Arion benci saat dirinya begitu lemah hanya karena sosok Thera. Dia benci saat kehadiran kakaknya menjadi keharusan untuk membuatnya bertahan. Karenya pada akhirnya, ketiadaan Thera membuat dunianya hancur.
Luka tak kasat mata itu menjadi sakit yang tak mampu Arion redam. Menjadi penyebab utama dirinya ingin menyerah. Ingin mengakhiri semua rasa sakit yang bahkan dia tak tahu di mana titiknya. Arion hanya lelah. Ternyata dunia jauh lebih kejam dari dugaannya.
"Malam ini gue di sini, karena Kaira masih trauma sama perbuatan lo."
Kata-kata Thera kembali mengusik sunyi yang mengisi sudut kamarnya. Dia benci saat ucapan menyakitkan kakaknya menjadi melodi yang semakin menghancurkan hatinya.
Kemudian ingatan saat lelaki itu muncul dari dalam apartemen Kaira, tanpa kemeja, membuat panas di dada Arion semakin membara. Seketika rasa percaya yang selama ini ia junjung tinggi untuk Thera patah begitu saja. Nyatanya, Thera berani menyentuh wanita lebih daripada seharusnya. Nyatanya, lelaki itu tidak sebaik yang ia kira.
"Lo brengsek, Thera!" Arion menghempas begitu saja seisi meja. Seakan tak sadar bahwa kini kamarnya sudah berantakan karena semua benda tak lagi berada di tempatnya.
Bagaimana bisa laki-laki itu lebih percaya Kaira dan trauma palsunya, dibanding adiknya sendiri? Apa dia lupa bahwa Arion memiliki trauma yang lebih hebat daripada wanita iblis itu.
Hingga kata-kata menjijikkan Kaira kini mengalun bak suara angin malam yang bergesek pelan di jendela. Membuat Arion bergidik ngeri. Wanita itu berhasil membuat sosok kakak yang dia harapkan perannya selama ini, melakukan hal yang paling Arion benci. Juga dengan wanita yang sangat Arion benci.
"Malam ini Thera udah nyerahin dirinya ke aku. Begitupun sebaliknya. Dan sekarang aku punya bukti berharga yang bisa aku sebar ke media buat hancurin Thera."
Bahkan ancaman Kaira terdengar begitu nyata. Walau dia sangsi bahwa wanita itu berani menyakiti Thera, tapi Arion yakin Kaira akan nekat melakukan satu hal bila dia merasa itu menguntungkan untuknya.
Arion tidak mengerti apa yang salah. Dirinya, atau dunia yang tak pernah berpihak padanya. Semua menjauh, seakan dirinya adalah makhluk paling berdosa.
Kini malam semakin larut. Bahkan begitu mencekam hanya karena bayang kelam itu memenuhi pikirannya. Arion selalu takut saat bayang buruk masa lalunya muncul. Berputar bak proyektor yang menampilkan begitu jelas bagaimana gaduh memenuhi rumahnya. Bagaimana pukulan dan tamparan menjadi melodi menyakitkan yang harus dia hadapi setiap hari.
Dia benci saat pikirannya kacau, memori kelam itu muncul tanpa mampu Arion cegah. Bahkan saat kekesalannya pada Thera dan Kaira menemui puncaknya, luka itu kembali dia rasakan. Luka yang sama saat kedua orang tuanya pergi. Apa Thera juga akan melakukan hal yang sama? Apa Arion begitu menyusahkan hingga mereka memilih meninggalkannya sendiri?
🍂🍂
Arion rasa ada yang salah dengan tubuhnya. Sejak dia sadar bahwa dingin lantai menjadi alas tidurnya malam tadi, kini semua terasa begitu menyakitkan. Kepalanya berat. Pikirannya kacau. Ternyata saat dia berharap malam bisa menghapus sedih, harapannya patah. Semua masih sama, bahkan sakit itu semakin terasa.
Mendengar suara ribut dari arah dapur, Arion segera melangkah keluar. Dia yakin Thera sudah pulang. Seperti ucapan kakaknya kemarin, bila dia ingin menyelesaikan masalah, mereka akan menyelesaikan hari ini di rumah.
"Punya nyali juga lo buat pulang."
Suara Arion membuat Thera menoleh. Laki-laki itu baru saja selesai menuang air panas di gelas kopinya. Lalu mendekat dengan aroma kopi yang menenangkan. Namun, tak mampu meredam amarah di antara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AtheRion
Teen FictionAthera-dua puluh lima tahun, bukan sosok sempurna seorang Kakak yang menjadikan dirinya panutan. Arion juga bukan Adik terbaik yang memaksa dirinya menjadi penurut. Mereka sosok dengan ego yang berbeda. Berusaha menjadi satu, saat semesta menetapkan...