Sembilan | Persaingan Yang Sesungguhnya

3.4K 540 448
                                    

Setelah satu hari kemarin Thera mengambil libur dan menolak semua pekerjaan yang sebenarnya telah terjadwal, hari ini lelaki itu kembali memenuhi semua panggilan. Melengkapi jadwal yang kemarin sempat terbengkalai dan hanya menurut saat Kaira mengintstruksikan satu per satu hal yang harus ia lakukan.

Tadi pagi, ia meninggalkan rumah bahkan sebelum matahari menampakkan diri. Meninggalkan sepiring omelet di meja makan untuk Arion yang saat itu masih tidur di kamar. Sampai sekarang, saat waktu menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua pekerjaan yang Thera selesaikan. Pertama, meeting dengan brand parfum yang kemarin sempat tertunda. Lalu yang kedua, melakukan pemotretan untuk majalah fashion ternama.

Sekarang, lelaki itu sedang mengambil jeda untuk makan siang, sembari menunggu untuk pemotretan sesi kedua yang akan dimulai satu setengah jam lagi.

"Aku sebenarnya ngerasa perlu bicara sama Mama sekali lagi tentang masalah kemarin. Terlepas dari alasan dia datang ke rumah karena katanya sakit hati sama omongan aku, apa yang udah dia lakuin ke Arion itu keterlaluan. Kalau dia marah sama aku, harusnya dia ngomong ke aku, dong. Bukan malah nyamperin Arion ke rumah terus marah-marah nggak jelas." Setelah menu yang ia pesan tiba, lelaki itu mencoba kembali membuka topik berbeda. Sudut kafe itu cukup nyaman untuk ia dapat bicara lebih banyak sembari menghabiskan makanan di piring mereka.

Sementara di hadapannya, Kaira mengangguk pelan. Alih-alih menatapnya, perempuan itu justru sibuk membelah potongan daging di piringnya menjadi dua.

"Terus?"

Tetapi saat perempuan itu akhirnya membuka suara, Thera juga berusaha menganggap semua biasa dan melanjutkan kalimatnya.

"Cuman aku tau banget Mamaku kayak gimana. Semakin ditentang, semakin aku nyudutin dia atas tindakannya, semakin dia nggak terima dan akhirnya nyerang balik anak-anaknya. Aku nggak masalah kalau dia maki-maki aku, marahin aku, tapi kalau dia lampiasin semuanya ke Arion, jelas aku nggak terima. Aku selama ini susah payah besarin anak itu dan setengah mati nahan diri buat nggak neriakin dia, semarah apa pun aku. Tapi Mama yang seenaknya pergi dan bahkan ngebuang kita berdua, seenaknya dateng lagi setelah sekian lama terus maki-maki dia gitu aja."

"Hm. Terus gimana?"

"Aku mungkin bakal bikin janji ketemu satu kali lagi buat jelasin semuanya ke Mama. Satu kali, habis itu nggak akan lagi. Kecuali nanti Arion minta ditemenin ketemu dia, sih. Aku udah janji mau nganter soalnya."

"Oh, gitu. Ya udah, bagus."

Namun, lama-lama Thera mulai menyadari letak perubahan sikap Kaira. Perempuan itu tampak tidak peduli dan bahkan bicara tanpa menatap matanya. Detik itu Thera masih berusaha tidak mempermasalahkan. Ia menghela napas panjang setelah membiarkan tetes dingin air membasahi kerongkongannya yang kerontang.

"Oh, iya, kemarin aku sempat terima chat dari Miss Sandra. Katanya mereka ada project baru dan akan hubungi kita secepatnya. Kamu udah terima kabar dari mereka?" tanya Thera, mencoba mengubah pembicaraan. Mungkin kehidupan pribadinya tentang Arion dan Mama sudah cukup membosankan untuk dibagikan kepada Kaira, maka dari itu ia mengalihkannya ke pekerjaan.

Sejauh yang ia tahu, Kaira tidak pernah menolak yang satu ini. Urusan pekerjaan adalah hal yang tidak bisa perempuan itu hindari. Namun, ternyata kali ini berbeda. Respons Kaira masih tidak sehangat biasanya.

"Udah," jawabnya singkat. Tatapan Thera mulai menelisik lebih dalam, berusaha membaca apa yang tidak benar. Tetapi ia masih mencoba melanjutkan.

"Kali ini konsepnya apa?"

"Nanti aku kirim surat kontrak dan proposal kerja samanya ke kamu. Kamu bisa lihat sendiri."

"Oke. Terus, jadwal hari ini, ada tambahan lagi nggak?"

AtheRionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang