***
Suasana makin tegang kala Countess Abraham meneguk salivanya sembari menggantungkan ucapan. Saat mendapat bisikan dari seorang di sebelah kirinya, dia membelalak sebentar dan akhirnya memasang raut wajah berbeda. "Tidak usah lanjut sidang dan mempermasalahlan hal bodoh, kita ke tempat Lish sekarang. Cepat siapkan kereta kuda untuk seluruh orang di kota ini!" seru Abraham dengan nada menggebu.
Freqiele dan Cello saling melempar tatapan bingung, wajah Abraham memang berubah, tetapi itu tidak menunjukkan kesan yang bagus. Tak lama, Fen, si komandan pasukan khusus Famquiet berdiri tepat di hadapan keduanya dengan wajah semringah. Dia mengulurkan kedua tangannya dan membantu Freqiele sekaligus Cello untuk berdiri.
"Kalian pahlawan, tiak pantas berlutut di depan para bajingan," ucapnya dengan wajah ramah, tetapi nada tegas dan berwibawa.
Freqiele sontak menatap orang di sekitar, wajah mereka terlihat merah padam dan tidak terima dikatakan buruk oleh pria berusia kurang lebih tiga puluh tahunan itu. Namun, dengan cepat Freqiele menyambar juluran tangan Fen.
"Kalian naik kereta bersamaku," ucapnya telak, lalu berjalan lebih dulu. Dengan banyak pertanyaan di kepala, Freqiele dan Cello menurut saja dan ikut ke dalam kereta kuda yang muat empat orang, ornamen di dalamnya biasa saja, tetapi terlihat elegan jika milik seorang komandan pasukan.
Selama perjalanan, ketiganya diam, sampai tangan biadab Cello mulai beraksi untuk menarik rambut Freqiele. Sontak, perempuan itu memukul Cello tepat di tangannya, membuat Fen terbahak dengan aksi mereka.
Sembari mengusap air di sudut mata, Fen berkata, "Kalian cocok sekali."
Freqiele mendelik, sementara Cello terkekeh geli. "Benar, Tuan Fen, kami memang cocok. Apa Tuan sudi jika menjadi saksi pernikahan kami nan--"
Plak.
Satu tamparan mendarat di pipi Cello sebelum sempat melanjutkan komentarnya. Sembari menggerutu, Cello menguap pipinya. Hal itu membuat Fen hanya geleng-geleng kepala. "Menikahlah, aku akan jadi saksi."
Cello mengepalkan tangannya di udara dengan wajah sangat puas. Sementara Freqiele terus mencibir sembari melempar tatapan sinis pada Cello. Ide mengalihkan pembicaraan muncul di kepala Freqiele. "Tuan Fen sepertinya orang terpandang, ya? Hm ... maksudnya Tuan tadi hebat bisa bicara begitu di depan anggota parlemen."
Fen mengubah wajahnya serius. "Fenpalite Scarta Baroness. Putra pertama keluarga Scarta."
Freqiele dan Cello membelalak, kemudian merunduk dalam-dalam. "Ma-maafkan kami sudah tidak sopan bicara pada Tuan Fen," wakil Cello gugup, punya nyawa berapa dia meminta keluarga Baron menjadi saksi pernikahannya meski hanya bercanda?
"Angkat kepala kalian," titah Fen yang membuat kedua pasang itu menengadahkan kepala. Dengan senyum tipis, Fen melanjutkan, "tidak perlu begitu, aku bukan tipe gila jabatan seperti orang sinting di parlemen. Lagipula, aku dikirim ke sini dua tahun lalu untuk mengamati inci Famquite oleh Raja Quartararo, kalian mempermudah pekerjaanku, terima kasih." Di ujung kalimat, Fen menurunkan topi berwarna cokelat yang sejak tadi dipakainya.
Cello mengerjap beberapa kali, bingung dengan keadaan. "Maaf lancang, tetapi ... apa Tuan Fen akan menjadi pemimpin Famqite?"
Fen tersenyum lagi, dia tipe oang yang mudah tersenyum rupanya. "Ya, seharusnya saat periode milikku, standar ganda terhapus. Namun, kalian membangun jalan tol untukku, hahaha."
***
Salah satu desa di Famquite kini ramai kedatangan ratusan kereta kuda, sampai lahan parkir tidak tersedia. Para warga berbondong-bondong menyajikan jagung dan umbi-umbian rebus untuk tamu dari kota, apalagi ada countess yang selama ini hanya mereka lihat dari foto.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMQUITE: FREQIELE TSUFFIEL [SERIES 1]
Fantasy[SUDAH TAMAT] Perihal perjalanan Freqiele Tsuffiel untuk mendapatkan peta ke negara kedua di Negara Famquite yang penuh kebejatan; wanita diperlakukan tidak lebih dari seekor hewan. Mana yang harus Freqiele pilih? Memerdekakan perempuan, atau memat...