15. Si gadis yang tidak tahu diri

164 26 7
                                    

Seorang pria berbaring di kaki seorang gadis yang diberi bantal, gadis itu menyapukan masker organik ke wajah Ashoka yang padahal sudah tampan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pria berbaring di kaki
seorang gadis yang diberi bantal, gadis itu menyapukan masker organik ke wajah Ashoka yang padahal sudah tampan. Ashoka terlihat sangat jengah, bosan, jemu dan pasai.

“Udah belum?”

“Belum, ih. Ashoka dibilangin jangan ngomong, astagaa.”

“Lama banget, lo.”

“Mau ganteng, gak?”

“Aslinya gue mah gak usah pake ginian, udah ganteng dari sananya.”

Dengan kekuatan penuh, Damara mendaratkan bogemannya di perut Ashoka.

“Bisa diam, gak? Maskernya retak semua, nih.”

 Ashoka memegangi perutnya yang terasa nyut-nyutan, tetangganya itu memang sudah di luar batas bar-barnya. Ia memilih mengatupkan bibirnya, menelan kembali kata-kata yang ingin ia lontarkan.

“Nah, selesai.” Damara menggeser bantal dari kakinya dan menegaskan, “jangan banyak gerak!”

Tangan Damara membentuk simbol V, menunjuk matanya dan mata Ashoka secara bergantian. “I’m watching you.”

Ashoka menatap Damara sinis, rolling eyes ia lakukan. Ia menunggu dengan sabar, tidak berbicara dan tidak mangap sedikit pun. Sampai maskernya kering, Ashoka tertidur. Bibirnya sedikit terbuka, memperlihatkan gigi manisnya.

Pintu yang awalnya tertutup, kembali terbuka memperlihatkan seorang gadis cantik dengan membawa kue cokelat di tangannya. Mata Damara langsung mengarah ke kasur, di mana Ashoka tertidur di situ.

Gadis itu menutup pintu perlahan, lalu menaruh nampan di tangannya ke atas nakas. Damara menutup mulutnya, menggelengkan kepalanya seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Damara akui, visual Ashoka benar-benar di atas rata-rata. Banyak yang jatuh pada pesona laki-laki itu, herannya kenapa Ashoka belum juga punya pacar hingga saat ini.

Menurut berita dan wacana yang tersebar, Ashoka gagal move on dari mantannya yang bernama Keysha. Damara juga tahu, hanya saja dia belum pernah bertemu dengan gadis yang membawa lari separuh hati Ashoka itu.

Keysha adalah pacar Ashoka di SMP dulu, mereka sudah saling berjanji akan melanjutkan sekolah menengah di sekolah yang sama. Tapi gadis itu berbohong, ia pergi meninggalkan Ashoka tanpa kabar sedikit pun. Semua sosmed gadis itu juga tidak pernah aktif lagi, membuat Ashoka sempat frustrasi.

Ashoka dan Damara memang sudah bersahabat sejak kecil, selalu bersekolah di sekolah yang sama kecuali saat SMP. Karena Damara bersikeras bersekolah di swasta terkenal di Jakarta, sedangkan Ashoka ingin di negeri, membuat mereka pisah sekolah selama tiga tahun.

Damara pernah ingin melihat bagaimana wajah Keysha, tapi Ashoka dengan pelitnya tidak mau memperlihatkannya pada Damara. Dan sampai sekarang Damara masih bertanya-tanya, secantik apa mantan Ashoka itu?

Damara mendekati Ashoka, duduk di pinggiran kasur dan berdecak kagum dengan wajah tampan pria itu.

“Innalillahi wainnailaihi raji’un, telah meninggal akal sehat Damara.”

Gadis itu mengelus surai Ashoka dengan lembut dan berpantun, “Ada canteng, dalamnya kurma. Ashoka ganteng, mirip Obama.”

Damara terkekeh dan memilih beranjak dari sana, gadis itu ingin mandi. Entah kenapa Jakarta sangat panas sekarang, padahal ini sudah malam hari. Damara mengambil handuk kecil miliknya dan pakaian ganti, lalu masuk ke kamar mandi meninggalkan Ashoka yang masih nyenyak dalam tidurnya.

⚡⚡⚡

Bunyi decitan pintu terdengar, Damara keluar dari kamar mandi dengan baju tidur yang sudah terpasang di tubuh idealnya. Ia melihat Ashoka sudah bangun, duduk termenung di sana. Tatapan pria itu kosong, seakan menerawang jauh.

“Mukanya basuh dulu, udah kering banget, tuh.” suruh Damara.

Ashoka mendongakkan kepalanya, menatap gadis yang sekarang sedang mengeringkan rambutnya.

“Habis mandi?” tanya Ashoka dengan suara seraknya.

“Iya.” Damara mengangguk.

Ashoka kemudian turun dari kasur, menapakkan kakinya ke lantai. Berjalan tertatih menuju wastafel, dengan rambut mengembang seperti rambut nenek. Pria itu membersihkan wajahnya, kemudian menghampiri Damara.

Pria itu duduk di meja rias, tepat di depan gadis cantik itu. Senyumnya sedikit tercipta, memandangi wajah Damara yang semakin hari semakin cantik saja.

“Mau ke mana? Kok cantik banget.” tutur Ashoka.

Damara menggelengkan kepalanya dan berkata, “Gak ke mana-mana.”

“Mau nonton, gak?” tawar Ashoka.

“Emang Ashoka mau?”

“Lo mau gak, nih?”

“Iya iya, mau. Mara ganti dulu.”

Lengan Damara ditahan Ashoka, pria itu menggelengkan kepalanya.

“Gak usah gitu aja udah cantik. Pake jaket aja.”

Ashoka menyambar jaket miliknya yang tergantung, lalu memberikannya pada Damara. Menggandeng gadis itu menuju pintu.

Sebelum keluar, Damara berhenti sejenak untuk mencomot kue cokelat yang tadi diambilnya dari kulkas. Tak lupa menyuapi Ashoka juga, perlu diketahui, mereka berdua adalah pecinta cokelat garis keras.

⚡⚡⚡

“Cengeng banget, lo.”

Damara dengan cepat menghapus air matanya, ia sangat tersentuh dan ikut merasakan kesedihan pemeran utama dalam film yang mereka tonton saat ini.

“Kasian tau, jahat banget sih ceweknya! Udah jelas kalau cowoknya suka sama dia!” gedek Damara pada pemeran wanita yang sangat tidak peka pada perasaan pria yang selalu ada untuknya, dan mencintai pria lain yang berhati busuk.

“Kan, kok sedih gini, sih. Gak suka banget sama ceweknya!” Damara sesenggukan karena menangis.

Ceritanya, pria itu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan gadis pujaan hatinya untuk hidup lebih lama lagi dengan pria pilihannya. Gadis itu punya penyakit dan mengalami gagal jantung, dengan cinta yang begitu besar pada si gadis, pria itu rela mendonorkan jantungnya.

“Stupid girl!” Damara membogem kursi di depannya dengan keras, untungnya kursi itu kosong, “kasian banget cowoknya.”

“Kalo sama gue, lo kasian, gak?” celetuk Ashoka.

Damara menoleh ke samping, melihat wajah Ashoka yang tidak terlalu jelas karena pencahayaan yang temaram.

Gadis itu menggeleng kuat. “Ngapain kasian?”

“Bego, banget!” Ashoka mendorong dahi Damara dengan telunjuknya, lalu berdiri dan beranjak pergi. Filmnya sudah berakhir dengan akhir yang sedih, dan Ashoka membenci ending-nya itu.

Ashoka mengusap wajahnya kasar, mengibas-ngibaskan t-shirt putihnya. Benar, malam ini sepertinya panas sekali. Atau panasnya karena Damara yang tidak tahu diri?

“Perang aja lah kita.”

✨✨✨

Jum'at, 30 April 2021

Halo I'm backkkkk!!
menurut kalian karakter Damara gimana, sih?

terus kalo Ashoka gimana?

dikomen ya guys, dukung terus cerita aku yang ini ya. luv yuuuu.

selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

AmicitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang