Selamat datang, selamat membaca.
***
"Nyonya, biarkan aku yang merawat anak Cal itu." Belinda menatap prihatin bayi laki-laki di gendongannya. Bagaimana kalau nasib nahas seperti itu akan menimpa putrinya yang baru berumur beberapa hari?
"Suamiku akan membunuhnya juga. Hei, jangan menangis dulu ...." Wanita bergaun mewah itu berdecak. "Aku belum selesai berbicara."
Lish menghapus cepat air matanya, tidak ingin berakhir tragis layaknya Cal dengan menentang keinginan istri countess. "Aku yang diamanahkan oleh Cal untuk menjaga putranya. Tolong, jangan biarkan dia dihukum, Nyonya. Bayi itu tidak salah apa pun."
Perempuan dengan pakaian lusuh itu mengingat berita beberapa jam yang lalu. Dia mendengar kabar jika Cal akan dihukum mati. Tak berselang lama, beberapa suruhan pemerintah juga datang untuk membawa bayi Cal.
Belinda menyentak Lish. "Aku belum selesai bicara!"
Tubuh Lish gemetar. Hanya anggukan kepala yang diberikan sebagai respons dari ucapan Belinda. "Aku akan merawatnya. Suamiku jarang berada di rumah, jadi itu tidak beban. Malah akan menjadi masalah jika kamu yang merawatnya. Gendong dia dulu, aku akan melapor jika sudah memusnahkan bayi itu."
Dengan tangan gemetaran, Lish menerima bayi itu. Dia mendekapnya erat, lalu pergi ke tempat sepi sesuai instruksi dari Belinda. Sedangkan istri countess itu segera pergi menemui suaminya.
Kening Abraham berkerut saat Belinda datang tanpa bayi laki-laki itu. "Di mana dia?"
"Aku sangat tidak tega melihatnya dibunuh dengan sadis oleh kalian. Aku sudah memerintahkan seorang budak untuk menenggelamkan bayi itu di sungai. Setidaknya itu lebih baik." Perempuan itu menunduk dalam, mencoba menghindari tatapan suaminya dan algojo tidak berperasaan.
Abraham menyipitkan mata menatap istri satu-satunya itu. "Kamu yakin dia sudah mati?"
Belinda mengangguk mantap. Setelah mendapat perintah untuk meninggalkan tempat itu, Belinda segera menuju seorang perempuan yang menggendong bayi dengan air mata yang menganak sungai. "Terima kasih, Lish."
Lish mengangguk sembari memberikan bayi tampan itu pada Belinda. "Biar aku saja yang merawatnya, Nyonya."
"Sudah kubilang, tidak perlu."
Perempuan bergaun lusuh itu mengangguk, masih dengan air matanya. Dia tidak pernah menyangka, Cal yang tadi masih disapanya, kini sudah pergi meninggalkan dunia. Semoga saja anak Cal akan hidup sehat dan tentram.
***
Freqiele memekik, "Cello!"
Tubuh Cello terhuyung ke belakang saat Lish telah menyelesaikan ceritanya. Freqiele menuntun pemuda itu untuk duduk di kursi kayu jati panjang dekat tempat tidur yang ditempati Lish. Sedangkan perempuan berperut buncit itu masih menahan sensasi nyeri pada perutnya. Nam belum juga tiba, mungkin peralatan yang dibutuhkan sedang bersembunyi akibat tidak pernah dipakai.
"Kamu tidak apa-apa, Cello?" Pertanyaan itu tidak diacuhkan oleh Cello. Wajahnya memutih.
"Cello!" Pemuda itu terkejut saat Freqiele menggoyangkan bahunya kencang, seolah baru tersadar dari mimpi buruk.
Jantung Cello berdampung-dampung hebat. Suaranya tersekat di tenggorokan, perlu mengatur napas berulang untuk mengatakan satu kalimat tanpa terbata. "Tidak apa-apa, Freq."
"Bajingan! Sudah kuduga, bibit dari hal ini terjadi karena pemerintah yang tidak becus." Freqiele menarik kumis imitasi di atas bibirnya. "Aku sudah tidak tahan! Aku akan pergi ke tempat para orang biadab itu berkumpul."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMQUITE: FREQIELE TSUFFIEL [SERIES 1]
Fantasy[SUDAH TAMAT] Perihal perjalanan Freqiele Tsuffiel untuk mendapatkan peta ke negara kedua di Negara Famquite yang penuh kebejatan; wanita diperlakukan tidak lebih dari seekor hewan. Mana yang harus Freqiele pilih? Memerdekakan perempuan, atau memat...