[1] ^.^

3K 115 3
                                    

Seperti rutinitasnya selama satu tahun terakhir ini. Pukul sembilan malam dia akan pulang setelah bekerja seharian di toko alat tulis itu. Bersama teman sepekerjaannya Eli mulai membereskan barang-barangnya setelah berganti seragam.

"Bah kemana kamu Li? Kok ganti di sini?" pertanyaan Ayu membuyarkan cengiran Eli yang tengah membalas pesan sang calon korban.

"Hah? Oh, ini... Mau di jemput sama babang pilot Yu." jelas Eli dengan senyum sumringahnya.

"Belum mandi tapi bajunya udah cetar membahana aja kamu Li! Gak takut bau ketek kamu kecium apa?!" seloroh Wahyu sambil merangkul Ayu. Mereka sepasang kekasih cinlok gitu.

"Woh... Tenang aja! Aku udah pake parfum yang di kasih mas PNS kok. Beneran, parfumnya cuman aku pake kalo lagi keluar bareng cowok doang. Jadi bau ketek itu huss! Pergi! Go!" cerocos Eli sambil membenarkan kerudung pasminanya yang hanya ia sampirkan ke belakang doang.

"Yayaya... Terserah kamu Li. Aku pulang duluan ya Bebek... Assalamu'alaikum!" salam Wahyu pada Eli setelah memasangkan helm pada Ayu.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Ayam..." jawab Eli sambil melambaikan tangannya girang.

Panggilan ayam-bebek antara Eli dan Wahyu ada sejak dulu saat mereka masih SMP. Panggilan itu pelesetan dari bebeb ayang gitu, mereka dulu sengaja begitu karena akal jahil mereka saat mengganggu para teman-temamnya yang tengah pacaram di kelas karena satu sekolah atau sekelas dengan pacarnya.

"Dek?" panggilan seorang pria yang menggunakan stelan batik membuat Eli membalikkan badan.

"Iya?" jawab Eli sopan sambil menebarkan senyum indahnya.

"Hah? Oh–itu Dek. Apa ada toko alat tulis lagi di sekitar sini?" tanya pria itu seperti kebingungan dengan wajah sedikit lusuhnya.

Eli mengira dan dapat dipastikan dari kelusuhan wajahnya bahwa pria itu tengah mencari sesuatu yang di kejar oleh waktu.

"Ada sih ada Mas. Cuman ya, udah pada tutup semualah. Kan udah malem gini Mas." jawab Eli tak habis pikir dengan pertanyaan konyol pria itu. Sudah jelas sepanjang jalan besar yang di pinggirnya berjejer toko-toko yang sudah jelas saja tutup.

Pria itu tampak semakin gelisah. Kepalanya mulai bergerak untuk menatap sekitarnya.

Melihat orang kesusahan di sebelahnya dan di tambah dengan tampang rupawannya dan penampilannya seperti orang berada. Sebagai manuska normal, Eli mempertanyakan sesuatu yang mungkin membantu, "Memangnya Masnya ini nyari barang apa ya?"

Berhasil, pertanyaan Eli yang cepat dapat menggagalkan langkah pria itu yang hendak berlalu pergi.

"Em... Krayon." jawabnya lugas.

Eli menaikkan alisnya. Ia mulai tak habis pikir, pria itu kenapa tidak mencarinya di tempat photo copyan yang kadang ada barang-barang alat tulis juga. Tapi memngingat penampilannya yang menampakkan aura holang kayah, Eli sadar. Pria itu pasti tidak akan tahu.

"Kalo nyari krayon sih bisa nyari di tempat photo copyan aja atuh Mas. Tapi biasanya krayon yang mini sama sedeng. Jarang yang ada lengkap warnanya itu. Paling krayon yang warna standar isi 12 warna gitu." jelas Eli sambil mengangkat telfon sang cowok janjiannnya itu.

"Assalamu'alaikum." salam Eli sambil mengangkat tangan mencegah pria itu yang akan mengeluarkan suara.

"Hai Yang. Jadi kan? Kamu udah pulang bukan? Aku jemput, ok?" sambar cowok di sebrang sana.

"No, aku gak bisa. Kapan-kapan aja ok?" sambar Eli tanpa menunggu jawaban Ino, Eli mematikan telfonnya.

"Maaf Dek, boleh bantu antar nyari tempat photo copyannya? Soalnga saya baru di sini–"

"Iya Mas. Ayo, sayang antar." sambar Eli dengan girang. Kenapa? Karena penglihatan mata jeli Eli melihat kunci mobil di genggaman tangan pria itu.

Karena Eli manusia normal, dia akan dengan enang hati membantu seseorang dengan syarat ketentuan. Yaitu tampang, fuluss, dan tentunya orang yang butuh bantuan. Kalo gak butuh bantuan meski ganteng, kaya atau gimana ya ngapain nolong gitu lho.








Alhamdulillah
Semoga suka teman, jangan lupa ngaji teman...

I love you guys♥

Adi, My Duda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang