Satu menit lalu, Thera masih berdiri tegak dengan api besar yang membuat dadanya terbakar. Lelaki itu juga masih bisa berteriak lantang hingga suaranya menggema ke seluruh penjuru ruangan. Ketika ia berbalik untuk pergi dengan Kaira yang ia lindungi dalam rengkuhan, punggungnya bahkan masih begitu angkuh dan langkahnya seolah tanpa keraguan.
Namun, sekarang, dunia berputar. Detik yang sebelumnya terasa membakar kini seperti membekukan. Ada ledakan hebat di dada Thera bersamaan dengan jatuhnya Arion ke lantai. Yang kemudian berubah menjadi denyut menyakitkan di jantungnya yang kehilangan irama. Akan tetapi, suara Kaira membelai lagi pendengaran Thera yang sempat buyar. Membisikkan perintah kepada Thera untuk tidak jatuh ke perangkap yang Arion ciptakan.
"Jangan percaya, Thera. Aku rasa ini semua memang rencana dia. Dia pakai cara ini buat bikin kamu tetep di sini dan ninggalin aku gitu aja. Kamu lihat sendiri 'kan tadi dia baik-baik aja? Thera, please ...."
Thera bisa merasakan rengkuhan Kaira semakin erat di lengannya. Jemari perempuan itu dingin saat ia berusaha memohon agar Thera segera membawanya pergi dari sana. Sedikit banyak, kalimat perempuan itu berhasil mempengaruhi Thera. Tatapan lelaki itu kembali ke dalam sebelum akhirnya ia membuka suara.
"Gue udah bilang jangan jadiin kondisi kesehatan lo sebagai alasan, Ar! Bangun! Gue tau lo nggak beneran," pekik Thera dari pintu tempat ia berada. Di sisinya, Kaira terisak dan merengkuhnya semakin erat. Seolah tak membiarkannya lepas. Sementara Thera kembali berteriak.
"Gue tau lo sakit, tapi bukan berarti lo bisa manfaatin penyakit lo buat lari dari kesalahan yang udah lo lakuin. Lo udah kelewatan dan sekarang lo harus tanggung jawab sama perbuatan lo sendiri. Kemasin baju-baju lo sekarang terus pergi! Nggak usah drama. Gue nggak akan ketipu sama lo kali ini."
Tetapi ... aneh. Ada sesuatu yang mengusik perasaan Thera saat ia menatap Arion yang tidak merespons apa-apa. Di satu sisi, diamnya Arion seperti membangkitkan lagi ketakutan Thera. Di sisi yang lain, melihat anak itu membuat amarahnya kembali menyala.
"Gue bilang bangun, Arion!" pekik Thera kemudian. Kali ini lebih lantang. Kaira yang tadi hanya terisak pun sampai memejam dan merengkuhnya semakin dalam.
"Jangan teriak, Thera. Kamu bikin aku takut. Tolong bawa aku pergi dari sini."
Sejenak, tatapan Thera beralih pada Kaira. Ia menggenggam tangan perempuan itu sebelum pelan-pelan mengurai pelukannya.
"Aku cek dia dulu."
"Buat apa, Thera? Kamu tau dia cuma pura-pura."
"Kalau gitu biar aku yang seret dia keluar dari rumah ini. Sekarang juga." Kemudian ia melepas rengkuhan Kaira begitu saja dan kembali ke dalam untuk menghampiri Arion yang masih diam. Langsung berdiri di sisinya dengan kedua tangan mengepal di sisi badan.
"Lo mau bangun sendiri dan keluar dari sini dengan suka rela, atau perlu gue yang seret lo keluar secara paksa?"
Masih tidak ada jawaban dan pikiran Thera mulai kacau. Rasanya sekarang segala hal saling berdesakan di sana hingga ia kesulitan mendengar mana yang salah dan mana yang benar.
"Ar!"
"Lo jangan bikin gue tambah marah, ya!"
Namun, ketika ia mengambil jeda untuk menatap sosoknya lebih lama dan napas anak itu seolah tak terasa, detik itu Thera mulai menyadari ada yang tidak wajar. Kejadian ini seperti membawa ingatannya ke masa lalu, saat ia pertama kali menemukan Arion tergeletak di lantai kamar, sendirian. Kedinginan. Kesakitan.
Sekarang, satu per satu memori kelam itu berdatangan. Menyiksa Thera dengan ingatan yang berhasil membawa akal sehatnya pulang. Dengan segera ia berjongkok dan meraih wajah anak itu untuk dihadapkan ke arahnya. Rasanya benar-benar sama seperti dulu, saat Thera hampir kehilangan Arion untuk pertama kalinya. Dan saat ia menyentuh tangan Arion yang lebih dingin daripada biasanya, saat itu juga pikiran Thera mulai terbagi ke mana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
AtheRion
Teen FictionAthera-dua puluh lima tahun, bukan sosok sempurna seorang Kakak yang menjadikan dirinya panutan. Arion juga bukan Adik terbaik yang memaksa dirinya menjadi penurut. Mereka sosok dengan ego yang berbeda. Berusaha menjadi satu, saat semesta menetapkan...