[16] (○゚ε゚○)

846 51 1
                                    

"Maaf ya Kak." lirih Eli setelah duduk di jok mobil yang sekarang tengah membelah jalan menuju rumah makan.

"Gak papa El. Udah kejadian ini." jelas Adi santai.

Eli mengangkat tubuh Laila yang ingin berdiri karena Laila sudah pada umur yang bisa berdiri dan  sedikit bisa berjalan beberapa langkah, "Aku ganti uang rumah sakitnya Laila ya Kak?"

Adi mengernyit, "Oh, kamu ngejek saya kaya saya gak punya uang El?" kata Adi dengan nada sok tersinggungnya.

Eli menegang, "Enggak. Bukan ih, tapi tuh ah apa ya aku–"

"Tenang aja kali El. Gak aku penjarain kok." jenakanya kembali.

Eli mendengus. Padahal dia sudah ketar-ketir sendiri memikirkan bahwa Adi akan marah dan minta ganti rugi. Atau setidaknya akan banyak omong ke orang tua Eli tentang masalah tempo hari itu.

Mereka turun dan masuk ke dalam rumah makan. Laila tetap anteng tanpa berceloteh di gendongan Eli. Tapi dia terus menarik ujung kerudung Eli dengan semangatnya.

"Oh begitu...? Narik kerudung Mba'..." seru pelan Eli dengan jahil. Dia menarik juga rambut lebat Laila pelan membuat balita itu tertawa keras sambil memukul-mukul wajah Eli.

Adi yang melihat interaksi mereka semakin memantapkan niat baiknya. Mereka duduk meja berkursi empat dan meja kotak.

Eli duduk lalu mendudukkan Laila di meja menghadapnya. Sedangkan Adi duduk di sampingnya menghadap Laila dari samping.

"Sini pangku ayah aja." ajak Adi sambil menyodorkan kedua tangannya hendak mengangkat anaknya.

Eli menggeleng, "Biarin aja duduk gini Kak. Eli pegangin kok." jelasnya sambil membuat wajah jelek pada Laila membuat balita itu tertawa keras sambil menepuk kepala Eli.

Adi tersenyum lalu mengambul tubuh gembul anaknya ke pangkuannya, "Gak sopan duduk di meja makan. Duduk sama ayah aja, ok?" jelas Adi lembut.

Eli tersenyum kikuk, "Hancur dah imegaku. Udah salah berapa kali di depan Kak Adi. Hadueh..." batin Eli sambil mengalihlan tatapannya enggan menatap Adi yang tengah menatapnya juga.

"Aku gak ilfeel sama kamu kok El. Tenang aja, kamu tetap bocah baru dapet KTP di mata saya." perkataan Adi membuat Eli mendengus.

"Yayaya... Kakak juga tetap duda buntut wahid di mata aku kok." sarkas Eli membuat Adi terkekeh pelan. 

Mereka makan dengan tenang. Setelah adzan maghrib berkumandang, mereka beranjak keluar dari rumah makan.

"Ke masjid dulu ya El." kata Adi yang Eli angguki sambil bermain poame-ame bersama Laila.

Mereka singgah di masjid. Laila di bawa oleh Eli ke bagian shaf cewek.

"Wah iya, itu ada nikahannya tetangga. Kakak muter balik aja, lewat gang sebelah." jelas Eli saat Adi akan membelokkan mobilnya ke gang rumah Eli.

Gang di Surabaya tempat tinggal Eli adalah gang besar, mobil masih bisa lewat. Tapi jika lebih masuk lagi, maka gangnya hanya bisa di lewati motor saja.

"Oh nikahan tetangga kamu." gumam Adi membelokkan mobilnya memutar arah, "Kamu kapan ngadain nikahan El?" tanya Adi.

Eli menangkat pertanyaan itu dengan santai, "Kalo ada cowok yang minta plus nyata taqwa ke Allah langsung Eli gaet Kak." jelasnya santai.

"Berarti saya termasuk dong."




Alhamdulillah
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...

I love you♥

Adi, My Duda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang