenapa berdiri?”

Darwin menjawab dengan mantap, “Saya enggak tega, Pak. Lihat bapak berdiri sendirian.”

Asdfghjkl?!

✨✨✨

Pulang sekolah, Damara ada kelas musik. Jadinya ia akan pulang terlambat, dan kebetulan Rey juga sedang ada kegiatan diluar sekolah dengan anggota Pramuka. Dan sekarang, ia sedang membujuk Ashoka mati-matian untuk menunggunya sampai selesai ekskul.

“Ashoka mah gak ada kasiannya ke Damara.”

“Karena lo emang gak harus dikasihani!” sengit Ashoka.

Damara memajukan bibirnya sepanjang-panjangnya, kemudian menatap Ashoka dengan sangat kesal.

“Bolehnya disayangi.” lanjut Ashoka.

Fathur dan Denis lewat di depan mereka berdua sambil memakan pentolnya pak Yanto, dan berpura-pura seolah-olah tak melihat Ashoka dan Damara

“Buaya mulai aktif ya bund,” sahut Denis kencang-kencang.

“Iya nih, tapi sayang buayanya gak gentle. Jadi, mangsanya direbut duluan.”

“Anjir, sad banget buayanya.”

Ashoka yang mendengar ocehan sahabat-sahabatnya, menjadi panas dingin sendiri. Ia lalu membuka sebelah sepatunya dan dilempar hingga mendarat dengan mulus di pantat Denis.

“Mampus! Makanya jangan suka gibahin orang. Katanya, kalo bukan mulut yang jontor, ya bokong lo yang bakalan mencuat.” ujar Ashoka ngarang.

Denis mencibir, “Oasu!” lalu melanjutkan langkahnya bersama Fathur yang diam-diam tertawa.

Sedangkan Ashoka mengambil kembali sepatunya sambil bersungut-sungut, Denis dan Fathur sedikit membuatnya sedikit naik darah.

Setelah memakai sepatunya, Ashoka kembali ke Damara dan menggandeng tangan gadis itu menuju ruang musik.

“Gue tunggu, jangan lama.”

Damara mengangguk antusias dan tersenyum lebar, ia memeluk Ashoka sebentar.

“Baik deh, kan cucok.” Puji Damara lalu masuk ke dalam ruangan.

“Cucok gigimu!”

Setelah Damara masuk, Ashoka duduk di kursi yang di siapkan depan ruangan. Ia dengan sabar menunggu Damara, sambil bermain game untuk menghilangkan jenuhnya. Mau ke kantin, tapi kantin sudah tutup. Jadinya Ashoka benar-benar menunggu Damara sampai merasa sangat bosan.

Satu satu jam lebih berlalu, anak musik keluar satu persatu dari ruangan. Tanda jika kelasnya sudah berakhir. Seorang gadis yang dari tadi ia tunggu juga sudah memperlihatkan batang hidungnya.

“Hai, capek ya?”

Ashoka mengangguk dengan jelas dengan mimik yang sedikit tidak mengenakkan.

“Sama kok, aku juga.”

Ashoka berdecak ringan, ia kemudian menggandeng tangan Damara menuju parkiran.

“Saking lamanya nunggu, gue sempet ke pasar.” kata Ashoka.

“Hah, masa iya?”

“Iya, terus ada orang kelindes truk sampe matanya keluar.”

Damara kaget sekaget-kagetnya mendengar cerita Ashoka.

“Dan yang lebih gilanya lagi, dia bangun terus mungut kacamatanya sambil bilang, ‘belum lima menit!”

Ashoka tertawa terbahak-bahak melihat Damara yang masih tercengang mendengar ceritanya. Heran saja, kenapa gadis itu langsung percaya.

“Kenapa saat gue bercanda, lo seriusin?” Ashoka sedikit menghela nafasnya, “dan waktu gue serius, selalu lo anggap bercanda?”

“Kan emang selalu bercanda?”

Mendengar Damara berkata begitu, Ashoka memutar bola matanya sambil bergumam, “Bakat banget keknya gue jadi pelawak.”

✨✨✨

Rabu, 10 Februari 2020

Terus dukung cerita aku yang ini yaas

Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang