Brak!
Ashoka terlonjak kaget, bunyi dobrakan pintu membuat jantungnya hampir saja copot. Di sana, di depan pintu, sudah berdiri Damara lengkap dengan seragam sekolahnya.
"Selamat pagi, selamat hari Senin Ashokaa!"
Ashoka kembali mengancing seragamnya, tak menghiraukan kicauan tetangga sekaligus sahabat laknatnya itu.
Damara mendaratkan tubuhnya di kasur king size Ashoka.
"Ashokaa, Damara ada kabar gembira, nih!"
Ashoka berjalan mengambil dasinya yang ada di sisi kasur, tapi kalah cepat oleh Damara.
Damara lalu berdiri dan mendekati Ashoka, ia berjinjit berniat memasangkan dasi pria itu.
"Ashoka tau nggak, Rey nembak Damaraa!!" ungkap Damara dengan wajah berseri-seri.
Ashoka menatap Damara sejenak lalu kembali bersikap acuh, "Oh!"
"Kok cuma 'oh' sih!"
"Terus gue harus bilang wow gitu?"
Damara menarik dasi hingga leher Ashoka tercekik, "Ashoka gak asik banget, sih!"
"Sakit, Damara!" ringis Ashoka.
Damara mencebik dan kembali melonggarkan dasi Ashoka, ia kini memakaikan dengan benar.
Setelah selesai, Damara kembali menghampiri kasur dan duduk di sana. Ia terlihat, kesal?
Ashoka menggelengkan kepala, sudah biasa menghadapi kebiasaan Damara yang seringkali merajuk.
Ashoka memakai jaket kulitnya dan mengambil tas. Setelahnya berjalan mendekati Damara yang sepertinya masih terlihat kesal, jelas sekali dari wajah Damara yang ditekuk.
Ashoka mencium pipi Damara sekilas, "Gausah ngambek, nanti telat upacaranya." Lalu berjalan keluar kamar.
Damara berdiri dan menghentak-hentakkan kakinya, "Gausah cium Damara!! Ashoka gak ada hakk!!" teriak Damara pada Ashoka yang sudah menghilang dari pandangannya.
_____
"Ka, tau enggak kenapa Tuhan menciptakan dua tangan?"
"Kenapa emang?"
Darwin mengangkat tangan kanannya lalu tangan kiri, "Karena yang kanan untuk makan, dan yang kiri untuk cebokk!!"
Krik krik!
Hening tak ada yang tertawa sama sekali, candaan Darwin sangatlah garing.
Darwin mencebik saat Ashoka mengabaikannya.
Ashoka lebih memilih keluar kelas daripada meladeni kegilaan seorang Darwin Arkana.
Saat akan berbelok ke kantin, ia melihat Damara sedang duduk di taman. Ditemani oleh Rey, anak kelas sebelah, XII MIPA 1. Mereka sedang bercanda ria.
Ashoka melirik sebentar saja, sudut bibirnya terangkat, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Baru lagi, ya?" ujar Ashoka lalu sedikit terkekeh.
Baru seminggu yang lalu Damara putus dengan adik kelas yang bernama Alan, dari kelas XI MIPA 4. Sekarang sudah dapat yang baru lagi, Ashoka salut sekali. Ia kembali berjalan.
Disambut oleh Feizal, Ashoka lalu duduk dengan kaki yang dinaikkan ke meja.
Sekarang ini ia berada di warung tongkrongannya di belakang sekolah.
"Ada barang gak?"
Feizal menyodorkan rokok dan koreknya, Ashoka kemudian mengambil sebatang sembari mematik korek.
Di hisapnya barang yang bisa memacu munculnya kanker itu.
"Ka, gue heran. Lo kenapa gak pacaran sih? Kalo gue lihat nih, banyak banget yang mau jadi cewek lo."
"Masih nunggu mantan lo itu?" Feizal menggeleng tak percaya, "Be smart, please. Dia udah ninggalin lo demi cowok lain."
"Entah," gumam Ashoka.
Feizal terkekeh, "Cinta boleh, bego jangan!"
"Kata neneknya Wali, mati satu tumbuh seribu bro." lanjut Feizal.
Ashoka tersenyum tulus pada sahabatnya itu, "Dan diantara seribu itu, belum tentu ada yang sama kayak yang mati."
~~~
"Ashokaa!" teriak Damara menghampiri sahabat sedari kecilnya.
Ashoka mengelus rambut Damara, gadis itu sudah memeluknya sejak sedetik setelah berteriak. Ia baru saja keluar dari kamarnya, tapi sebuah pelukan sudah menjumpai dirinya.
"Mau kemana?"
"Temenin Damara ke supermarket, yuk. Mau nyemil, nih."
"Kenapa sama gue, pacar Lo mana?"
"Kan Deket, masa ngajak Rey."
"Ya gak papa, masa gak boleh."
"Gak mau tau, Damara udah terlanjur di sini. Jadi Ashoka harus temenin, titik!"
Ashoka menghela nafasnya, "Iya deh, iya."
~~~
Setelah ke supermarket, Damara dan Ashoka berdiri di balkon kamar Ashoka sambil makan camilan.
"Ashoka, tau gak sih, Rey sweet bangeet!"
Ashoka manggut-manggut, "Sweet mana dibanding gue?"
"Sweet Rey lah, Ashoka mah gak ikhlas."
"Gak ikhlas gimana?"
"Ashoka sering minta imbalan, minta dibalas."
Ashoka tersenyum, ia ikhlas sebenarnya. Hanya saja, melihat raut kesal Damara adalah yang paling ia sukai.
"Ashoka belum cari pacar?"
"Calon pacarnya udah direbut orang."
"Itu namanya Ashoka kurang gercep."
"Ceweknya cantik, Ashoka tau diri."
"Lah, Ashoka kan juga ganteng."
Alis pria itu naik-turun, "Jadi, udah ngakuin nih kalo gue ganteng?"
"Pede banget!" Damara mencebik dan kembali bertanya, "maksud Ashoka, mantan yang dulu?"
"Hm?"
"Iya, si Keysha. Ashoka masih berharap?"
Ashoka tersenyum saja, tak membalas pertanyaan Damara. Tangannya bergerak mengelus rambut panjang gadis itu.
"Ashoka, denger Damara gak, sih." Damara mendelik, "Ashoka harus punya pacar!"
"Calonnya udah diambil orang,"
"Yaudah, rebut kalo gitu!" kesal Damara.
Senyum teduh Ashoka membingkai wajahnya, "Lo mau jadi pacar gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amicitia
Ficção AdolescenteAshoka Gauthama dan Damara Irish. Banyak yang berkata mereka cocok, banyak juga yang mengira mereka pacaran. Tapi faktanya, mereka hanya sahabatan, tidak lebih. Kenapa tidak pacaran saja? Ya karena mereka tidak saling jatuh cinta. Orang bilang, mus...