Terhitung sudah hampir satu jam semenjak kepergian Kaira, Thera membiarkan sunyi membalut ruangan ini. Tidak melakukan banyak hal, selain duduk di sebelah Arion dan menggenggam tangan adiknya. Dia tahu, kehadiran Kaira tadi kembali membangkitkan trauma yang sudah susah payah Arion redam. Dan dengan gampangnya Kaira datang lalu merusak semuanya.
Sejak berhasil tenang, Arion belum mengatakan apa pun. Hanya memejam, namun Thera yakin adiknya tidak tidur. Kerutan di keningnya menjadi bukti bahwa ada hal menyakitkan yang coba Arion tepis.
Thera juga tidak ingin menggangu. Dia tahu, mengajak Arion berbicara dalam kondisi seperti ini, hanya akan membangkitkan amarah anak itu. Jadi Thera putuskan untuk tetap menjadi penenang, tanpa mengusik ketenangan Arion.
"Bang..."
Lalu saat fokus Thera terengut oleh kantuk, suara Arion berhasil menguapkan segalanya. Segala kantuk dan kekhawatirannya. Tatap mata anak itu sudah lebih baik. Tidak lagi menyimpan ketakutan seperti tadi.
"Iya? Lo mau sesuatu?"
Arion menggeleng. "Giandra siapa?" tanyanya tanpa basi-basi. Membuat Thera terdiam sejenak. Meredam kembali rasa kesal ketika nama itu masuk ke dalam pendengarannya.
"Kenapa nanya dia?"
"Tadi Kaira bawa-bawa nama dia. Lo punya masalah sama cowok itu? Tapi sebelumnya gue nggak pernah denger nama Giandra dalam pertemanan lo. Dia pernah jadi rekan kerja lo? Atau gimana?"
Thera menggeleng. Dia tidak mungkin menyembunyikan sosok Giandra lagi kepada Arion. Apalagi Kaira sudah menyebut dengan lantang nama lelaki itu tadi.
"Dari yang gue tangkap, Giandra punya hubungan sama Kaira. Katanya mereka mau tunangan," ucap Thera dengan helaan napas berat. "Gue juga baru tahu kalau kehadiran Kaira dalam hidup gue cuman sebagai jembatan untuk balas dendam."
"Balas dendam?"
Thera mengangguk dan sejenak menghela napas. Masa lalu yang selama ini ia pendam rapat nyatanya memang sudah menemukan waktu untuk terungkap. Kehadiran Giandra sebagai salah satu musuh besarnya dulu juga mau tidak mau harus Arion ketahui.
"Iya," sahut Thera.
"Lo ada masalah apa sama mereka sampai mereka mau balas dendam? Lo nggak ngelakuin yang aneh-aneh, kan?" Arion berusaha bangkit. Mendengar penjelasan Thera, Arion takut bila kakaknya melakukan sesuatu yang bisa mengancam keselamatan dirinya.
"Nggak, nggak. Lo dengerin gue dulu!" Thera menahan tubuh Arion. Lalu memintanya bersandar. "Gue nggak pernah punya masalah sama mereka. Merekanya yang punya masalah sama gue. Simpelnya, Giandra itu lawan gue di jalanan. Dulu. Lo tau dulu gue kerja serabutan, kan? Gue rasa lo juga udah tau kalau salah satu jalan pintas gue tiap lagi butuh duit banget, itu dengan cara balapan."
Sejenak Thera memberi jeda pada kalimatnya, sekadar memastikan Arion sudah kembali tenang dan mendengarkan semua penjelasan yang ia berikan. Tatap keduanya bertemu dan detik itu Thera bisa menangkap tuntutan dari bagaimana mata bulat Arion menguncinya. Yang pada akhirnya membuat ia kembali melanjutkan cerita.
"Malam itu gue turun lagi ke jalanan karena butuh uang. Kebetulan lawan gue waktu itu Giandra. Dan pertandingan terakhir itu yang ternyata jadi pemicu Kaira masuk ke hidup gue buat balas dendam. Gara-garanya waktu itu Giandra kalah pas kita tanding. Dia kecelakaan sebelum nyampe garis finish. Dari yang gue tau, cedera dia lumayan parah."
"Dan mereka nyalahin lo cuma gara-gara kecelakaan itu?" Tiba-tiba Arion menyela, membuat Thera kembali menghela napasnya.
"Itu salah satu alasannya. Tapi sebenarnya bukan itu aja. Ada alasan lain, yang bikin mereka nyalahin gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
AtheRion
Teen FictionAthera-dua puluh lima tahun, bukan sosok sempurna seorang Kakak yang menjadikan dirinya panutan. Arion juga bukan Adik terbaik yang memaksa dirinya menjadi penurut. Mereka sosok dengan ego yang berbeda. Berusaha menjadi satu, saat semesta menetapkan...