TigaDua |•| Sidang Kedua

529 47 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

HAKIM mengetuk palu tiga kali, tanda sidang kembali dibuka. Dalam ruangan, sudah terasa hawa dingin yang menusuk sampai tulang. Detak jantung semakin berdetak kencang, ketika pendakwa mengeluarkan berkas hasil DNA yang terdapat pada baju Alena.

Pendakwa bangkit dari kursi singgasananya, seraya memegang selembar kertas. "Setelah dilakukan pemeriksaan, DNA darah yang terciprat pada baju saudari Alena, 99% terbukti cocok dengan DNA korban."

Seketika, suasana sidang menjadi ricuh. Semuanya berbisik-bisik, menatap Alena dengan tatapan tak percaya. Sedangkan gadis yang duduk dikursi terdakwa itu hanya memejamkan matanya sambil menunduk. Sedari tadi Ia hanya menahan tangis.

"Bukti tambahan. Empat hari yang lalu, ditemukan pisau yang juga berlumuran darah di tumpukan sampah, halaman rumah kosong yang jaraknya 5 meter dari rumah korban."

"Berdasarkan hasil otopsi, pada telapak tangan korban, ditemukan luka memanjang. Jika korban ingin mengakhiri hidupnya, tidak mungkin ada luka itu. Artinya, korban sempat melakukan pertahanan, sampai akhirnya pelaku berhasil menusuknya."

"Tapi disini ada janggal. Pisau yang ditemukan pada TKP malam itu, hanya ada darah diujung pisaunya saja. Tentu itu berbanding terbalik dengan hasil otopsi yang menyatakan ada luka disepanjang telapak tangan korban. Asumsinya, pelaku sengaja menukar pisau yang Ia gunakan untuk membunuh korban dengan pisau lain, yang polisi temukan di TKP. Pelaku jelas-jelas ingin merekayasa kejadian, agar korban terlihat seperti bunuh diri."

"ANAK SAYA TIDAK MUNGKIN MELAKUKAN ITU!!! TIDAK MUNGKIN!" Saat sidang berlangsung dengan khidmat, seorang wanita paruh baya berteriak sambil menggebrak meja. Dia tak lain adalah Mamah Alena.

Alena menoleh ke belakang. Menatap lirih Mamahnya, ikut menangis. "Mama..." gumam Alena, suaranya bergetar.

"Anak saya tidak mungkin melakukan itu!!" Mamah Alena, terus meracau sambil menangis.

Dikursi sayap kanan, Ibunda Fikri ikut bangkit. "ANAK SAYA MENINGGAL GARA-GARA ANAK KAMU!! WANITA SIALAN ITU HARUS DIHUKUM SEBERAT-BERATNYA!!"

"ANAK SAYA BUKAN PEMBUNUH!!" balas Mamah Alena duduk di kursi sayap kiri, kembali bangkit tak terima.

Sidang kembali ricuh. Teriakan terdengar saling bersahutan. Bahkan, hampir terjadi serang menyerang.

Kenzie dengan sigap, membawa Graziell yang sudah pucat pasi ke dalam pelukannya. Pria itu yakin, pasti gadisnya shock melihat suasana seperti ini. "Jangan takut, Graziell. Gue ada disini." ucap Kenzie mengelus rambut hitam Graziell.

Alena menunduk, menangis. Ia tidak tahan mendengar keributan ini. "STOP!!!! BENAR, SAYA MEMBUNUH FIKRI. SAYA PEMBUNUH!! SAYA MEMANG PEMBUNUH!!" Alena bangkit langsung berteriak membuat semuanya terdiam.

KENZIELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang