be yourself END

2.3K 173 52
                                    

Cobalah menjadi aku sebentar saja, maka kau akan merasakan bagaimana perihnya rasa sakit yang setiap hari aku rasakan. Sekarang aku sudah terlepas dari rasa sakit itu.
.
.
.

Di sebuah ruangan, tampak begitu menegangkan, isak tangis terdengar begitu menyesakkan.

Chenoa menangis dalam dekapan sang ibu, ibunya sendiri pun ikut terisak sembari memeluk chenoa.

Sedangkan aziel menatap pintu ruangan UGD dengan tatapan kosong.

Kondisi jian menurun drastis, hingga jian harus kembali di larikan ke ruang UGD.

Jian tengah berjuang di dalam sana.

Berjam jam mereka menunggu, mereka hanya berharap jian bisa bertahan, berharap jian tidak memilih menyerah.

Beberapa lama kemudian, dokter keluar dengan masi menggunakan seragam khusus.

Raut wajah sang dokter sangatlah terlihat menjelaskan kondisi jian.

Namun mereka tidak mau berpikir sejauh itu.

" bagiamana keadaan anak saya dokter " ujar aziel saat dokter itu tidak mengeluarkan suaranya.

" maaf, kami sangat meminta maaf untuk sebesar besarnya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun pasien atas nama jian dinyatakan mati otak. "

" penderita mati otak tidak akan bisa kembali sadar atau bernafas sendiri tanpa bantuan alat medis. "

" maaf, pasien atas nama jian dinyatakan meninggal dunia. "

Chenoa dan arsyana menjerit menangis, setelah mendengar penjelasan dokter.

" tidak, jian... Jian. " chenoa menangis kencang sembari terus meneriaki nama jian.

Sedangkan seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka, terduduk lemas di kursi.

Iya, itu adalah nadien.

Tadi saat nadien baru saja keluar dari toilet, ia tak sengaja melewati ruang UGD dan di sana ia melihat jelas chenoa terduduk di depan ruangan tersebut.

Karena rasa penasaran yang menguasai, ia pun memutuskan untuk tetap diam disini.

Sampai saat dokter mengatakan itu.

Nadien terisak tak kuasa menahan air matanya, dadanya terasa amat sangat sesak mendengar pernyataan dokter yang menangani jian.

Walaupun ia tau jika jian bukanlah anak kandungnya, disini jian hanyalah seorang pasien.

Namun kehilangannya amat sangat sakit, ia tidak rela.

Seorang anak yang terlihat begitu ceria, seorang anak yang beberapa hari yang lalu menumpahkan air matanya di depannya.

Dia hebat, dia kuat.

Tapi sayang sekuat apapun ia bertahan, tetap akan ada dimana ia berada di titik yang paling bawah, dan tak bisa kembali berdiri.

Ia menyerah...

Dengan lemas nadien, bejalan perlahan menghampiri ruang UGD tersebut, hanya untuk melihat jian untuk yang terakhir kalinya.

Terdengar begitu jelas suara tangisan di dalam.

nadien hanya terdiam di depan pintu ruangan tersebut, melihatnya di pintu transparan itu.

Air matanya tak henti hentinya turun dari matanya, ketika melihat satu persatu alat bantu medis yang menopang hidup jian di lepas.

.

be yourself || chenle & jisung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang