[21] O(≧▽≦)O

771 46 0
                                    

Adi dan Laila menginap di rumah Eli. Hanya saja, para lelaki tidur di langgar, sedangkan para perempuan tentunya tidur di dalam rumah.

Esoknya, pagi-pagi sekali mereka sudah siap untuk kembali ke Surabaya. Karena Eli hanya bisa minta cuti dua hari saja.

"Yu." panggil bapak saat Eli akan memasuki mobil, "Iyyu tahu, keluarga kita memang miskin. Kalo kamu ada yang minta dari luar kaya gini, susah kitanya. Bapak bukannya melarang, tapi di pikirin lagi aja. Kamu satu-satunya anak perempuan bapak. Bapak gak mau kamu sampe ilang." bisik bapak pada Eli.

Eli mengangguk dengan senyum kecutnya. Dia sudah tahu akan begini, serba susah kalo cowoknya dari luar kota gini tuh.

Bukannya keluarga Eli tertutup dan menolak orang luar. Hanya saja, sesuai fakta dan pengalaman, jika sudah bersuami atau beristri dengan orang luar kota kalo gak beruntung tali silahturahmi putus atau hilang dadakan tak ada kabar. Karena mereka keluarga desa, yang secara samar masih menutup diri dari luar.

Ini juga salah satu piont yang membuat Eli susah welcome pada Adi. Kalo masalah hati, cinta gak cinta asal tahu si cowok baik luar dalamnya, Eli tak masalah. Karena dia orangnya realita, meski nikah dengan atas nama cinta, kalo orangnya gak baik luar dalam. Ya percuma dong.

"Mbael!" sentakan Laila menyadarkan Eli.

"Ah? Iya, kenapa sayang?" kata Eli sambil menunduk pada Laila yang duduk di pangkuannya.

"Ayah angil Mbael. Mbael cih iem aj ari adi!" jelas Laila cepat membuat pelafalannya semakin ancur tak karuan.

Eli mencium pucuk kepala Laila gemas lalu menoleh pada Adi, "Kenapa Kak?"

Adi tersenyum, "Enggak. Saya cuman manggil kamu saja." jelasnya pelan.

"Oh... Oh iya Kak, apa kata bapak semalam?" tanya Eli sambil membersihkan mulut Laila yang kotor karena jajanannya yang meluber ke mana-mana.

Adi  sedikit lama menjawab, "Bapak kayanya karena belum terlalu kenal. Jadi kaget mungkin, jadi semalem belum ada kejelasan. Tapi, tenang aja El. Saya akan selalu berusaha buat kamu kok. Tenang, selagi nama aku Adi, aku masih cowok." jenakanya di akhir kalimat agar Eli tak terlalu memikirkannya.

Karena sebenarnya Adi juga memaklumi sikap bapaknya Eli yang tak terlalu menerima kehadirannya. Jelaslah, baru pertama ketemu, langsung bahas minta anaknya. Bukannya pendekatan dulu, Adi justru gegabah sekali.

Padahal dia sudah berpengalaman tentang minta-minta gini, tapi tetap saja. Dia seperti terlalu terburu-buru dan tak bisa berpikir dengan jernih dan tenang.

"Ya Kak Adinya salah sih. Baru pertama ketemu nih, jangan langsung minta gitu. Di kira kaya keluarganya Cak Toto yang emang udah kenal ama Kak Adi. Kalo bapak sama mamah kan baru tahu Kaka sekarang, belum kenal lama." gerutu Eli kesal.

"Iya, aku terlalu gegabah. Jadi kita harus bikin strategi aja dulu El." ajak Adi.

Eli mendengarnya semangat kembali, "Gimana kalo Kak Adi setiap aku pulang kampung ikut, mau nginep atau pulang lagi sama, terserah Kakak." serunya.

Adi tersenyum cerah, "Nah saya juga nanti habis nganter kamu langsung pulang aja. Biar bapak tuh kasihan ama respect sama saya. Daripada nginep, takutnya malah tetangga kamu berulah terus saya makin gak di sukai bapak kamu." sambung Adi cepat.

"Nah iya itu Kak! Bagus! Bagus banget. Bulan besok kan Maulid. Nanti aku pulang, Kaka nganter aku." kata Eli senang.

Kenapa? Bukan karena memikirkan rencana Adi akan berhasil. Tapi dia senang karena uangnya akan aman jika untuk ongkos pulang kampung. Mari katakanlah Eli matre.

Tapi, kenyatannya itu lah wanita. Kalo gak matre, paling cuman di pendem doang atau sungkan. Sedangkam Eli, tak suka memendam atau sungkanan orangnya.










Alhamdulillah
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...

I love you♥

Adi, My Duda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang