[20] (σ≧▽≦)σ

818 49 0
                                    

"Ayo, Laila duduk sama Mbael." kata Eli sambil mengambil alih Laila dari gendongan sang ayah.

Mereka memasuki mobil Adi. Ya, akhirnya setelah pemikiran kolot yang lama, Eli memberi syarat terakhir untuk menerima Adi.

Apalagi jika bulan langsung meminta pada bapak kandungnya di Madura. Bahkan, selang tiga hari dari itu, Adi langsung mengajak Eli untuk pulang ke kampung. Kata Adi pun, dia sudah izin cuti sepekan di sekolahnya.

"Mbael, au yayan." kata Laila berulang kali.

Eli mengambil kue kering di jok belakang, dia membukanya. Laila merebutnya, "Oye!!" teriaknya sambil memakannya.

"Gak makan juga El?" tanya jahil Adi dengan senyum gelinya.

Eli mendelik. Jika bukan karena pencerahan dari Toto, Eli sebenarnya tak ingin berlanjut dengan Adi. Lihatlah sikapnya pada Eli? Bikin naik darah mulu.

"Kalo gak di kasih tahu sama Toto kalo Kak Adi tuh juragan kostan, Eli mana mau sama Kakak." jelasnya pedas.

Adi menyentuh dadanya dramatis, "Ouh... Sakitnya tuh di sini..."

Ya, Toto sempat memberi bocoran bahwa Adi itu juragan kostan. Dua rumah di sebelah kanan kiri rumah Adi itu adalah kostannya. Karena rumah Adi sedikit dekat dengan komplek kampus. Jadi, isi kostan semuanya anak kuliahan semua.

Dua rumah yang mengapit rumah Adi itu pun dua-duanya berlantai dua dan tentunya sangat luas. Bahkan lebih besar dari rumahnya sendiri.

Eli menelfon keluarga bapaknya kemarin jika dia akan pulang sebentar. Dia sengaja tak memberi tahu bahwa membawa Adi. Sengaja ingin pamer pada mamah tiri dan adik tirinya itu.

Mereka sampai di rumah Eli sekitar pukul 11. Rumah dengan dinding triplek setengah beton dan bentuk memanjang itu terlihat sepi.

Eli mengajak Adi untuk duduk di Langgar bentuk panggung yang masih terbuat dari kayu dan berdinding anyaman bambu. 

Eli memasuki rumahnya mencari barang satu orang di dalamnya.

"Assalamu'alaikum Tir." salam Eli pada adik tirinya yang tengah nonton tv di karpet ruang tamu.

Fhatir bangun dengan terkaget-kaget, "Iyyu? Kok pulang? Emang kerjanya libur?"

Eli merangkul kesal adiknya itu, "Oh gitu... Gak aku kasih uang kamu!" ancam Eli sok kejam.

"Mana cowoknya Yu? Awas aja gak ganteng ama berduit. Gak aku restuin lho!" elak Fhatir seraya keluar rumah bersama Eli.

"Lah? Ganteng sama berduit doang mah banyak kali Tir. Percuma kalo gitu. Mending cari tuh yang udah buntut satu Tir."

Fhatir ternganga mendengar perkataan Eli dan di tambah melihat pria dewasa yang tengah menggendong balita di depan langgarnya.

"Iyyu gak cerita kalo itu cowok duda lho. Itu di terima gak sama bapak Yu." kagok Fhatir.

Ya, memang Eli sudah banyak cerita tentang semua cowok yang dekat dengannya pada Fhatir.

Akhirnya Fhatir pasrah menyambut calon kakak iparnya itu. Mereka hanya ngobrol di barengi dengan kopi dan camilan yang Eli dadakan beli.

Sore mendatang, bapak dan mamah tiri Eli baru datang dari sawah. Mereka menyambut Adi dengan bingung.

"Dapet dimana El?" tanya mamahnya saat tengah membuat makanan di dapur.

Mereka hanya bisa menyediakan telur dadar dengan sambal petis karena memang makanan mereka hanya tahu, tempe, dan telor saja.

"Di pinggir jalan. Itu juga baru kenal beberapa bulan kemaren Mah. Cuman, dianya udah ngotot, bahkan udah dateng ke rumah ibu bareng orang tuanya Mah." jelas Eli duluan tanpa menunggu pertanyaan berikut mamahnya.

Setelah shalat isya' mereka makan malam bersama. Laila pun seakan mendukung usaha sang ayah dengan menempeli Eli terus.

Selesai makan, Eli, mamah, dan Laila masuk ke rumah untuk nonton TV. Sedangkan para lelaki mengobrol di langgar.

Sesuai tradisi daerah Eli, soal minta-meminta cewek ke bapaknya itu ya di obrilin secara kelelakian tanpa dampingan cewek.









Alhamdulillah
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...


I love you♥

Adi, My Duda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang