Selamat datang, selamat membaca.
***
Freqiele membulatkan mata sempurna, terpaku di tempat, membuat Aresh yang baru saja menuruni anak tangga menabrak punggungnya. Aresh berdecak keras. "Kenapa kamu berhenti tiba-tiba?" kesalnya dengan suara yang masih mencicit.
Tangan Freqiele melebar, menutupi tubuh Aresh dengan tatapan seram. "Aresh, mundurlah. Dia ini pasti salah satu pria bajingan seperti di luar sana. Pa-pasti dia menyelinap masuk ke rumahmu, jangan ta-takut, aku bisa menghajarnya sampai mampus," ujarnya dengan suara bergetar, kentara sekali bahwa dia sedang ketakutan saat ini.
"Heh, kamu!" Tangan kanan Freqiele menunjuk tepat ke wajah lelaki di depannya, pria itu hanya menggaruk tengkuk dengan mulut yang sesekali terbuka lebar untuk menguap. Freqiele berdecak kesal, dia mengentakkan kakinya ke lantai keras-keras. "Kalau diajak bicara itu, tatap matanya, dong!" Seruannya saat itu membuat atensi pemilik muka menyebalkan itu tertuju pada Freqiele seorang.
"A-apa tatapan mata mesum itu? Aku laki-laki tahu!"
"Hanya orang tolol yang mengira kamu laki-laki." Akhirnya si pria mengatakan sesuatu setelah sekian lama terdiam.
Freqiele menggaruk kepalanya. Bagaimana bisa ketahuan? Padahal, di kapal tadi, Esi bersemangat sekali berkata bahwa dirinya sudah seperti lelaki.
Setelah berpikir dua detik, Freqiele mengangguk paham. Esi, 'kan, memang tolol, kenapa aku bisa percaya padanya? batin Freqiele.
Di tengah kelengahan Freqiele, lelaki di hadapan mereka sekarang mendekat, membuat wajahnya lebih terlihat jelas dengan bantuan lampu 5 watt di tengah ruangan. Tangannya kembali dibentangkan, menjaga Aresh dengan sekuat tenaga.
"Jangan medekat, Berengsek! A-aku ini lelaki, sukarela memutuskan kepalamu dari tubuh itu!"
Mendengarnya sontak membuat Aresh menutup mulutnya untuk terkekeh kecil, sedangkan pria di depan mereka hanya bersedekap dada. Matanya kini benar-benar bercahaya, karena dia sudah berdiri di bawah garis lampu tunggal. Freqiele makin mundur, sampai memepet Aresh ke dinding, dan hal itu secara tidak sengaja membuat kulitnya bersentuhan dengan kulit Aresh.
Setelah membaca pikiran Aresh, Freqiele langsung membalikkan badan dan berkacak pinggang. Dia menatap Aresh kesal, tetapi yang dipelototi justru terbahak sampai memukul-mukul dinding. "Kamu kenapa tidak bilang dari awal, sih?!"
***
Setelah kehebohan yang terjadi di basemen keluarga countess itu, Aresh menyuruh keduanya duduk bersebelahan dan saling mengobrol, tetapi yang terjadi malah ....
"Akulah seorang pria yang sukarela mencabut kepala--"
Freqiele menendang pinggang lelaki yang sedang mengangkat satu lengan ke atas, mengulangi dialognya degan nada puitis. Sial, dia malu sekali. "Tutup mulutmu, Cello Berengsek!"
Laki-laki itu mengaduh kesakitan, tetapi detik kemudian tertawa geli. "Kenapa aku malah duduk di sini bersama seorang lelaki, ya?" tanya Cello, masih degan nada sarkasme yang membuat Freqiele kesal bukan main.
"Apa kita mau duel? Biar kututup mulutmu itu!"
"Ah, aku terlalu lemah untuk seorang lelaki. Nanti aku--"
Freqiele berlutut dan langsung menarik rambut Cello gemas. Dia kemudian duduk di atas paha Cello santai, mulutnya bergerak mengigit pipinya.
Keadaan semakin ganas ketika Cello balik menyerang, dia membanting pelan tubuh Freqiele ke lantai dan menindihnya. Masih dengan Freqiele yang menarik rambutnya, laki-laki itu menahan salah satu lengan Freqiele dan ....
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMQUITE: FREQIELE TSUFFIEL [SERIES 1]
Fantasy[SUDAH TAMAT] Perihal perjalanan Freqiele Tsuffiel untuk mendapatkan peta ke negara kedua di Negara Famquite yang penuh kebejatan; wanita diperlakukan tidak lebih dari seekor hewan. Mana yang harus Freqiele pilih? Memerdekakan perempuan, atau memat...