VI

39 12 0
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

Pintu yang sengaja Freqiele buka, membuat orang yang berlalu-lalang di sekitar rumah pinjamannya tahu kalau Freqiele sedang kedatangan tamu. Bisa dikatakan ini suatu kehormatan karena dia bisa bertemu dengan countess dari negeri ini.

Namun, Freqiele tidak merasa terhormat mendapat kunjungan itu. Negara berbahaya ini ... pasti struktur pemerintahan juga sama dungunya. Penindasan, penyiksaan, kekerasan terhadap perempuan di mana-mana. Tidak ada keadilan dan pembelaan untuk kaum hawa. Negeri iblis seperti ini harusnya sudah hancur dari dulu.

Pun apakah derajat wanita serendah itu? Bahkan, hewan ternak di sini masih diberi makan. Apakah benar wanita di Famquite lebih rendah dari hewan?

Sudahlah, memikirkan itu hanya akan membuat jiwa Freqiele sebagai perempuan ingin memberontak. Dia tidak ingin penyamarannya terbongkar. Dia memiliki niat menegakkan emansipasi di sini, tetapi tidak sekarang. Ini baru permulaan.

"Kebetulan aku bawa minuman. Kamu tidak perlu repot-repot membuatkan kopi atau semacamnya. Mari minum bersama, jika kamu mau," tawar countess yang duduk di depan Freqiele.

Seakan tahu Freqiele akan membuatkannya suguhan yang layak saji, lelaki tua dengan mata semu merah itu sudah menawarinya dengan minuman yang sama sekali tidak menarik minat. Minuman dengan bau alkohol kuat diletakkan di atas meja.

"Kamu seperti belum pernah meminumnya, Tuan Freq? Apakah minuman ini bukan kelasmu?" tanya Countess Abraham, ketika melihat tatapan aneh yang diberikan oleh Freqiele. Tentu dia tahu siapa pria di depannya.

"A-ah, tidak, Tuan. Hari ini saya tidak bernafsu untuk minum. Mungkin lain kali kita bisa bersulang," elak Freqiele. Dia mulai waswas. Meski tidak dicurigai, tetapi Freqiele merasa risi dalam keadaan seperti ini.

Countess Abraham terkekeh mendengar Freqiele bertutur. "Baik, baik. Kita akan bersulang dengan nyanyian wanita-wanita nanti. Aku bersedia membayar mahal untuk kita mainkan." Countess itu mengedipkan sebelah matanya, membuat Freqiele bergidik. Secepat mungkin dia mengembalikan ekspresinya.

Pria tua gila! Mana mungkin aku bermain dengan manusia sejenis diriku, batin Freqiele di dalam hati.

Freqiele tersenyum kecut menanggapi. Dia berdoa semoga tidak dipertemukan lagi dengan manusia sejenis ini. Ini akan menjadi pertemuan yang pertama dan terakhir, itu harapan Freqiele. Sayangnya, harapan hanyalah harapan. Dia mandor di sini, otomatis dia akan sering bertemu dengan pria sinting dengan jabatan tinggi di depannya.

"Jadi, apa maksud kedatangan Tuan ke sini?" Freqiele tidak mau berbagi udara lama-lama di ruangan ini dengan Abraham.

"Ya, aku jadi lupa tujuanku ke sini." Countess Abraham menuangkan ke dalam gelas minuman beralkohol, kemudian menenggaknya. Freqiele hanya menatap dengan tatapan heran. Apakah minuman seperti ini menggantikan air putih? Ke mana-mana selalu dibawa, seakan itu benda pokok. Huh, jangan sampai dia memberontak dengan kebiasaan di sini. "Sebenarnya aku hanya ingin memberi tahu kalau kamu akan bekerja mulai besok."

"Tentu, saya sudah tahu tugas yang diberikan dari Tuan Xylo. Apakah Tuan jauh-jauh dari gedung parlemen ke sini hanya untuk mengatakan ini?"

Jika Abraham pintar, pasti dia tahu kalau sebenarnya Freqiele menyatakan usiran secara halus. Sayangnya, alkohol telah memenuhi otak pria tua itu, hingga dia tidak bisa berpikir genap.

"Sepertinya sudah, Tuan Muda." Countess Abraham berbicara dengan nada mulai berbeda. Dia berjalan sempoyongan menuju pintu. "Aku pulang dulu. Jangan lupakan wanita-wanita kita nanti, Tuan Freq."

Di sana, satu orang pria berpakaian formal memapah tubuh Abraham. Kusir kereta kuda yang memakai pakaian putih segera melaksanakan tugasnya.

***

Dengan tangan yang disilangkan ke belakang---supaya tampak seperti lelaki sungguhan---Freqiele berjalan menyusuri daerah pertambangan batu bara yang akan ditempati untuk bekerja. Jalanan terjal dipenuhi bebatuan dan panas matahari yang menyengat sangat berbanding terbalik dengan tempat dia bertemu Aresh tadi.

Freqiele mengedarkan pandangan. Kini, netranya fokus dengan beberapa wanita dengan baju yang lusuh berjalan tak jauh darinya. Tiga wanita itu menunduk. Di tangannya terdapat keranjang dan beberapa pakaian, yang Freqiele tebak itu baju kotor.

"Hei, Nona!" sapa Freqiele.

Sontak, ketiga wanita itu menoleh ke arah sumber suara. Freqiele sama terkejutnya ketika melihat wajah masing-masing. Ada yang kusam, berdarah-darah, bahkan ada yang bibirnya sedikit sobek. Secuil hati Freqiele tersayat. Beruntung nasibnya dulu lebih baik dari ini.

"Kalian mau ke mana?" Freqiele mendekat. Dia merebut pakaian yang berada di tangan wanita paling kanan. Sengaja, Freqiele melakukan kontak fisik supaya bisa membaca pikiran salah satu dari mereka. "Aku tidak akan menyelakaimu. Aku tidak seberengsek mereka. Kalaupun aku mau, aku akan memilih yang lebih dari kalian." Sebenarnya hati Freqiele sakit mengatakan ini. Akan tetapi, dia mencoba membalas apa yang dipikirkan wanita itu dan menjaga penyamarannya.

"Kalau boleh tahu, kain ini untuk apa?" tanya Freqiele.

Wanita yang tadinya membawa kain itu menunduk, tidak berani berucap. Freqiele pun baru ingat kalau wanita di sini tidak diperbolehkan berbicara. Lagi, dia sengaja menyentuh kulit wanita tadi demi mendapat jawaban.

"Hm, untuk dicuci rupanya. Berhati-hatilah kalian dalam melaksanakan tugas. Jangan sampai membuat nyawa kalian terancam dengan membuat kesalahan sepele."

Mereka melanjutkan langkahnya. Freqiele menyaksikan dari belakang. Dia memperhatikan dari atas sampai bawah, lagi-lagi hatinya kembali tersayat. Mereka tidak mengenakan alas kaki! Ini panas, apakah mereka tidak kesakitan? Akhirnya, dia hanya bisa mengembuskan napas pasrah.

"Kapan negeri gila ini hancur? Maafkan aku, saudaraku."

***

Sampai jumpa, terima kasih.

***

Regard:
m

aylinss_

jurnalharapan
Erina_rahda
maeskapisme
nurullhr
Nitasw213
Salsarcsp

FAMQUITE: FREQIELE TSUFFIEL [SERIES 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang