Enam belas | Memperbaiki yang Pernah Melukai

5.8K 628 359
                                    

Langit sore ini masih cerah. Masih terbias oranye saat senja menyapa. Memberi ketenangan pada mereka yang baru kembali dari rutinitas yang begitu penat. Lihat, langit masih sama, tetap indah. Satu dari banyak bukti bahwa dunia masih baik-baik saja, ketika duniamu sedang tak baik-baik saja.

Thera melangkah pelan menyusuri koridor rumah sakit. Pening itu masih terasa. Perih dari bagaimana tangannya membentur dinding tadi juga masih menjadi denyut menyakitkan yang coba dia abaikan.

Kini, semua tentang Kaira begitu memuakkan. Berulang kali hati kecilnya mengumpat, bahwa Thera sebodoh itu. Kembali memutar memori saat bagaimana dulu kedua orang tuanya menghancurkan hidup mereka. Lalu kini, dia seperti ikut menjadi orang jahat dan menghancurkan hidup adiknya.

Satu yang Thera harap, setelah ini Arion masih bersedia menata kembali puing-puing hatinya yang sudah Thera hancurkan. Bersedia menjadikan dirinya rumah untuk pulang. Walau dia tahu, hubungan mereka yang semula berjarak, kini akan semakin menjauh. Tapi setidaknya, biarkan Thera kembali mengemban tanggung jawabnya untuk menjaga Arion. Memperjuangkan kehidupan adiknya seperti dulu lagi.

Langkah Thera terhenti di depan kamar rawat adiknya. Kembali menghela napas, sebelum memutuskan untuk masuk.

Arion memang belum sadar. Membuat Thera bertambah gusar. Satu sisi dia ingin memastikan adiknya baik-baik saja. Tapi di sisi yang lain dia belum siap akan respon Arion yang sudah pasti membencinya.

Satu jam berlalu, dan Thera habiskan hanya dengan berdiam. Menatap wajah pucat adiknya yang masih terbaring. Bahkan dia tidak bisa membayangkan, sakit seperti apa yang adiknya pendam selama ini. Ucapan Kaira dan bagaimana wanita itu mengancam Arion, masih meninggalkan bekas yang tak bisa Thera lupakan.

Lalu bagaimana Arion yang mengalami langsung, dengan kondisi mental yang tak sepenuhnya baik?

Hingga pergerakan Arion membuat Thera beralih. Senyumnya terlukis tanpa sadar, saat melihat bagaimana mata adiknya perlahan terbuka. Setidaknya dia bisa memastikan bahwa kondisi Arion tidak separah dulu.

"Gimana keadaan lo?" Rasanya canggung. Saat hari belum berganti, namun dia sudah memperlakukan Arion dengan dua sikap yang bertolak belakang.

Sejenak hening masih mengambil alih detik yang berjalan. Meleburkan ucapan Thera yang tak juga mendapat tanggapan apa-apa. Tatapan mata mereka beradu begitu dalam, cukup lama. Hanya saja tak ada kata yang terlontar bahkan setelah detik berganti menjadi menit yang begitu menyiksa. Thera hanya menatap Arion dengan kekhawatiran yang bahkan tidak bisa ia sampaikan, sementara Arion menatapnya berbeda. Terlihat kecewa dan juga penuh luka.

"Tadi gue udah ngobrol sama dokter. Katanya—"

Ucapan Thera terputus saat Arion memalingkan wajah. Memutus kontak tanpa berucap apa-apa. Seakan anak itu memang tak perlu penjelasan dan tidak membutuhkan Thera di sana.

"Ar..."

"Pergi!"

Satu kata yang Arion ucapkan seakan meruntuhkan dinding yang sejak tadi Thera pertahankan. Dingin dari bagaimana Arion berucap, serta tatap anak itu yang tak lagi mengarah padanya, berhasil membekukan Thera sementara.

Hingga helaan napas Thera kembali terdengar di antara sunyi yang mereka ciptakan. Jarinya beralih pada tangan Arion yang masih terpasang selang infus. Namun, apa yang Thera lakukan kembali mendapat penolakan. Arion menarik lagi tangannya tanpa ucapan.

"Ar... ngobrol dulu, yuk. Gue tahu gue salah."

Thera berusaha mengesampingkan egonya. Menyingkirkan amarah yang selama ini menjadikannya kalap. Kali ini saja, dia berusaha mati-matian menahan segala amarah yang sebenarnya dia tujukan pada Kaira, juga dirinya. Segala amarah yang pada akhirnya membuat Arion semakin jauh.

AtheRionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang