23. Belum sempat menggenggam

154 22 17
                                    

“Ashoka kuat, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ashoka kuat, ya. Dia sebegitu cintanya, sampek korbanin perasaan sendiri.”

Denis mengangguk menyetujui perkataan Astrid, mereka berdua sedang berada di rooftop sekolah, dan tanpa sengaja melihat Ashoka di bawah sana yang sedang memperhatikan Damara diam-diam.

“Ashoka yang aku kenal memang gitu, memilih sakit sendirian daripada merebut kebahagiaan orang yang dia cinta,” Denis memandang lama sahabatnya itu, “gue rasa semua orang juga akan ngelakuin hal yang sama. Tapi gue akuin, Ashoka orang terkuat yang pernah gue liat.”

Astrid tersenyum pada pria yang akhirnya menjadi kekasihnya itu, sudah sejak lama ia memendam rasa, dan love in silent yang ia alami berakhir sudah. Ternyata Denis juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

“Denis, makasih.”

“Makasih buat apa?”

Lengkungan di sudut bibir Astrid belum pudar. “Makasih karena udah memilih untuk mencintai aku.”

***

“Jangan diem terus, Ra. Lo gak kayak Damara yang selama ini gue kenal.” Ashoka mengikat rambut Damara yang menelungkupkan wajahnya di meja.

Tidak ada jawaban dari gadis itu, Damara belum juga membuka suaranya sejak dua hari yang lalu. Tepat setelah kepergian Rey ke Australia. Pria yang menjadi kekasihnya itu belum juga memberi kabar, padahal sudah ada janji untuk menghubunginya begitu sampai di sana.

“Ra, lo mogok ngomong gini dia juga gak bakalan datang.”

Akhirnya Damara menegakkan tubuhnya, menatap Ashoka dengan tatapan lelah dan resah.

“Ka, keliatan banget, ya?” Damara angkat suara pada akhirnya.

Ashoka mengangguk mantap. “Banget,” ujarnya menanggapi.

Helaan nafas lelah terdengar, Damara kini menyandarkan tubuhnya di kursi. Pikirannya melayang pada sang kekasih yang tak kunjung memberinya kabar, apa iya langsung sibuk begitu sampai di sana. Rasanya tidak mungkin jika Rey harus menjelajahi kebun raya Melbourne begitu tiba di bandara.

“Kalo bisa ngilangin satu hal, apa yang bakalan Ashoka hilangin dari diri sendiri?”

Belum sempat Ashoka menjawab, ponsel yang sejak tadi Damara pegang kini berdering nyaring dan membuatnya kaget. Nomor tak dikenal tengah meneleponnya, Damara kemudian mengangkat panggilan asing itu.

“Halo?”

“Rey?” Damara sangat antusias begitu mendengar suara sang kekasih, sampai tak sadar meninggalkan Ashoka yang meliriknya dengan tatapan tak biasa. Pria itu tersenyum pahit.

“Perasaan gue. Kalo gue harus ngilangin satu hal dari hidup, gue bakalan hilangin perasaan bodoh ini, Ra.”

***

Dengan keras Ashoka melemparkan bola basket ke tembok dan menangkapnya lagi. Begitu terus, memantulkan dan ditangkap lagi. Sejak tadi Ashoka melakukan itu tanpa berhenti, keringat sudah memenuhi tubuhnya dan membuat seragam olahraga yang dipakai menjadi basah.

Mestinya dari awal Ashoka menyadari, cintanya akan berakhir perih tanpa balasan. Harusnya dari awal ia menganggap bodo amat perasaannya, sehingga tidak perlu merasakan perasaan sesak untuk kedua kalinya. Mungkin jika Ashoka tidak menyadari perasaannya, hatinya akan baik-baik saja.

Pantulan demi pantulan terus Ashoka layangkan, hingga basket itu mengenai bahunya sendiri dengan keras.

“Arghh!” Ashoka membuang jauh bola basket itu dan menendang angin saking frustrasinya.

Ia tidak bisa mengendalikan emosinya, pikirannya dikuasai gadis yang sudah berani membuatnya jatuh cinta tanpa tanggung jawab. Diana mencintai pria lain, itu benar-benar menjadi beban benak Ashoka saat ini.

“Kenapa harus lo, anjing!”

Pria itu tampak sangat tidak terima dengan keadaan pahit yang ia terima.

“Kenapa gue harus jatuh ke lo, sialan!”

Untung saja lapangan basket indoor tidak ramai, hanya ada dia dan keempat sahabatnya yang duduk di pinggir lapangan sambil memperhatikannya.

“Woy, gak ada gunanya teriak-teriak. Diana gak akan langsung jatuh cinta, jatuhnya lo kayak orang gila, bego!” teriak Darwin merasa jengah melihat tingkah Ashoka.

Ashoka kemudian berjalan menuju mereka, semakin cepat hingga akhirnya tiba di depan Darwin.

“Ini semua gara-gara lo! Coba aja lo gak ada nyuruh gue buat sadar akan perasaan gue, ini gak akan terjadi!” Ashoka menarik kerah Darwin kencang-kencang, “coba lo gak usah ikut campur, gue bakalan baik-baik aja!!”

Darwin merasa kepalanya sakit karena benturan akibat dorongan dari Ashoka. Walaupun temannya yang lain berusaha untuk melerai, tapi itu tak ada gunanya saat menyadarkan orang yang dalam pengaruh emosi yang menggebu-gebu.

“Jika mencintai seseorang, maka sampaikanlah. Nabi aja bilang gitu, Ka!” Darwin melepas dengan kuat cengkeraman Ashoka, “Gue salah minta lo jujur sama perasaan lo sendiri?!”

“Kalo emang cinta lo bertepuk sebelah tangan, itu resiko!! Gak semuanya harus kayak rencana lo! Harus ada garamnya dulu, gulanya dulu, biar lo bisa ngerasa pas di endingnya!!”

Ashoka terhenyak mendengar perkataan Darwin, tangannya yang masih memegang kerah sahabatnya itu kini melonggar. Ia jatuh terduduk dengan nafas tak beraturan, matanya merah menahan segalanya.

“Terus, apa ini ending yang gue dapetin?”

***

Ashoka memelankan motornya saat sudah sampai di depan pagar, ia melihat Damara membukakan pagar untuknya. Rupanya gadis itu sudah pulang duluan.

“Ashoka!” Damara melambai pada Ashoka dengan senyum lebar hingga giginya terlihat semua.

Namun pemilik nama lengkap Ashoka Gauthama itu nampak cuek, ia melajukan motornya begitu saja melewati Diana yang kini mengerucutkan bibir.

“Ashoka, Rey akhirnya ngehubungin Diana. Katanya hapenya hilang, tapi sekarang udah beli hape lagi.”

Tidak ada respon dari Ashoka, ia memilih untuk berjalan memasuki rumahnya. Mungkin menghindar sejenak bisa memperbaiki suasana hatinya. Kadangkala pura-pura tidak peduli menjadi obat awal untuk move on.

Kasihan sekali, belum sempat menggenggam tapi Ashoka sudah harus melepaskannya.

Kasihan sekali, belum sempat menggenggam tapi Ashoka sudah harus melepaskannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin, 23 Agustus 2021

selamat membaca dan semoga terhibur 🖤
jangan lupa dukung amicitia dengan vote dan komen ya, thank you

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang