Adi turun dari mobil bersama Laila di gendongannya. Di depan toko yang sudah tutup itu terdapat tiga manusia yang terdiri dari dua prempuan dan satu lelaki.
Salah satunya adalah Eli. Adi menghampiri Eli mengajaknya untuk masuk ke dalam mobil. Eli dengan senang hati memasuki mobilnya Adi. Meski dia masih gak suka dengan bau AC mobil. Tetap saja, sebagai manusia normal Eli pantang menerima rejeki.
Ketika Eli memasuki mobil sambil menutup hidungnya dengan kerudung segitiganya membuat Adi mengembangkan senyumannya melihat tingkah Eli.
"Tenang aja. Saya sudah mematikan AC mobilnya. Jadi buka aja itu hidung pesek kamu." perkataan Adi membuat Eli melepas tangannya dari hidungnya dengan gembira.
"Ah so sweet banget sih Kak. Masih inget aja kalo aku gak suka sama baunya AC mobil. Hehehe." genit Eli sambil menahan senyum melihat senyum kememangan Adi. Seolah itu tanda bahwa dia berkata "Aku gitu lho."
Adi menyerahkan Laila pada Eli lalu duduk di kursi kemudi dan menjalankan mobilnya, "Sayangnya, saya matiin AC-nya karena Laila selalu nangis kalo kena AC mobil atau AC ruangan." penjelasan Adi membuat Eli berhenti menjahili Laila.
Eli menoleh pada Adi dengan tangan masih di atas wajah Laila yang terus saja tertawa, "Oh, mengecewakan sekali jawaban kamu Kak. Padahal kalo Kakak iyain aja, aku baper lho." sarkas Eli lalu kembali ke Laila yang masih saja ketawa.
Adi tertawa mendengar sarkasmenya Eli yang begitu kejam, "Lagian El. Kamu kerja di sana apa gimana?" tanya Adi sambil memelankan laju mobilnya dengan sengaja. "Lumayan, biar lama aja gitu." batinnya bersorak mendapat ide tersebut.
Eli mengangguk lalu sedikit mnepuk-nepuk paha Laila yang terlihat akan terlelap sebentar lagi, "Iya." sahutnya pelan.
"Udah lama?"
"Iya. Aku udah kerja di sana mungkin hampir 4 tahunan lebihlah. Aku sering lihat Kakak mampir di sana tahu. Tapi Kakaknya aja yang gak lihat-lihat aku." seloroh Eli.
"Oh ya? Baru tahu aku. Berarti kamu gak sekolah dong El? Kan tadi kamu kerjanya pas masih jam sekolah itu." tanya Adi sambil melirik Eli dan mendapati anaknya sudah tidur di pangkuan Eli yang terlihat sangat menggiurkan di mata Adi. "Astaghfirullah..." batin Adi kembali menyadarkan pada kenyataan akan dosanya yang sudah menumpuk.
Eli menyengir dengan indahnya pada Adi, "Enggak dong. Aku tuh males sekolah, jadi mending langsung kerja aja. Buktinya tanpa ijazah apa pun, Alhamdulillah aku bisa kerja." sombonganya.
Tapi Adi yang sekilas melihat pancaran matanya. Dia sadar, topik ini jelas sensitif untuk remaja tak bersekolah itu. Sebagai orang yang mengerti, Adi mengalihkan topik.
"Whahaha gitu. Tapi beneran deh, kamu El kalo aku gak lihat KTP kamu yang baru jadi itu. Aku nyangkanya kamu gak seumuran Leli lho." ledek Adi membuat perempatan merah di dahi Eli muncul.
Padahal, baru saja suasana hati Eli mellow sedikit. Ini malah di ajak nanjak ke emosi yang kesal.
"Oh, aku juga gak nyangka lho Kak. Mungkin harusnya aku manggil Kakak itu om? Paman? Kan ya? Kalo gak ketemu di pantai waktu itu, aku gak bakalan tahu kalo kamu udah punya buntut gembul kaya gini." balas Eli tak kalah baddas sambil menggoyangkan badan Laila yang tertidur di pangkuannya.
"Hahaha iya-iya. Jadi ini mau di anter ke rumah Toto atau kemana?"
"Ke kostan aku aja Kak."
Alhamdulilla
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...I love you♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Adi, My Duda
Random"Udah duda punya buntut wahid! Masih aja ngeselin, t-tapi Engkok terro ka kakeh."-Eli "Saya kira kamu udah dewasa. Ternyata masih bocah baru dapet KTP, t-tapi saya bahagia hanya melihat wajah kamu."-Adi _____________________________ "Whahaha gitu. T...