5 - Pura-pura

289 66 20
                                    

Akhir semester kelas 10, tepat tiga hari sebelum penerimaan rapot, ada suatu festival yang memeriahkan hari jadi sekolah ini.

Banyaknya perlombaan yang ada, membuat perwakilan masing-masing kelas harus mengikuti lomba tersebut sebagai peserta.

Gadis minim ekspresi ini tidak begitu menyukainya. Sebab, ia mempunyai skill bahasa asing dari hasil otodidak.

Nah, sebab itulah jika ada suatu lomba yang berkaitan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris pastilah dia yang akan dipilih menjadi perwakilan kelas.

Huft, I don't like it, for real.

Ia ingin sekali menolak, tapi ia juga terlalu malas untuk memulai masalah. Ya sudah, terima jadi. Lagipula teman-temannya tidak menuntut Manda untuk menang, untungnya. Ini semua hanya sekadar formalitas agar kelasnya tidak membayar denda.

"Amanda, kamu ikut lomba story telling, ya,"  perintah sang ketua kelas padanya.

Amanda mengangguk saja. Walau sebenarnya enggan.

< f a v o r i t e  b o y >

Sesi pelajaran terakhir telah selesai. Jay dan Manda menghabiskan waktu sebentar di kantin sebelum pulang. Manda mencurahkan isi hatinya habis-habisan tentang apa yang terjadi hari ini.

"Tahu gak, sih? Gue disuruh ikut lomba story telling, Jay," keluh Manda. "Pokoknya lo gak boleh nonton gue."

Jay mengangkat sebelah alisnya. "Lah? Kok maksa?"

"POKOKNYA GAK BOLEH," larangnya sekali lagi. "Gue gak mau ketawa lihat muka lo soalnya."

Jay tertawa renyah mendengar pengakuan Manda. "Ketawa dalam hal bahagia kan ditonton sama gue?"

"Pede lo selangit."

"Keren, dong. Lo kapan punya pede selangit kayak gue?"

"Ogah banget punya rasa pede kayak lo," tolak Manda mentah-mentah.

Jay menggigit satu sisir roti yang baru saja ia beli. "Yakin? Emang lo pede buat story telling di depan banyak orang?"

"Lima menit doang, bisa lah. Gampang."

Bohong. Kenyataannya tidak segampang itu. Berpura-pura menganggap semua hal terasa mudah itu merupakan keahliannya yang buruk.

Sampai kemudian Jay berkomentar, "Lo jangan terlalu sering menganggap remeh segala hal, Man. Nggak ada yang tahu kedepannya nanti bakal gimana, jangan sampai lo malah mendapatkan rasa penyesalan."

Singkat, namun menelusup tembus ke dalam hati kecilnya. Iya, dia sepertinya hanya pandai dalam segala kepura-puraan.

Seperti pura-pura kuat.

Selalu mencoba baik-baik saja pada saat yang tidak baik-baik saja.

"Entahlah. Pusing gue, Jay."

"Awas ya kalau lo sampai nangis."

"Yeee, emangnya lo? Gue kan orangnya gak gampang nangis di depan banyak orang."

Jay terbahak sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Lo lupa, ya? Lo kan orangnya cengeng banget."

"Anjrit, sejak kapan?"

"Dih beneran lupa. Dulu tuh kerjaan lo nangis mulu tiap pagi gara-gara Papa lo berangkat kerja."

Manda membeliakkan matanya karena tiba-tiba teringat. Refleks, ia memegang kedua pipinya yang terasa panas menahan malu.

"Itu kan pas gue masih kecil, ih!"

Tak ada angin tak ada hujan, Jay tiba-tiba mengacak pelan pucuk kepala Manda. "Di mata gue lo masih kayak anak kecil, Man."

Manda sudah lupa, sejak kapan ia mulai merasa nervous tiap ada di dekat Jay. Sejak kapan juga di perutnya terasa ada banyak kupu-kupu berterbangan ketika Jay melakukan kontak fisik dengannya.

"Tangan lo bau, dih!" semprotnya, menepis tangan Jay. Itu hanya alasan untuk menyudahi aktivitas pemuda itu.

"Eh iya lupa, tadi gue belum cuci tangan habis makan ayam geprek."

"OWALAH SETAN!"

Manda buru-buru mengacak—mengatur—merapikan kembali rambutnya dengan jari jemarinya. Sementara Jay hanya cekikikan sesekali tersenyum kecil melihat tingkah laku Manda yang hanya diperlihatkan untuknya ini.

"Manda. Lo kalau ke orang lain kayak gini juga gak, sih?"

"Gini apaan?" tanya balik si gadis yang masih sibuk berkutat dengan rambut hitamnya.

"Sikap lo yang kelihatan lagi salah tingkah gini."

"Ngarep! Mana ada gue salah tingkah!"

"Kalau cewek teriak-teriak sambil kelihatan panik gini kata Mbah Gugel namanya salah tingkah, sih," balas Jay menggoda.

Manda akhirnya mulai memasang wajah datar agar Jay berhenti menjahili dirinya. "Infonya gak valid. Karena belum disertai sumber dan metode yang jelas."

"Aduh. Alergi gue sama orang pinter."

"Ngaca bego. Lo juga pinter."

Masih terlalu dini untuk Jay mendapatkan sebuah lampu hijau dari Manda, dan sudah sangat terlambat bagi Manda untuk mengubur kembali benih cinta yang telah menumbuhkan sehelai daun di batangnya.

[].

AYOK BACA FF BARU WEEKLYHYPEN BUATANKU EHEHEHE 🥰❤️

AYOK BACA FF BARU WEEKLYHYPEN BUATANKU EHEHEHE 🥰❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Favorite BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang