III

56 13 0
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

"Aku hanya mengantarmu sampai di sini. Untuk selanjutnya, berusahalah sendiri, Freq," bisik Xylo.

Laki-laki tersebut menyeringai, lalu beralih pada seorang pria tua dengan perut buncit yang sibuk mengomando para budak. "Math, pemuda itu yang akan menggantikanku." Dia menunjuk ke arah Freqiele. "Pita suaranya bermasalah sejak kecil, jangan menertawakan Freq jika suaranya begitu lembut."

Math melirik Freqiele, menilai. "Tidak masalah selagi anak itu tetap patuh."

Xylo hanya tertawa. Dia berlalu meninggalkan Math yang sekarang memarahi seorang budak karena tidak becus mengangkut batu bara. Xylo berbisik sambil menepuk-nepuk bahu Freqiele. "Jangan sampai penyamaranmu terbongkar, Freq. Kamu bisa diperlakukan seperti sapi betina oleh mereka. Perhatikan orang-orang itu, mereka semua terlihat berengsek, bukan? Buat dirimu berguna dengan membawakan peta negara kedua."

"Aku tidak akan ketahuan," ucap Freqiele lugas. Bibirnya mengatup rapat, jeri kala mengingat isi pikiran Xylo.

"Baguslah. Ingat, tujuh hari tepat pada jam yang sama aku menurunkanmu di sini. Kamu harus berangkat ke dermaga saat senja."

Setelah mengatakan itu, Xylo kembali ke kapal uap yang masih mengapung di laut. Sedikit terombang-ambing oleh ombak karena sebagian muatannya sudah dimuntahkan.

Freqiele memperhatikan sekitar dermaga. Batu bara yang dibawa kapal Xylo diangkut oleh beberapa gerobak. Dia asyik memikirkan strategi yang akan dilakukan nanti, agar penyamarannya tidak terbongkar, lalu cara menemukan peta yang tak jelas tempatnya dalam seminggu. Dia memegang saku baju, peta gambaran Zealire pasti dapat membantu, hanya menunggu waktu yang pas untuk membuka benda itu. Ah, dia jadi merindukan keluarga barunya.

"Hei, kamu akan diam di sini sepanjang hari? Ayo!" ajak Math padanya.

"Ke mana?"

Pria paruh baya itu menghela napas. "Batu bara itu akan diusung ke gudang sebelum dilakukan pencucian. Sebagai atasanku mulai sekarang, sebaiknya segera ke sana."

***

Freqiele merasa risi berada satu penginapan dengan pria-pria itu. Siang ini, saat waktunya istirahat, beberapa orang berkumpul sambil meminum minuman keras. Telinganya panas mendengar teriakan wanita dari dalam ruangan. Freqiele memutuskan pergi dari penginapan dengan alibi ingin berjalan-jalan.

Beberapa pria tua sibuk membelah kayu di halaman rumah mereka, ada juga yang berlalu lalang di jalanan. Freqiele mencoba apatis saat mendengar jerit wanita dari dalam rumah disusul suara cambukan atau sesuatu yang pecah. Bagaimanapun, dia merasa jeri. Xylo sepertinya memang mengenal negara ini.

Freqiele mempercepat langkah ketika melihat beberapa pria mabuk berjalan sempoyongan, padahal ini masih siang. Sejauh ini, Freqiele belum melihat seorang wanita pun. Mereka mungkin diperlakukan layaknya budak yang ditahan.

Seminimal mungkin dia harus mengeluarkan suara, hanya dalam keadaan mendesak saja. Penyamarannya tidak boleh terbongkar. Freqiele bahkan rela tidak mencopot kumis imitasi yang selalu mengundang sensasi menggelitik. Persetan jika bagian atas bibirnya itu memerah.

"Lihat tubuh pemuda itu! Kurus sekali seperti tidak pernah diberi makan."

Freqiele mendelik. Ingin sekali menyemprot orang mabuk itu dengan kata-katanya, tetapi ditahan. Pakaian mereka sedikit lusuh. Kain putih gading dengan warna merah di sekitar dada dan bawah pinggang bagian tengah. Tidak jauh beda dengan pakaian Freqiele, mungkin hanya dibedakan oleh kualitas. Xylo memang orang kaya.

FAMQUITE: FREQIELE TSUFFIEL [SERIES 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang