“Ashoka, Mara mau jalan sama Rey dulu, ya.” pamit Damara pada Ashoka yang sedang berbaring di kasurnya.
Ashoka melirik Damara sekilas, “Hm.” gumamnya mengiyakan.
Damara terpekik senang, ia memeluk Ashoka sebentar setelah itu berlari kecil menuju lemari untuk memilih pakaiannya. Lalu mengganti bajunya di dalam kamar mandi.
Dengan dress kotak-kotak kecil selutut berwarna peach, Damara keluar dari kamar mandi. Ia berputar-putar di depan Ashoka.
“Damara cantik gak pake baju ini?” tanya Damara dengan senyum cantiknya.
“Lo gak pake baju aja gue suka,” jawab Ashoka ngelantur.
“Ashoka, mulutnya minta di tampar banget, ya.”
Sadar dengan ucapannya, Ashoka memperlihatkan deretan giginya. Damara mencebik pada pria itu, lalu duduk di depan cermin untuk memoles sedikit wajahnya.Hingga suara klakson menginterupsi kegiatan Damara, gadis itu langsung berdiri dan mengambil tas selempangnya. Tak lupa mencium pipi Ashoka terlebih dahulu.
“Damara pergi dulu!”
“Hm, pulangnya jangan terlalu malem!”
“Siap delapan enam!”
Selepas gadis itu pergi, tinggal Ashoka sendiri. Ia melirik jam dinding sejenak, masih jam 7 malam. Tumben-tumben matanya sudah mengantuk, Ashoka membenarkan baringnya, ingin tidur sebentar di kamar Damara sembari menunggu gadis itu pulang.
✨✨✨
Damara melirik tangannya yang digenggam erat oleh Rey, hatinya berbunga-bunga. Berjalan berdua bersama pacar di kota tua di malam hari memang memberi kesan berbeda. Damara melirik pacarnya dari samping, dilihat dari sudut mana pun pacarnya itu tetap saja tampan.
“Kenapa?” tanya Rey sadar jika diperhatikan sedemikian rupa oleh sang pacar.
Damara menggeleng sambil tersenyum, “Gak papa, bangga aja sama diri sendiri.”
“Bangga kenapa?”
“Bangga bisa punya pacar ganteng kayak Rey.”
Rey tertawa kecil hingga matanya menyipit. Damara terkesiap, mulutnya sedikit terbuka.
“Gantengnya pacarku ....” Damara bersenandung tanpa sadar.
Rey terkekeh, tangannya terulur mengacak rambut panjang gadis mungil itu. Ia gemas sendiri. Damara yang tak terima mengejar Rey yang sudah lebih dulu berlari menjauhinya.
✨✨✨
Seperti janjinya, Damara tak pulang terlalu malam. Jam 9 lewat sedikit, ia sudah sampai di rumah. Tangannya melambai pada Rey yang akan pulang.
“Makasih pacar, jangan bosan-bosan ya ngajak Damara jalan-jalan.”
Rey terkekeh dan mengacungkan jempolnya, “Pulang dulu, sayang. Tidurnya jangan malam-malam.”
Setelah mengucapkan itu, Rey bersama motor besarnya menjauh hingga hilang dari pandangan Damara. Sedangkan gadis itu, pipinya sudah merah, sangat kontras dengan kulit putihnya. Dipanggil sayang oleh Rey, membuat Damara jingkrak-jingkrak tanpa sadar.
“Ulalah babyy ...”
“Darryl nya Anastasha mah kalah sweet dari Rey nya Damara,” ujar gadis itu membandingkan pacarnya dengan karakter cowok dari novel yang di bacanya waktu lalu.
Dengan kresek hitam di tangan kiri dan kanannya, Damara melangkah masuk dengan perasaan yang cerah dan berkilau. Lebih berkilau dari kepala plontos pak Bambang.
“Assalamualaikum, anak gadis mama papa pulang, nih. Bawa martabak spesial lagi, lengkap sama brownis Amanda nya.” Damara menghampiri kedua orang tuanya yang ternyata masih menonton acara dangdut.
Maharani dan Harry menjawab salam putri semata wayangnya yang sangat cerewet itu.
“Pacarnya gak disuruh masuk, Nak?” Maharani bertanya lalu berdiri berniat mengambil piring di dapur.
Damara menggeleng, “Langsung pulang, gak enak katanya bertamu malam-malam.”
Mata Harry berbinar melihat martabak yang di bawa anaknya, ia mengambil potongan besar, lalu ditaruh di piringnya.
“Pa, kok rakus?”
Harry mengabaikan ucapan anaknya, dengan anteng ia membalikkan badannya melanjutkan acara menontonnya. Maharani menggeleng melihat tingkah suaminya.
“Nak, ini bawain buat Ashoka, ya.” ujar Maharani memberikan piring berisi martabak dan potongan brownis.
“Ashoka mana, Ma?”
“Di kamar kamu, ketiduran.” Tadi Maharani mematikan lampu kamar Damara dan melihat ada Ashoka di sana.
“Lha, belum pulang?” Ia lantas melangkah ke lantai dua menuju kamarnya.
Damara membuka pintunya, menyalakan lampu. Di lihatnya seorang pria bergelung di bawah selimut tebal. Ia menaruh piring di genggamannya ke atas nakas, lalu duduk di samping Ashoka yang sedang tertidur.
“Ashoka, bangun.” Damara menepuk pelan pipi Ashoka.
“Mau martabak, gak? Mara bawain, nih.”
Tepukan di pipinya membuat Ashoka menggeliat, matanya sedikit terbuka walau terasa berat. Di lihatnya Damara sedang menatapnya, ia membalikkan tubuhnya menghadap Damara lalu memeluk perut gadis itu.
“Udah pulang?” tanya Ashoka serak.
Damara mengangguk, tangannya bergerak membelai rambut pria itu. Ashoka yang di perlakukan seperti itu merasa sangat nyaman.
“Bawa apa buat Ashoka?”
Damara lalu mengambil piring di nakas, “Ada martabak sama bronis, Ashoka mau yang mana?”
“Mau dua-duanya,” jawab Ashoka lalu bangun dari tidurnya dan duduk bersandar di headboard seperti yang Damara lakukan.
“Enak,” Ashoka mengunyah martabak yang disuapi oleh Damara, “Beli di mana?”
“Deket kompleknya Darwin,”
“Ketemu sama Darwin?”
“Untungnya enggak.” ujar Damara dengan cengirannya.
Ashoka mengelus rambut Damara yang di gerai, ia bertanya lagi. “Kemana aja tadi?”
“Kepo!”
Senyum Ashoka tersungging, “Enggak, sih. Cuma nanya aja.”
Damara memberengut, ia lalu memakan bronis dengan tak santai. Tatapannya mengarah ke Ashoka menusuk.
“Jangan diabisin, gue mau juga.” Ashoka menahan tangan Damara yang akan kembali melahap bronis yang bahkan belum ia incip itu.
Setelah tandas semua, Ashoka membaringkan tubuhnya dengan kepala yang bertandang di paha Damara.
“Seberapa besar rasa suka lo ke Rey?” tanya Ashoka tiba-tiba.
“Bukan suka lagi, tapi udah cinta.” kata Damara.
“Cintanya seberapa banyak?” tanya Ashoka lagi.
Damara mengerutkan keningnya, untuk apa Ashoka menanyakan itu. Tapi tetap menjawab pertanyaan pria itu.
“Sebesar ini,” Damara merentangkan tangannya seolah-olah membuat sebuah bola besar.
Ashoka manggut-manggut mengerti, kepalanya lalu mendongak tepat menatap ke dalam manik mata Damara yang juga sedang menunduk memandangnya.
“Kalo ke gue, cinta lo sebesar apa?”
Damara terdiam sejenak, Ashoka pun sama, ia terdiam untuk mendengarkan jawaban apa yang akan keluar dari bibir gadis itu.
“Lebih besar dari cinta Harley Quinn untuk Joker ....”
✨✨✨
Senin, 30 November 2020
Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Amicitia
Teen FictionAshoka Gauthama dan Damara Irish. Banyak yang berkata mereka cocok, banyak juga yang mengira mereka pacaran. Tapi faktanya, mereka hanya sahabatan, tidak lebih. Kenapa tidak pacaran saja? Ya karena mereka tidak saling jatuh cinta. Orang bilang, mus...