Dunia lelaki itu seperti kembali hidup setiap kali ia berada di hadapan kamera. Dikelilingi latar berwarna juga lampu yang menyala. Dengan pakaian yang menelanjangkan dada bidangnya, mengekspos perut tegasnya yang terbentuk sempurna berkat angkatan besi saat olahraga, lelaki itu membiarkan lensa kamera membekukan setiap gerakan yang ia buat sesuai arahan dari sang pengambil gambar di depan sana.
"Coba tatap lebih tajam ke kamera. Arahin posisi dagu kamu agak ke kiri. Iya! Kayak gitu. Nice. Tahan!" Bersamaan dengan itu, lampu kamera kembali menyala. Gambar terakhir untuk pemotretan hari ini pun berhasil diabadikan di sana. Setelahnya, riuh tepuk tangan menggema.
Ini dunia Thera, dan lelaki itu selalu melakukan pekerjaannya dengan sempurna.
"Bagus sekali, Thera. Benar-benar memuaskan. Kerja kamu memang nggak pernah mengecewakan." Seorang wanita berusia awal empat puluhan datang dengan satu botol minuman dingin ke hadapan Thera yang baru menyelesaikan pemotretan.
Lipstick merah tebal juga riasan berlebihan yang wanita itu kenakan sedikit membuat Thera tidak nyaman. Tetapi ia tetap harus profesional. Setidaknya ia masih cukup sadar untuk apa dan oleh siapa hari ini ia dibayar. Maka lelaki itu tersenyum, sembari mengancingkan jas yang semula terbuka dan membuat mata wanita itu bebas menjelajah dadanya.
"Terima kasih, Miss Sandra. Saya juga merasa terhormat sekali bisa bekerja sama lagi dengan Anda. Setidaknya sejauh ini, Anda yang berani bayar saya dengan harga paling mahal." Kemudian lelaki itu tertawa dan menerima minuman dingin yang wanita itu berikan.
Sementara wanita itu mendekat, memangkas lagi jarak keduanya hingga wangi parfumnya yang menyengat membuat Thera muak. Ia benci aroma yang terlalu kuat. Tetapi jika itu Miss Sandra—salah satu pemilik perusahaan majalah ternama yang telah berkali-kali menyewa jasa Thera sebagai modelnya—lelaki itu tidak bisa menolak. Maka saat wanita itu meletakkan tangannya di dada Thera dan membuka lagi kancing jasnya, ia hanya tersenyum dan membiarkan saja.
"Sori. Tapi saya lebih suka lihat kamu seperti ini, Thera. Kelihatan lebih dewasa dan ... seksi."
Di dunia Thera yang satu ini, ia tidak pernah mengenal batasan. Disanjung atau dilecehkan baginya tidak ada perbedaan. Yang ia tahu, ia menikmati semua ini. Lelaki itu kemudian menenggak minumnya dan tersenyum setelah dingin air itu turun melewati kerongkongan.
"Saya bahkan nggak keberatan buka jas saya sepenuhnya buat Anda, kalau Anda mau, Miss."
"Really?"
"Bisa diatur. Sesuai harga," bisiknya.
Di detik itu tawa kembali mengisi sudut-sudut yang perlahan kehilangan euforianya. Lampu-lampu yang semula menyala pun kini padam, properti foto yang tadi Thera gunakan juga satu per satu mulai disingkirkan. Sebelum dering ponsel milik Miss Sandra memangkas topik mereka dan wanita itu terpaksa mengakhiri semua di sana.
"I'll talk to you later. Sekali lagi terima kasih, ya, Thera. Sampai ketemu lagi di project selanjutnya."
"My pleasure, Miss."
Kemudian wanita itu pergi setelah meninggalkan tepukan hangat di pundak Thera. Menyisakan bunyi nyaring hak sepatu yang bertabrakan dengan lantai sebelum akhirnya hilang tertelan jarak juga keramaian di luar.
Perhatian Thera kini teralih ke sekitar, mencoba menemukan manajernya yang dari tadi tidak kelihatan. Tetapi wajah familier itu tetap tidak ia lihat di antara orang-orang. Maka Thera bergegas mencari ponselnya, berniat menanyakan di mana wanita itu sekarang berada. Namun, pesan notifikasi atas nama Kaira datang lebih dulu dari yang ia kira.
KAMU SEDANG MEMBACA
AtheRion
Teen FictionAthera-dua puluh lima tahun, bukan sosok sempurna seorang Kakak yang menjadikan dirinya panutan. Arion juga bukan Adik terbaik yang memaksa dirinya menjadi penurut. Mereka sosok dengan ego yang berbeda. Berusaha menjadi satu, saat semesta menetapkan...