Arion kira, malam membuatnya lupa akan kekesalan. Tapi ternyata perasaan itu tetap tumbuh hingga dia kembali tersadar esok harinya. Kembali mengingat bagaimana usaha yang sudah dia lakukan untuk menurunkan ego, hanya agar mampu membalas kebaikan Thera. Hanya saja semua kembali sia-sia.
Bila tak ingat seberapa banyak makanan yang sudah dia tinggalkan di meja makan kemarin, mungkin Arion akan menghabiskan hari ini dengan berdiam di balik selimut. Berusaha melupakan tindakan memalukan yang sudah dia lakukan kemarin. Bagaimana dia bisa berpikir untuk mengajak Thera makan malam bersama, dan memesan banyak makanan hanya untuk ucapan terima kasih? Sungguh, itu tindakan yang memalukan. Terlebih semalam dia mendapat penolakan.
Tapi akhirnya Arion memilih bangkit. Berjalan malas menuju meja makan dan membereskan kekacauan yang sempat dia buat sebelum kakaknya datang nanti. Thera tidak boleh melihat ini.
Hanya saja langkah Arion terhenti saat melihat seseorang sedang membereskan meja makan. Kembali menata makanan yang sempat dia tinggalkan semalam.
"Lo ngapain?"
Suara Arion membuat Thera menoleh, hanya sebentar, sebelum kembali menata makanan di meja makan.
"Nyiapin sarapan. Makanan semalam udah gue panasin, masih aman belum basi. Itu ada susu buat lo. Kalau mau yang lain bilang aja," ucap Thera tanpa menoleh ke arah Arion yang masih terdiam.
Sejenak, ucapan Thera tak mengusik diam yang sejak tadi Arion pertahankan. Matanya masih memerhatikan gerak-gerik Thera yang sibuk menata meja makan. Jadi semalam lelaki itu pulang?
Bahkan kakaknya membereskan makanan yang dia tinggalkan di meja makan. Membuatnya tak kembali menelan dosa karena membuang-buang makanan.
Tetapi bagaimana Thera berucap pagi ini, berbeda dengan bagaimana laki-laki itu menjawab teleponnya tadi malam. Mengatakan dia egois dan terlalu memikirkan diri sendiri, hanya karena dia ingin Thera ada di rumah dan menikmati makan malam bersama, saat laki-laki itu lebih memilih bersama Kaira dan pekerjaannya di sana. Jujur, Arion kecewa. Tapi Thera mampu membuatnya kembali menata perasaan pagi ini. Membuat hatinya terbuka akan kata maaf yang bahkan belum Thera ucap.
Ah, tentu saja. Seharusnya Arion sadar bahwa ini pasti bentuk sogokan. Lelaki itu pasti merasa bersalah, makanya sekarang bersikap demikian.
"Mau makan dulu, atau mandi? Kalau mau mandi gue tunggu di sini," kata Thera lagi. Menatap Arion yang belum beranjak dari tempatnya.
Hanya beberapa detik, hingga tatapan yang sepenuhnya Arion arahkan pada Thera kembali dia putus. Berjalan mendekat hanya untuk mengambil susu yang Thera siapkan, lalu kembali membawa langkahnya menuju ruang tengah. Menyalakan televisi dan memencet remot dengan asal.
Arion hanya berusaha untuk tak lagi melampiaskan kekecewaannya pada Thera. Dia sedang tak ingin berdebat.
Namun, sepertinya kehadiran Thera pagi ini di rumah, tidak mungkin tanpa alasan. Kakaknya tidak mungkin rela menyiapkan sarapan sampai menunggunya keluar dari kamar, bila lelaki itu tidak memiliki tujuan. Tapi sekali lagi, Arion berusaha tidak peduli. Thera dan Kaira masih menjadi perusak moodnya pagi ini.
"Mau sarapan itu atau nggak? Biar makanan bisa gue masukin kulkas lagi."
Arion mendongak. Menatap Thera yang akhirnya mendekat. Tapi sekali lagi kata-kata lelaki itu hanya dia anggap angin lalu. Dia sedang tidak ingin berbicara, terlebih pada Thera.
"Ar, gue ngomong dijawab! Jangan diem. Mau gue buang aja makanannya?"
"Terserah!"
Thera menghela napas lelah. Sebelum memutuskan duduk di sebelah Arion.
KAMU SEDANG MEMBACA
AtheRion
Teen FictionAthera-dua puluh lima tahun, bukan sosok sempurna seorang Kakak yang menjadikan dirinya panutan. Arion juga bukan Adik terbaik yang memaksa dirinya menjadi penurut. Mereka sosok dengan ego yang berbeda. Berusaha menjadi satu, saat semesta menetapkan...