6. Jodoh gak ada yang tau

286 33 0
                                    

Lambaian tangan mengarah pada Ashoka, gadis cerewet itu sudah dibawa pergi oleh pacarnya. Sedangkan ia masih sendiri saja. Memikirkan itu Ashoka mendengus, benar kata orang-orang, mantan itu memang selalu bisa merobek hati dan membawa pergi setengahnya. Iya, setengah hati Ashoka sudah dibawa pergi oleh sang mantan, bernama Keysha. Untung saja ada Damara, yang selalu bisa membuatnya lupa akan hal itu.

Ashoka melajukan motor sportnya membelah jalan Jakarta yang pagi-pagi sudah padat saja, itu sebabnya ia malas sekali membawa mobil. Pasti terjebak macet.

Sesampainya di sekolah, Ashoka langsung memarkirkan motornya di samping motor Darwin yang boncengan sama Denis. Mereka juga baru saja sampai kelihatannya.

“Belakang kosong, bang?” goda Denis.

“Pasangan mana, bang?” Darwin ikut-ikutan.

Ashoka menatap keduanya jengah, “Gak usah ngejek gue kalo lo aja gak punya.”

“Tapi gue punya gandengan,” Darwin tersenyum kemenangan.

“Gandengan kok sama cowok.”

“Dari pada lo, gak ada gandengan. Di jalan ngomong sama angin, bang?” kata Darwin meremehkan.

Ashoka menabok bahu sahabatnya yang sangat menyebalkan itu, “Asem!”

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kelas, seperti biasa tebar pesona akan mereka lakukan. Kecuali Ashoka tentu saja.

Di kelas, Ashoka melihat kursinya di duduki oleh Rey, pacar Damara. Ia berdecak, sementara ia duduk dulu di bangku Fatur yang belum datang. Bukannya tak berani menyuruh Rey pergi dari sana, hanya saja ia malas berdebat dengan Damara yang pasti akan menceramahinya.

“Gue liat-liat, Damara cantiknya gak nyelo, ya.” Celetuk Denis yang sedang memandang lurus ke depan, ke arah Damara lebih tepatnya.

“Coba aja Damara mau sama gue, udah, gue udah jadi cowok paling beruntung se SMA Sakura.” sahut Feizal, secara tak langsung mengiyakan pernyataan Denis.

Telinga Ashoka terbuka lebar-lebar seakan mendengar sebuah sinyal yang tak beres, matanya kini menatap tiga sahabatnya itu dengan tajam. Lebih tajam dari silet.

“Apa?” Darwin seakan menantang Ashoka karena ditatap tak biasa.

“Kenapa lo?” Ashoka menatap aneh Darwin.

“Gak terima kita ngomongin Damara?”

Ashoka tak menjawab, ia hanya memutar bola mata malas.

“Gak suka kalau misal gue naksir Damara?” pancing Darwin, ingin melihat respon Ashoka.

“Walaupun lo suntik putih sebaskom, luluran sebulan penuh, mandi kembang tujuh rupa, gue berani nikah muda kalo Damara jatuh cinta sama lo.”

“Bajingan!” umpat Darwin, secara tak langsung Ashoka sudah mengatainya seakan ia adalah manusia paling jelek sejagat.

✨✨✨

Upacara senin barusan dimulai, tapi seorang gadis sudah merasa bosan. Gadis itu, Damara. Ia menyenggol Ashoka yang ada di sebelahnya, sampai pria itu sedikit bergeser karena tak siap dengan senggolan maut dari sahabatnya.

“Kenapa?” tanya Ashoka.

“Panas,” ungkap Damara sepenuhnya menoleh ke samping, ke arah Ashoka.

Ashoka bersungut, “Namanya juga di tengah-tengah lapangan.”

“Heran, kenapa panasnya kebangetan, ya. Perasaan senin lalu gak gini amat.”

Damara sedikit demi sedikit bergeser hingga berada tepat di belakang Ashoka, ia tak terlalu khawatir ketahuan karena murid yang ikut upacara banyak. Dan lagi pula tingginya di bawah rata-rata, jadi tidak akan kelihatan walaupun ia berkeliling di antara para siswa-siswi.

“Ashoka tahu kenapa hari ini bisa panas banget?” tanya Damara sambil berlindung dari sinar matahari di balik tubuh tegap Ashoka.

“Gak tau.”

“Berarti kita jodoh,” ujar gadis itu membuat Ashoka kebingungan.

“Maksudnya?”

“Iya, kata orang-orang, jodoh itu gak ada yang tau.”

Ashoka terdiam, sudut bibirnya sedikit terangkat. Ia tidak tahu Damara sedang menggombal atau apa, tapi mampu membuatnya gemas.

“Mara,” Ashoka menyerukan nama gadis di belakangnya.

“Apa?”

“I love you!”

Damara mencubit pinggang Ashoka, “Dih, apaan?”

“Emang gue bilang apa?”

“I love you!” Damara masuk sasaran.

“I love you too!” balas Ashoka.

Ungkapan Ashoka barusan membuat teman-temannya menjadi rusuh.

“Ehem, keselek keringat.”

“Ehem ehem, keselek kata-kata manis.”

“Ehem, anjir keselek mik.”

✨✨✨

Di kantin, Damara duduk bareng sama Rey. Ia menjilat lolipopnya yang sudah mengecil. Tiba-tiba teman cowok sekelasnya datang dan duduk berdekatan dengan mejanya.

“Makan permen doang, pacar lo gak modal?” sindir Fatur, yang mulutnya lebih pedas dari cabe rawit.

“Enak aja ngatain pacar Damara,” bela gadis itu.

“Ya buktinya, jajannya cuma permen doang.” sinis Feizal, sebenarnya ia lebih ngeship Dashoka dari pada Darey.

“Damara diet, mau makan mama lemon aja.”

“Lah kok? Sabun cuci piring?” heran Darwin.

“Iya, kan tiga kali lebih hebat mengangkat lemak.”

Darwin memaksakan tawanya, “Gak sekalian minum super pel? Membunuh bakteri hingga sembilan puluh sembilan persen, kali aja bakteri di otak lo pada ngilang.”

“Udah kok, malah Damara minumnya vixal. Lebih ampuh!”

Ashoka tersenyum geli, Damara memang jagonya membuat lawan debatnya kesal dan mati kutu. Sedangkan Darwin sudah berdiri dari duduknya, mungkin ke uks meminta obat migrain. Pria itu sakit kepala sebelah kayaknya.

✨✨✨

Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang